Tanpa melepas sepatu dan seragam kerja yang dikenakannya, Ia duduk dan menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar berwarna putih bersih mirip warna dinding rumah sakit pada umumnya.Sigap seteguk minuman telah melewati kerongkongannya yang sedari tadi terasa kering, mendesak keluar semua lelah dan penat yang menguasai dipenghujung hari.Minuman itu Ia pilih menjadi teman pasifnya selama bertahun-tahun, untuk menampung semua kelelahan dan kepenatan jiwa.Semenit kemudian seteguk besar minuman kembali melewati kerongkongannya, hanya saja kali ini terasa lebih nikmat dan hangat.Ia masih duduk bersandar, diam tak bergerak, bernafaspun pelan dan panjang, mencoba membiarkan kenikmatan dan kehangatan minuman terasa lebih lama ditenggorakannya bercampur dengan aroma kuat dan cita rasa cerutu lokal yang Ia isap.
Kembali ia mengisap cerutunya, isapan yang dalam dan panjang. seolah ingin menarik masuk semua bion energy positif dan semangat hidup yang terlepas dari orang-orang lelah dipenghujung hari itu.
“ survive..survive..survive “ teriaknya dalam hati mencoba menggemakan semangat hidup yang mulai meredup.Belasan kali ia berteriak dalam hati sampai terasa sensasi lembut disekujur tubuhnya.
Uzzzzzhhhhh…. Kepulan tebal asap cerutu dihembus keras melalui mulutnya, menjejal paksa keluar semua kepenatan dan kecemasan yang tersisip dihatinya.Kepenatan karena rutinitas yang menjadikannya manusia mekanis, dan kecemasan akan kehilangan kemanusiaannya di lingkungan dan system kerja kapitalis.
Setiap hari kejadian ini berulang.Kepenatan dan kecemasan yang menguasai sepanjang hari, kelezatan minuman dan aroma cerutu yang melegakannya di ujung hari, terus berulang setiap hari sepanjang tahun.dan Ia masih mendapati dirinya duduk sendiri di ruang yang sama.
Sembari menghelah nafas panjang dan keras, Ia beranjak berdiri, melepas semua pakaian yang dikenakannya dan bergegas ke kamar mandi yang jaraknya lebih kurang dua meter tepat di depan pintu kamarnya dalam keadaan tanpa busana, hanya ada sehelai handuk kecil berwarna putih dikalungkan di lehernya.
Sesaat kemudian diselah suara kucuran air terdengar Ia bersyair…..
Demi masa dipenghujung hari,
Saat malam mempusakai siang disisi satunya
Sungguh aku bersumpah
Ada nikmat dan sesal diatas nampang yang disajikan
Saat kabut malam perlahan menghampiri dengan langkah gontai
Demi masa diawal malam
Saat siang berlindung sisi gelapnya
Sungguh aku bersumpah
Ada gelap dan terang pada masa yang sama
Diatas nampang yang disajikan
Saat kesadaran berdegub di titik diamnya
Syairnya tiba-tiba terhenti.Mungkin Ia akan menggosok gigi, mungkin Ia telah selesai mandi atau mungkin Ia “…………….”
Entahlah, hanya Bessila sendiri yang tahu apa yang menghentikan syairnya.