Ranah pribadi (private sphere) dan ranah public (public sphere) harus dibedakan secara tegas. Kalau dicampur-adukkan antara ruang publik dengan ruang privat, maka kita akan melakukan pelanggaran di wilayah ruang privat. Hal normatif-fundamental itu kembali ditekankan Prof. Thamrin Tomagola di sebuah stasiun TV Swasta, saat memberikan sikapnya terhadap berlanjutnya pro-kontra proses hukum atas mereka yang dianggap berada dalam RMA itu. "Apa yang ada dalam rekaman itu adalah apa yang disebut sebagaiĀ "improving your sex?". Tidak ada niat dari mereka yang dianggap ada di dalam rekaman itu untuk menyebarkan dan mendapat keuntungan!" demikian Prof. Tomagola di TV Swasta (Minggu, 27/06/2010).
Praktisi hukum Nasrullah kembali mengkritik sejawatnya Farhat Abbas yang tidak konsisten, karena mestinya setelah melaporkan dan menyerahkan kasus itu ke ranah hukum, tidak boleh memaksakan pengakuan dari mereka yang dianggap ada di dalam rekaman itu. "Dalam proses hukum hak seseorang untuk mengakui atau tidak mengakui suatu tindakan yang diduga ia lakukan. Tugas penyidik hingga hakim untuk menilai jawaban mereka yang diduga ada dalam rekaman itu", demikian Teuku Nasrullah.
Memang, tampak ada sedikit perbedaan antara Prof. Tomagola dengan Nasrullah tentang ruang privat dan ruang publik. Tetapi sebenarnya, keduanya tetap percaya pada suatu proses hukum yang bila dilakukan dengan profesional seharusnya berjalan di atas hal-hal fundamental. Seperti, "niat jahat" dari dua orang yang diduga pelaku penyebar. UU Pornografi, UU Infokom dan lain-lain harus hati-hati dipahami secara komprehensif. "Undang-Undang itu sendiri masih mengandung permasalahan dalam konsepnya", demikian Tomagola.