Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Tentang Salim Hutajulu "Ini Aktivis Malari, Bukan Politisi FB, Bung!"

16 April 2012   03:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 1923 0

“Ini aktivis dan korban peristiwa Malari, bukan politisi facebook, Bung!” demikian celutukan seorang kerabat Salim Hutajulu, mengomentari pengguna jejaring sosial FB, saat kongkow bareng Salim Hutajulu dan kerabatnya memperingati HUT ke-62. Itu sisi lain Salimdi mata orang muda yang tidak pernah tahu atau lupa sejarah Peristiwa Malari 1974, salah tonggak perlawanan mahasiswa di bawah pemerintahan represif Orde Baru dan Presiden Soeharto.

Sejumlah tokoh dan aktivis semalam (Minggu, 15/4) hadir dalam acara HUT Salim yang nyaris berubah jadi nostalgia peristiwa Malari 1974, di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan. Tampak antara lain tokoh senior Rahman Tolleng, yang juga pendiri Partai Serikat Rakyat Independen (SRI). Selain Rahman, menyusul kemudian Hariman Siregar, praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis, mantan wartawan Tempo Linda Djalil dan teman alumni FISIP UI, dan kerabat lainnya.

“Salim bukan hanya aktivis dan korban peristiwa Malari 1974. Figur Salim konsisten dalam garis perjuangan terus-menerus demi mewujudkan sebuah pemerintahan RI yang kebijakan ekonominya pro rakyat. Sampai hari ini Salim masih terus berjuang. Lihat saja status facebook-nya,” ujar salah seorang kerabat yang mendapat sambut gelak-tawa hadirin.

Dalam kegiatan terakhir para aktivis mahasiswa bulan Maret 2012, yang menuntut agar Pemerintahan SBY tidak menaikkan harga BBM, ucapan-ucapan mantan Ketua Senat FISIP UI Salim Hutajulu dapat dianggap menghasut. Namun, mereka yang mengenalnya memaklumi kebebasan, ketulusan dan komitmen Salim. Salim masuk dalam jajaran orang yang menuntut Presiden SBY meletakkan jabatan.

Malari, Tonggak Perlawanan Mahasiswa

Dalam peristiwa Malari 1974 yang menuntut mundurnya Soeharto -  (meski akhirnya Soeharto baru mundur 24 tahun kemudian, atau Mei 1998),  Salim Hutajulu adalah salah satu mahasiswa yang  dituduh makar oleh pemerintahan Soeharto, dan mendekam di penjara selama 2 tahun 22 bulan.

Menurut sejarawan Asvi Warman Adam (Kompas, 16 Januari 2003), Peristiwa Malari adalah bentuk kekerasan terhadap warga yang hanya dapat dirasakan, tetapi tidak pernah diungkap tuntas. Dalam “Peristiwa Malari” atau Kasus 15 Januari 1974, tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 moto dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Tercatat juga bahwa, sebanyak 160 kilogram emas hilang dari sejumlah toko perhiasan.

Peristiwa Malari dipicu saat Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Namun, karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pagi, PM Jepang itu berangkat dari istana Bina Graha dihantar Presiden Soeharto dengan helikopter.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun