Tadi pagi dapat pesan layan singkat (SMS) dari supir, “Selamat pagi pa mhn maaf hari ini sy gak bs masuk badan sy meriang” (dikutip sesuai aslinya). Waduh, padahal saya berencana ke Banda udara (Bandara) Soekarno-Hatta pada siang hari. Paginya, saya mau mengambil jam tangan saya yang diperbaiki di salah satu toko jam yang juga melayani perbaikan di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Terpaksalah saya tak jadi mengambil jam tangan hari ini. Sedangkan untuk ke bandara, saya segera menelepon taxi agar bisa datang tepat pada waktunya. Rencana-rencana sampingan lain, seperti mau ke pasar untuk membeli beberapa bahan makanan segar dan menikmati sarapan di sana, terpaksa dibatalkan.
Supir sekilas memang pekerjaan biasa dan banyak orang bisa melakukannya, tetapi sebenarnya suatu pekerjaan yang penting. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, berkendara pribadi tanpa supir adalah pekerjaan yang melelahkan. Macet dan lalu-lintas yang kurang teratur, bisa membuat orang stres berada di dalam kendaraan. Apalagi kalau dia harus menyupir.
Jadi bukan soal bisa mengemudikan kendaraan bermotor atau tidak, namun bagi banyak orang yang juga bisa mengemudikan mobil, lebih memilih menggunakan supir daripada harus menyetir sendiri di tengah “rimba” lalu-lintas di Jakarta dan sekitarnya.
Bicara soal supir, saya jadi teringat tiga hari lalu di Singapura. Barang bawaan yang cukup banyak dan hujan mulai turun di dekat kawasan Bishan, tempat saya menginap, mengubah rencana awal. Tadinya saya hendak menggunakan MRT dari Stasiun MRT Bishan ke Bandara Changi untuk pulang ke Jakarta dengan pesawat udara. Tapi lantaran bawaan menjadi banyak, sebagian karena oleh-oleh para sahabat di Singapura, dan khawatir hujan menjadi deras sementara untuk pergi ke Stasiun MRT Bishan perlu berjalan kaki sekitar lima menit, menyebabkan saya memilih menggunakan taxi.
Di tengah gerimis hujan, saya menunggu sekitar 10 menit, baru akhirnya mendapat taxi. Daerah itu memang bukan jalan protokol dan daerah perkantoran serta pertokoan di Singapura, jadi mungkin taxi jarang melewatinya.
Saya lalu memberitahu pengemudi taxi itu untuk menuju Bandara Changi Terminal 2. Dia lalu menanyakan maskapai penerbangan yang akan saya gunakan dan tujuan saya. “Singapore Airlines to Jakarta,” jawab saya.
Dia mengacungkan jempol sambil berkata, “OK, good”.
Belakangan dia bercerita, bahwa dia ingin memastikan apakah pilihan saya menuju Terminal 2 itu sudah tepat. Di Bandara Changi ada tiga terminal (Terminal 1,2, dan 3), yang masing-masing melayani maskapai penerbangan tertentu dan jalur tujuan tertentu. Ke Jakarta dari Singapura dengan menggunakan Singapore Airlines memang ada di Terminal 2.
Saya lalu berkata kepada si pengemudi taxi dalam Bahasa Inggris yang untuk mudahnya saya terjemahkan saja di sini, “Pak, tampaknya bapak hafal rute-rute penerbangan di Bandara Changi, ya”. Sebagai jawabannya, dia mengangguk.
Belakangan, sang pengemudi taxi yang saya kenali namanya dari tanda pengenal di mobil itu, Tan Cheng Kek, berusia sekitar 60 tahun dan mengemudikan Taxi ComfortDelgro – SHC 3028H, menguraikan cukup panjang lebar kepada saya. Menjadi supir taxi, harus bisa membantu penumpang. Ini adalah bagian dari pelayanannya kepada konsumen pengguna jasa taxi-nya.
Apalagi bagi dirinya yang sering diminta mengantar ke atau menjemput dari bandara. Kadang-kadang ada penumpang yang minta diantar ke bandara, tetapi tidak tahu di terminal mana dia harus tiba. Akibatnya, kalau salah turun di Terminal 3 misalnya, padahal si penumpang harus di Terminal 2, memerlukan waktu lagi. Memang ada kereta penghubung gratis yang menghubungkan antarterminal. Tetapi, bila waktunya sudah mendesak, bisa-bisa si penumpang tertinggal pesawatnya.
Ada juga yang sudah mengenal Tan Cheng Kek, dan memintanya menjemput di Bandara Changi. Tetapi ketika ditanya di terminal mana orang yang meminta dijemput itu berada, jawabannya tak jelas. Akibatnya si pengemudi taxi harus memutar dari Terminal 1,2, dan 3, sampai bertemu orang yang mau dijemputnya.
“Jadi saya selalu minta penumpang saya untuk mengecek dengan jelas di Terminal mana,” tuturnya.
Sayangnya, ditambahkan olehnya, karena sekarang untuk membeli tiket pesawat bisa online dan terkadang tak ada bukti fisiknya – hanya dalam bentuk jawaban surat elektronik (email) saja – terkadang tidak cukup jelas terbaca terminal yang harus dituju di Bandara Changi.
Itulah sebabnya Tan Cheng Kek mengharapkan agar tiap calon penumpang pesawat yang akan berangkat dari Bandara Changi, tahu jelas di terminal mana mereka akan berangkat. Bila kurang jelas, dia menyarankan agar menelepon tempat calon penumpang itu membeli tiket atau maskapai penerbangan yang bersangkutan.
“Jangan hanya karena tak tahu terminal yang tepat, jadi ditolak waktu mau check-in, karena sudah terlambat. Kalau hanya harus menumpang pesawat berikutnya satu atau dua jam lagi tak mengapa, tapi kalau harus menunggu sampai keesokan harinya, tentu akan mengeluarkan lagi biaya hotel dan makan,” ujarnya.
Bagi Tan Cheng Kek, menjadi supir taxi bukan sekadar mengantar orang, tapi juga memberikan pelayanan yang terbaik. Mencoba membuat konsumen puas dengan layanannya. Salut!