Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Beda Sekuler, Sekularisme dan Sekularisasi

13 Juli 2010   04:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:54 18412 1
Penggunaan kata dalam tatanan lisan maupun tulisan, dalam kamus hingga ensiklopedi sekalipun, tidak segera memberi pembedaan pada definisi dan berkembangnya pengertian sebuah kata atau konsep. Demikian halnya penggunaan kata "sekuler", "sekularisme" dan "sekularisasi", telah dipakai atas cara bertentangan, atau disamakan begitu saja pengertiannya, sehingga bahkan maksud baik yang sama sekalipun seolah bertentangan.

Singkat untuk menjelaskan bahwa sekuler adalah sebuah pengertian netral. Ia tidak terkait dengan paham, tetapi bermakna tanpa kualifikasi baik atau buruk, fundamentalis atau liberal. Kata "sekuler" berasal dari kata Latin "seculum" berarti "dunia", "bumi" kita berada. Kita kiranya sepakat, bahwa dunia dan bumi kita adalah tempat kita dilahirkan, dibesarkan dan akan dike-bumi-kan (dikubur). Dunia kita mengisi semua kita, sesama, manusia yang satu dan sama, dan karena itu, bumi adalah tempat yang "netral".

"Sekularisme" tidak identik dengan "sekuler". Sekularisme telah tumbuh dan berkembang sebagai suatu paham dan ideologi yang memisahkan diri sama sekali suatu bentuk keyakinan tertentu. Sekularisme lalu diidentikkan dengan "atheisme" karena tidak mengakui adanya "Yang Ilahi". Dunia ini dianggap tidak ada sangkut pautnya dengan apa pun. Karena itu, bahkan batasan atau definisi "sekularisme" berarti paham menolak mengakui adanya "Pencipta", "Dunia lain dari dunia ini". Dalam paham sekularisme -  karena tidak diakui adanya "Yang Ilahi" - sekularisme identik dengan atheisme.

Apa yang dimaksudkan "Sekularisasi"? Sekularisasi adalah gerakan atau reaksi wajar untuk menerima otonomi dunia di satu pihak, dan di lain pihak mengakui adanya eksistensi "Yang Ilahi" serta segala bentuk ajarannya. Sekularisasi bertolak belakang dengan sekularisme yang menyangkal eksistensi dan otonomi "Yang Ilahi".

Dalam gerakan sekularisasi, disadari bahwa di hadapan otonomi "Yang Ilahi" dan institusinya, dunia (sekuler) juga memiliki institusi dan hukum-hukumnya. Latarbelakang pemisahan Otonomi Dunia dan otonomi "Yang Ilahi" dan perangkatnya muncul dari kesadaran masyarakat setelah revolusi Perancis dan modernisme sendiri, bahwa wilayah rohani dan ajarannya tidak dapat melakukan "monopoli", antara lain misalnya, tafsir terhadap otonomi dunia, yang telah majemuk masyarakatnya. Atau secara positif dikatakan, agama (dan ajarannya) memiliki otonominya sendiri dan dunia (masyarakat luas) memiliki wilayah pergaulan yang khas, meskipun di dalam masing-masing pluralitas (kepelbagaian) masyarakat itu, terdapat antara lain orang-orang yang mengakui otonomi dan kekhasan agamanya.

Hasil dari kesadaran proses sekularisasi adalah pengakuan pluralitas masyarakat bukan sebatas pluralitas keyakinan, tetapi pelbagai pluralitas lainnya, terutaman pluralitas iman itu. Proses sekularisasi adalah penting bagi setiap institusi keagamaan sebagai kenisbian, agar masyarakat tidak hanya menerima dan melakukan monoloyalitas pada otonomi agama dan ajarannya (antara lain, berujung fundamentalisme), tetapi menerima dan mengakui otonomi dan eksistensi keyakinan lain dan institusinya, dalam dunia yang satu dan sama. Mereka bersama adalah penduduk "sekuler", tetapi memiliki keteguhan iman yang "sehat" dan berimbang, karena pengakuan akan adanya "sesama manusia", meski (atau terpaksa) berbeda keyakinan dogmatis keagamaan.

Dalam arti sedemikian, semua orang beragama menolak Sekularisme yang menyangkal otonomi agama dan dogmanya. Sementara, sekularisasi telah menjadi bagian dari kehidupan kita, suka tidak suka, menyangkal atau menolak, ketika menjadi kenisbian belaka, bahwa kita perduli dan mengakui eksistensi orang berbeda ideologi, terutama berbeda keyakinan akan Yang Ilahi. Karena, di dalam rumah kita, ada yang harus ke Masjid, ke Pura, atau ke Gereja. Dan mereka membangun persaudaraan sejati, yang dalam keyakinan (iman yang) inklusif terbuka, mereka adalah saudaraku. Itu hasil dari proses sekularisasi dan atau keyakinan iman dan ajaran agama inklusif yang menerima pluralitas masyarakat dan keyakinan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun