Ketika gerakan pengumpulan Koin Cinta Bilqis itu berlangsung, beberapa kali putera-puteri kami malah yang mengingatkan kami untuk ikut mengumpulkan Koin cinta itu. Ke rekening cinta Bilqis, kami sepakat untuk menyumbang kelipatan 3 kali lima puluh ribu, sebagai koin dari ketiga putera-puteri kami ke rekening Bank yang dicantumkan.
Kedekatan pengalaman ketiga putera-puteri kami yang mengalami sakit kuning paska kelahiran, mendorong kesamaan perjalanan di awal kelahiran di muka bumi. Konon, sebagai orang awam, kita hanya diberi penjelasan singkat sederhana belaka, bahwa anak dengan golongan darah berbeda dengan ibu yang mengandungnya dan mengikuti golongan darah ayahnya yang berbeda menyebabkan anak akan mengalami "sakit kuning". Meski ketiganya bergolongan darah B mengikuti ayahnya, puteri ketiga kami sempat diinap lebih dari sepekan di RS St. Carolus sementara ibunya kembali ke rumah, karena kuningnya tak kunjung turun.
Mendengar adanya penyampaian keluarga, bahwa akan dibentuk Yayasan Sosial Bilqis untuk keperdulian sosial, termotivasi kita lebih pada aksi perduli sosial, bahwa Bilqis telah menjadi salah-satu patok bagaimana Koin cinta membawa anak-anak dan orang-tua, dari segala lapisan dan golongan, menyatu dalam aksi manusiawi dan bela-rasa yang tulus murni.
Itu bukan Sabtu kelabu, itu Sabtu cinta diabadikan bersama kepergian "Sang Peggerak Koin Cinta", ya Bilqis. "Selamat jalan, Bilqis. We love you forever!", ujar puteri bungsuku spontan.