Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Ahok dan 'Ahokisme' Terhadap Surat Terbuka Jaya Suprana

2 April 2015   16:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:37 54 0
Setelah hampir 70 tahun kita merdeka, negeri ini masih belum sepenuhnya lepas dari permasalahan yang mendasar yaitu pendidikan dan agama. Dengan tidak 'matang'nya ke-dua sektor tersebut, maka apapun yang dibangun diatasnya akan menjadi rapuh dan mudah goyah. Efek yang paling dirasakan dengan rendahnya nilai pendidikan dan agama terutama sangat berpengaruh pada sektor Suku, Agama, Ras, Antar-golongan (SARA) dan keadilan dan juga ideologis.

Pendidikan yang baik membuat kita 'melek' akan adanya multi-perspektif dalam segala sektor kehidupan. Tidak akan ada lagi (dapat dikatakan minimal) pengedepanan egosentrisme (pandangan sempit ala kacamata kuda) dalam menghadapi setiap persoalan dan tantangan yang datang pula yang akan datang. Pula dengan pemahaman Agama yang baik kita akan menjadi manusia yang mengerti akan fungsi dari uluhiah dan ubudiahnya.

Jadi dengan pendidikan dan agama yang benar dan baik, kita akanlah menjalankan segala 'sunnatullah' sektor kehidupan dengan penuh keikhlasan dan kelapangan pada hati dan akal kita sehingga kreatifitas kita sebagai manusia akan cenderung berbuah 'harum mewangi'.

Ahok dan para pengikut fanatiknya (Ahok-isme) dalam menanggapi surat terbuka Jaya Suprana (JS) punya feedback yang sungguh luar biasa reaktif dan 'sempit' yaitu dengan mencoba memeninorkan segala uefisme yang (mungkin) terjadi dari kosa-kata yang dibangun oleh seorang JS (baca tulisan S Aji, "Membaca Lagi Surat Jaya Suprana dan juga tulisan Hilman Fajrian dalam "Pesan Tersembunyi Surat Jaya Suprana" dan masih banyak tulisan lainnya).

Pada surat tersebut, saya melihat, JS mencoba mengkonstruksikan fakta dan budaya kehidupan sehari-hari atas dasar apa-apa yang memang dia lihat dan juga (kebetulan) dia pernah rasakan di masa lampau. Di dalam surat terbukanya kepada Ahok, JS merangkai kalimatnya dalam sebuah 'sebab-akibat' dari ulah Ahok terhadap kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Namun dengan segala perspektif surat itu, Ahok menutupnya dengan keras atas dasar bingkai negara kesatuan dengan berujar, "jika JS masih berpikir sebagai negara 'kelas-dua'". Dalam hal ini saya memahami logika Ahok dalam menanggapi surat terbuka dari JS.

Ahok merespons JS seperti (sengaja) menutup mata hal-hal faktual yang memang telah terjadi di negeri ini dan Ahok seperti mencoba menelan dan atau menghilangkan semua perspektif ilmu sosial budaya dengan seolah menjunjung tinggi dan menganggap, di bumi nuswantara ini hanya berlaku hukum konstitusi negara kesatuan RI.

Secara dejure, kita tahu jika perspektif keduanya (konstitusi dan sosbud) tidaklah saling 'meniadakan', malah saling melengkapi, yaitu ada dan digunakan sebagai dasar kita dalam berperilaku sebagai seorang Indonesia. Namun fakta tidaklah seromanti dan seharmonis dengan apa-apa yang sudah tertulis di atas kertas keduanya tersebut.

Faktanya, kita sangat gagal dalam sektor pendidikan, ini dapat dilihat dari minat baca, hasil produksi dan daya-saing yang rendah sekali di segala bidang. Belum lagi kita pun sudah sangat gagal dalam bidang Agama, monggo di lihat, sesama agama pun kita masih saling menghina dan meniadakan dengan berbagai dalil penuh nafsu-nafsu duniawi dan tidak sedikit yang berujung kekerasan dan pertumpahan darah.

Saya akan berikan 4 (empat) jempol ke Ahok atas apa-apa yang telah dia lakukan (keberanian dalam berbicara dan bertindak) jika saja dia memang tahu dengan apa yang dia lakukan dan juga konsisten dengan apa yang dia lakukan.

Dalam hal ini monggo dilihat, betapa dia tidak mau memahami banyak hal tentang agama dan tingkat sosial masyarakat DKI Jakarta yang kebetulan mayoritas beragama Islam dan juga berpenghasilan sangat rendah.

Dia sangat kasar dalam tiap-tiap ucapannya, padahal masyarakat DKI yang memang major agama Islam sangat tahu jika agamanya selalu menyuruh mengedepankan akhlak yang sopan dan santun dalam bertutur. Dan sudah banyak orang yang mengkritik Ahok dan ditanggapi dengan sinis dan enteng, baik oleh Ahok dan Ahokisme. Bahkan gilanya, anjuran dan kritikan masyarakat sering dibenturkan dengan adanya rasa rasisme para pengkritik.

Pun dia menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) di ratusan persen, padahal gaji para buruh dia patok hanya di 2,7 juta rupiah saja. Ini jelas bertendensi kekacauan di segala sektor, seperti kepemilikan papan dan sandang yang layak bagi para pekerja sektor 'ril' swasta akan menjadi mimpi yang tak berujung.

Pun dia 'sesukanya' menaikkan gaji PNS DKI Jakarta tanpa memikirkan eksistensi PNS di sektor dan daerah lain. Apakah dia tahu, gaji itu di dapat dari pajak yang pastinya besaran uang itu di dapat dari kerjakeras masyarakat DKI Jakarta pada khususnya dan juga rakyat Indonesia pada umumnya?

Di lain hal dia pun bernafsu untuk melegalkan prostitusi dan miras sebagai sebuah PAD yang legal padahal agama Islam yang memang mayoritas di DKI Jakarta jelas melarang keras ke-dua hal ini.

Belum lagi kebijakkan menggusur para 'mayoritas' pengguna transportasi motor yang dilarang disebagian jalan protokol DKI Jakarta dan penerapan derek paksa bagi para parkir liar tanpa mau menyediakan solusinya, dimana kita tahu sistem transportasi Jakarta masihlah jauh dari nyaman dan pun tempat parkir bagi kantong-kantong vital masih sangat jauh dari memadai.

Jujur, memang isu yang dia 'mainkan' sebagai karakaternya adalah tidak dan anti terhadap korupsi, dan ini isu yang memang sangat seksi saat ini, dimana faktanya negeri ini terpuruk sangat jauh di setiap level kehidupan oleh 'korupsi'. Namun apakah Ahok memang tidak pernah lakukan korupsi, kita belum dan tidak tahu dengan pasti tentang hal ini bukan?

Karena pada level jabatan politik, perilaku korup tidak melulu kita lihat dan nilai hanya pada kisaran besaran uang, namun lebih banyak masuk di level kebijakkan. Nah, apakah kebijakkan Ahok selama ini tidak ada yang berbau korupsi, anda yang punya latar pendidikan dan agama yang baik dapat menilainya ini dengan sangat baik bukan?

Dengan segala potensi dan kerja kerasnya, tidaklah elok jika Ahok menganggap semua keberhasilan bersebab pada dirinya sendiri saja, dan atau sebaliknya jika terdapat kegagalan maka itu pastilah bukan dari dia. Lihatlah, anak buahnya 'bermain' kotor pun dia tidak tahu dengan selalu menuduh dengan sumbang pada anggota DPRD DKI Jakarta. Dan jika mengikuti perkembangan hak angket DPRD DKI Jakarta terhadap dirinya jelas sekali bukan siapa yang naif dan dungu?

Jadi, bermohon untuk melihat objektifitas dengan dasar pendidikan dan agama yang buruk (keduanya atau salah satunya) sangatlah tidak mungkin bisa terjadi untuk Ahok dan juga para Ahokisme. Karena Ahok dan Ahokisme hadir dan bermain pada level yang berbeda, Ahok (seolah) selalu berpegang pada konstitusi dengan mengindahkan etika sosial budaya dan Ahokisme banyak memainkan konteks rasialis dan agama dalam 'kick-back' para pemerhati dan pengkritik Ahok.

Keduanya (Ahok dan Ahokisme) bagai mata pedang yang satu 'buta' dan yang satu lagi 'tuli' yang selalu tidak mau mendengarkan dan menerima apa-apa saja yang dirasakan dan dilihat oleh sebagaian orang lain pun dengan dasar fakta-fakta yang ada, khususnya dari 'kacamata' seorang Jaya Suprana. Jadi jika terus Ahok dan Ahokisme terus memainkan karakternya yang anti-kritik atas nama konstitusi dan rasisme, maka kejadian selanjutnya akan bisa sangat 'liar' dan atau pun 'pasif' sama sekali.

Namun membaca peta sosial kultural negeri ini, maka kecenderungan dari hal ini akan lebih ke arah liar. Atau kah memang dalam konteks ini sejarah akan bercerita dengan kecenderungan yang berbeda?, maka kita tunggu saja apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sumber,

http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2015/04/01/pesan-tersembunyi-surat-jaya-suprana-734597.html

http://politik.kompasiana.com/2015/03/31/tanggapan-atas-surat-terbuka-jaya-suprana-734373.html

http://politik.kompasiana.com/2015/04/01/untuk-jaya-suprana-dari-kaum-minoritas-tentang-ahok-710071.html

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/08/05/14404541/Tertibkan.Parkir.Liar.Ahok.Minta.Kendaraan.Diderek.dan.Bayar.Rp.1.Juta

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/12/10161201/Ramai.Disebut.Legalkan.Miras.Ini.Jawaban.Ahok

https://www.youtube.com/watch?v=RRbohP-4FG0

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/06/19212411/Wapres.Ingatkan.Ahok.dan.DPRD.untuk.Bersikap.Arif.dan.Bijaksana?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/27/01133091/Inilah.Kendala.dan.Solusi.Dishubtrans.Soal.Parkir.Meter

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/30/13523551/Hasil.Angket.Nyatakan.Ahok.Langgar.UU.dan.Etika

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/15/11072831/.Giant.Sea.Wall.Solusi.Bermasalah.bagi.Jakarta.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun