Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Esei: Al-Munafiqun

14 Juni 2010   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:33 333 0
Dalam dialog dengan Syarifuddin Gazal atau Ismaturophi, keduanya dosen di STAIN (dulu IAIN) berbeda kota (Syarif di Ternate, Ismaturophi di Ciputat-Jakarta) awal 1990-an, kami mendiskusikan atau mensharingkan sejumlah essensi keimanan. Esensi salah satu makna kata yang kami bahasa itulah “munafiqun”.

Bermakna amat luas bagi tidak hanya kelompok keyakinan, tapi bagi kemanusiaan dan kemaslahatan umum. Kata itu, “munāfiq” atau “munafik”, adalahkata benda dari bahasa Arab: منافق, plural munāfiqūn) adalah terminologi dalam keyakinan Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama namun sebenarnya tidak mengakuinya dalam hatinya.

Dalam pengertian itu, munafik dapat dipergunakan di ruang privat keyakinan Muslim, sementara implementasi sosialnya bermakna di ranah publik dan pranata sosial yang luas. Dalam Al Qur'an terminologi ini merujuk pada mereka yang tidak beriman namun berpura-pura beriman.

QS (63:1-3) (1) Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.(2)Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.(3)Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. Dalam Hadits, Nabi Muhammad SAW, dikatakan :"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila (saat) berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya" (HR. Bukhari dan Muslim'').

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun