Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Mobil dan ‘Kendaraan Politik’ Anas

1 Mei 2012   00:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:54 353 1

Hanya kejelian masyarakatlah yang menguak ‘Skandal Plat Nomor Palsu dan Ganda’ Anas Urbaningrum ke publik. Sulit memahami dengan akal yang sedikit jernih, bahwa tindak kriminal peristiwa plat nomor ganda dan palsu, atau kepalsuannya ganda itu, ditimpakan hanya ke sopir, ‘orang terkecil’ dalam susunan fungsional rumah-tangga. Tapi, publik mungkin ingin 'memaklumi' saja.

Di sini dan dini dijernihkan perihal mobil, ‘mobil politik’ dan ‘kendaraan politik’. ‘Mobil politik’ terkait dengan mobil-mobil yang berhubungan dengan urusan politik Anas. Sementara ‘kendaraan politik’ akhirnya digunakan, ketika dari kasus ‘mobil politik’ kijang KPU di tahun 2004 dikembalikan Anas.

Sekedar mengingatkan masyarakat, bahwa hubungan Anas dan mobil memang kurang harmonis. Tahun 2004, ketika Ketua Umum Partai Demokrat itu dulunya masih Wakil Ketua KPU, Anas memang sempat diributkan bersama sejumlah anggota KPU lainnya, terkait pemborosan anggaran Negara untuk fasilitas-fasilitas yang berlebihan.

Sejumlah anggota KPU ketika itu, langsung mengembalikan mobil atau menolak fasilitas mobil kijang. Tetapi, Anas terus didorong termasuk oleh rekan Chusnul Mar’iyah untuk tidak mengembalikannya. Namun, desakan yang demikian keras dari media dan publik, akhirnya mobil dinas KPU itu pun dikembalikan.

Mobil, 'Mobil Politik' dan ‘Kendaraan Politik’

Hubungan Anas dengan ‘mobil politik’ lain adalah ketika mantan bendahara Partai Demokrat M Nazarudin mengaku memberikan mobil Hummer kepada Anas sebagai pimpinan Demokrat. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Mubarok tak menyangkal koleganya Anas Urbaningrum, pernah dikirimi mobil Hummer oleh bekas Bendahara Umum Demokrat  Muhammad Nazaruddin. Tapi menurut Mubarok, tak lama kemudian mobil tersebut dikembalikan Anas ke Nazar.

"Mas Anas cerita ke saya, dia pinjam mobil ke Nazar. Tapi tahu-tahu dia dibelikan mobil yang dia enggak suka. Akhirnya mobil itu dia kembalikan karena dia (Anas) enggak mau," ungkap Mubarok kepada media, Rabu, 29 Februari 2012.

Meski begitu, Mubarok mengaku tak tahu detail peminjaman mobil tersebut. Namun, menurut pengakuan Anas padanya, pengembalian mobil itu disertai tanda bukti. "Tapi pengembalian itu katanya ada tanda buktinya," kata dia.

Nama Anas terkait mobil-mobil kembali muncul dalam sidang kasus suap Wisma Atlet. Ketika memberi kesaksian pada akhir Februari atas Nazaruddin, bekas sopir PT Anugerah Nusantara, Hidayat, mengaku pernah diperintahkan pegawai HRD bernama Baskoro, mengantar tiga mobil ke rumah Anas di Duren Sawit, Jakarta Timur. Tiga mobil adalah Toyota Alphard, Camry, dan Harrier.

Kesaksian sebagai alat bukti dan bukti hukum kendaraan-kendaraan itu kemudian tidak pernah menjadi bahan pendalaman hakim dalam perkara Nazarudin dan orang-orang yang disebut Nazarudin, termasuk nama Anas Urbaningrum. Anas mengatakan, “Semua itu bualan Nazarudin”.

‘Mobil politik’ dan ‘kendaraan politik’ Anas memang tampak ugal-ugalan dan dengan sengaja menyerempet bahaya. Menggunakan ‘kendaraan politik’ KPU untuk menduduki posisi kunci hingga puncak di Partai Demokrat sebenarnya, menabrak etika publik tentang independensi KPU. ‘Kendaraan politik’ yang dikendarai Anas kemudian ditumpangi rekannya di KPU Andi Nurpati masuk Partai Demokrat, konon kabar atas restu pendahulunya. ‘Politik cerdas’ Anas yang setinggi Tugu Monas itu, mempertontonkan dengan telanjang, bahwa Anda boleh melanggar apa saja di negeri ini, bila Anda memiliki kekuasaan dan uang, tak terkecuali mobil berplat standar ganda.

Etika politik dan etika publik dengan sengaja dan terang dilanggar. Gilanya lagi, para penegak hukum bangsa ini dengan ‘cerdas ala Anas’ menyamakan ‘etika dan etiket’, sehingga apa saja yang bergerak dan untuk kepentingan kekuasaan boleh dihalalkan. Atau, Anas memang ugal-ugalan dan bernyali ganda menyerempet bahaya di jalur politik. Juga, mobil-mobil dalam artinya yang sebenarnya. ‘Politik bodong’ memang biasa, tepatnya atau kebiasaan.

Kalau kasus plat ganda diserahkan kepada tanggung-jawab orang kecil si sopir. Mudah pula untuk menyerahkan Kasus Wisma Atlet dan Hambalang, kepada tanggung-jawab orang lain, Nasrudin dan bahkan kalau bisa isteri sendiri. ‘Kendaraan politik’ harus terus melaju. Di jalur politik, tidak ada polisionalnya. Semuanya (seolah) halal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun