Sebut saja putranya Joko yang baru menikah dengan Lili ( bukan nama sebenarnya). Siang itu Joko sepulang dari bekerja menyempatkan diri mampir ke rumah orangtuanya.
" Bu, masak apa?" Joko di depan pintu dapur menyapa ibunya.
" Sayur lodeh le, ikan gurame goreng, ada sambel terasi juga "
" Aku makan bu" Joko mengambil piring dan dengan lahap segera makan.
" Joko, piye ..apa Lili sudah bisa masak?" tanya ibunya.
" Lho Lili pintar masak bu, sayang aku tidak cocok dengan menunya" kata Joko lirih.
" Lha masak opo toh?"
" Masak cap cay , cah wortel, cah brokoli, kentang bakar dan sejenisnya, aku ra doyan bu. Lha wong bumbune paling seputar bawang bombay dicacah sama merica bubuk" jawab Joko mengadu.
" Lho malah sehat, kamu seharusnya bersyukur Lili masih sempat masak meskipun sibuk bekerja"
" Ya terpaksa saya ya partisipasi makan bu kalau Lili sudah masak, tapi lidah tak bisa bohong, aku kangen sayur lodeh, sayur asem, sambel trasi masakan ibu "
Bu Marliyah berusaha menasehati Joko panjang lebar tentang bagaimana menghargai seorang istri dan belajar menyukai masakannya.
" Ya wes besok ibu tak ke rumahmu, nanti biar ibu mengajari Lili masak. Tidak baik kamu sering makan di rumah ibu tanpa Lili. Apalagi jika Lili sudah masak, kasihan istrimu. Berterimakasihlah untuk usahanya"
Di rumah menantunya saat hari Minggu.
Lili langsung membuat pengaduan. Dia biasa memanggil ibunya Joko dengan sebutan Mami dan Koko sebagai sebutan untuk suaminya.
" Mami, itu lho Koko kalau di suruh makan sayur sulitnya minta ampun deh, apa memang tidak suka sayur ? dulu waktu pacaran dia oke saja tuh makan sayuran"
Joko yang mendengar Lili mengadu, lalu main mata dengan ibunya sambil senyum - senyum membelakangi Lili.
" Wah, dia suka sekali sayur Li, tapi ya itu lidah Jawanya masih harus penyesuaian. Lha maklum saja sejak kecil ibu mengenalkan sayuran dengan menu yang beda denganmu. Tapi sabarlah nanti pelan - pelan pasti bisa"
" Mami, ajari aku masak sayur lodeh yang sering diminta Koko ya, juga bumbu sayur asem. Wah padahal aku tidak seberapa suka tuh Mami, tapi tidak apalah demi Koko biar mau makan"
"Ya nanti ibu ajari, hari ini kamu masak apa Li? Ibu dengar kamu pintar masak cap cay?" kata bu Marliyah sambil senyum. Wajah Lili memerah mendapat pujian mertuanya.
Singkat cerita akhirnya ibu mertua dan menantu itu bersibuk ria di dapur, saling bertukar ilmu memasak. Joko dalam hati sebenarnya memuji usaha istrinya untuk belajar masak menu kesukaannya.
Cerita soal selera lidah dan menu makanan terutama bagi pasangan yang berbeda suku kadang menjadi menarik. Satu hal yang dibutuhkan untuk dapat menyatukan dua perbedaan adalah kesediaan untuk saling menghargai dan mau menyesuaikan dengan pasangannya.
Kisah sejenis meskipun beda versi sering kita temukan juga. Dulu sebelum menikah seorang teman sebut saja namanya Rini, sangat gemar bumbu yang pedas, namun lambat laun setelah menikah menjadi ketularan suaminya tidak suka pedas. Sebaliknya ada pula suami yang menjadi berubah selera menu menuruti menu andalan istrinya seperti yang terjadi pada seorang teman orang jawa yang menikah dengan orang Batak.
Perubahan butuh waktu, apapun itu termasuk soal selera lidah dan menu meja makan. Jika untuk menu makan saja harus ada yang mau mengalah, apalagi perubahan dalam irama hidup setelah berumahtangga, tidak gampang namun yakinlah keihklasan dan ketulusan untuk memahami perbedaan pasangan hidup akan membawa kebahagiaan. Mulailah dari hal - hal sederhana hari ini dan seterusnya.
Dua manusia yang disatukan dari rahim yang berbeda pasti ada banyak hal yang unik dan istimewa ditemukan. Semoga perbedaan yang ada ibarat sayur lodeh dan cap cay dalam kehidupan berumahtangga. Semua itu akan menjadi keindahan dan kenikmatan tersendiri bagi pasangan suami istri.
Salam hangat untuk suami istri yang begitu luarbiasa tetap setia berjuang dan tulus hati dalam memahami perbedaan pasangan hidupnya.
Bidan Romana Tari