Kami tinggal di Sidorejo Kauman Kalangbret. Tepatnya di Tulung Agung Jawa Timur.Masih terbayang diingatanku bagaimana bayi mungilku harus berjuang bertahan melawan kanker darah, Leukemia. Saat itu kondisi Rangga tampak tak ada harapan hidup. Badannya kurus dan lemas dalam kondisi panas tinggi selama beberapa minggu. Padahal ketika itu putra tercintaku Rangga baru berumur 18 bulan. Rangga sempat juga di diangnose demam berdarah, karena belum tahu bahwa putraku ternyata mengalami Leukemia. Bulan Februari 2011, Rangga sering panas tinggi. Sembuh beberapa hari lalu panas lagi. Pada waktu itu kami tidak berpikir sedikitpun tentang penyakit Leukemia. Apalagi dokter anak menduga Rangga demam berdarah karena Trombositnya cenderung turun. Setelah opname 5 hari, Rangga pulang, tapi di rumah kambuh lagi panas tinggi. akhirnya kami bawa bayi kami berobat ke dokter anak lain . Kemudian dianjurkan untuk pemeriksaan darah lebih lengkap termasuk hapusan darah tepi. Dari situlah diketahui putra kami menderita Leukemia. Kami berdua sangat shock dan sedih mendengar diagnosa dokter . Beliau menyarankan agar Rangga dirawat di rumah sakit Propinsi yang lebih lengkap sarana dan ahlinya. Kami boleh memilih di Malang atau di Surabaya. Akhirnya dengan pertimbangan adik ibuku yang seorang bidan di Surabaya, kami memilih membawa Rangga dalam kondisi memprihatinkan itu ke Surabaya. Rangga di rawat di Rumah Sakit Swasta yang berlokasi di jalan Diponegoro Surabaya tempat adik ibuku bekerja. Rangga dirawat selama tiga bulan. Suamiku tidak bisa terus menerus menunggu Rangga opname karena harus bekerja. Bersyukur mertuaku yakni eyang kakung Rangga bisa menemani aku dan Rangga. Pertama kali Rangga datang, sudah dalam kondisi kritis, nyaris hilang harapan. Harapan satu - satunya kuserahkan pada Allah melalui tangan seorang dokter ahli kanker darah terkenal di Surabaya. Pertamakali aku masuk rumah sakit, aku bertemu perawat namanya suster Eti dan Suster Yosi. Dari mereka aku mendapat suatu dukungan mental yang luarbiasa. Ada tiga hal penting yang harus kupegang, pertama aku harus menerima dulu keadaan Leukemia yang diderita Rangga, kedua aku percayakan kesembuhan Rangga pada Tuhan melalui orang orang yang merawat baik itu dokter maupun perawat dan taat pengobatan, ketiga aku harus menjalin relasi sebanyak - banyaknya dengan para orangtua yang anaknya menderita Leukemia, sehingga aku tidak merasa berjuang sendirian. Banyak pengalaman suka duka saat pertamakali aku menjadi ibu untuk seorang putraku yang menderita Leukemia. Saat itu Rangga masih bayi umur 18 bulan, tapi aku harus menngkondisikan agar bayiku mau memakai masker penutup hidung dan mulut. Duh ya Allah, aku berjuang setengah mati, Rangga berontak dan menangis, tapi kami harus telaten melatihnya. Aku, suami, eyang Rangga dan para perawat juga pelan - pelan mengajari Rangga untuk menyesuaikan diri. Pernah Rangga dengan bicaranya yang masih belum lancar protes ingin melihat wajah mama tanpa masker. Aku menangis, kukatakan mama pilek nak. Akhirnya perjuangan kami berhasil, bahkan kini jika ada yang berkunjung dan bermain dengan Rangga, pasti Rangga yang mengingatkan untuk pakai masker. Dokter anak yang merawat Rangga sangat luar biasa, bahkan jadi idola anakku. Dia sering mengatakan mau sekolah, nanti gurunya "pong Uganena " mulutnya yang masih belum lancar bicara itu menyebut nama dokternya tidak jelas. Padahal awalnya dia takut sekali bertemu dokter siapapun. Pengobatan Leukemia yang dijalani Rangga menurut dokter diprogram sampai tahun 2013. Pengobatan Leukemia yang diderita anakku ini dilakukan bertahap, dulu waktu baru opname, dokter memperbaiki dulu kondisi fisik Rangga, kemudian baru masuk obat - obat leukemia secara bertahap. Bahkan juga sempat tranfusi darah PRC dan Trombocyt Cell selama dirawat. Rangga juga menjalani Kemoterapi dan minum obat secara terjadwal. Bersyukur putraku lama - lama bisa diberi pengertian untuk taat minum obat. Bukan hal yang mudah untuk merayu Rangga, bahkan kadang aku menangis diam - diam tak tega jika harus membuat peraturan tegas tentang apa yang boleh dimakan dan mana yang tidak boleh. Sebagai ibu naluriku ingin menyenangkan hati anakku, tetapi bila kuturuti semua pasti sia - sia pengobatan yang kami lakukan buat Rangga. Rangga sudah sering keluar masuk rumah sakit, bahkan berteman akrab dengan para perawat. Kami sekarang menjalani pengobatan rawat jalan, tetapi ada beberapa kesepakatan dimana Rangga harus opname untuk menerima terapi Leukemia. Setiap satu setengah bulan sekali Rangga opname untuk pengobatan, sehari sebelumnya dilakukan cek darah lengkap. Dulu Rangga takut bila diambil darah, tapi sekarang dia yang memilih sendiri pembuluh darah mana yang harus diambil petugas laboratorium. Rangga sudah hapal tempatnya, dia akan menunjuk mana yang dia suka. Petugas laboratorium sering bercanda dengannya. Putraku selalu mengatakan terimakasih dan menyebut nama para perawat setiap kali selesai diberi obat atau suntikkan. Ia jadi idola para perawat. Pernah suatu hari kamar yang biasa ditempati Rangga sedang dibersihkan, terpaksa Rangga diberi kamar 115. Tetapi putraku tidak mau masuk. Dia hanya jalan - jalan hilir mudik di kamar itu. Setelah kamar 110 selesai dibersihkan dia langsung lari masuk, ini kamarku katanya. Dia naik ke tempat tidur dan langsung tidur pulas. Duh Rangga, aku meneteskan air mata. Padahal dulu berontak tidak mau opname, aku terpaksa menggendong Rangga setiap malam agar bisa tidur. Aku sambil tidur dikursi karena Rangga tidak mau diletakkan di bed pasien. Eyang Rangga mendapat julukan eyang teladan oleh para perawat, karena setiap ada resep eyang langsung mengiyakan dan berangkat ke apotik tanpa banyak tanya. Kami juga berterimakasih atas dukungan semua keluarga yang turut peduli dengan pengobatan putra kami satu - satunya Rangga. Kami tidak bisa membalas semua kebaikkan dokter, perawat, para keluarga. Setiap sholat saya hanya bisa mendoakan agar Putra kami sehat dan semua orang yang menolong Rangga diberi kelimpahan rahmat Allah. Sedikit berbagi tentang perawatan Rangga di rumah. Rangga selalu kami masakkan masakan sendiri, minyak goreng harus selalu baru, tidak boleh pewarna dan pengawet atau penguat rasa. Makanan instan tidak kami berikan. Menu Rangga antara lain susu, daging cacah, sup sayuran, ayam kampung kegemarannya, brokoli, dan cumi cumi. Aku dan suamiku juga tidak menggunakan parfum atau pewangi, pakaian Rangga tidak kami beri pengharum dan kamfer. Teman -teman Rangga yang ke rumah bermain dengan Rangga kami siapkan masker. Nanti Rangga protes jika temannyan tidak pakai masker. Minumnya hanya dari air mineral yang terjamin. Tidak pernah minum soft drink. Oya untuk kegiatan Rangga, eyang mengajari dia mengaji, bermain kendang, gamelan, menyanyi lagu - lagu anak - anak dan lagu jawa. Pernah suatu hari Rangga diminta perawat menyanyi, dia memilih lagu turi turi putih, perawat pada tertawa senang dan gemas mendengar Rangga menyanyi dengan lantang. Pernah suatu hari Rangga tidak mau menyanyi, mogok makan, aku kalut. oh ternyata mau tumbuh gigi, syukurlah. Tapi tetap saja aku membawa putraku opname, karena esok lusa akan dijadwalkan terapi Leukemia. Itulah suka dukaku menjadi ibu bagi Rangga, aku dan suamiku sangat membutuhkan doa para sahabat di sini. Wah tak terasa ya, panjang juga sharingku, semoga kisah putraku Rangga ini memberi kekuatan bagi para orangtua yang memiliki anak menderita Leukemia seperti putraku Rangga. Terimakasih Allah, terimakasih dokter dan perawat juga semua keluarga dan sahabat, Rangga mohon doa agar bisa sembuh. Rangga ingin sekolah katanya. Sekarang Rangga berumur 2 tahun 4 bulan. Tanggal lahir Rangga 13 Juli 2009. salam dari kami Yoyon & Indra juga Rangga. Seperti yang dikisahkan oleh orangtua Rangga. Share ditulis oleh Bidan Romana Tari
KEMBALI KE ARTIKEL