Melintasi banyak pedesaan dengan sepeda motor bebek bekas merk Honda Astrea Prima, bisa jadi bukanlah hal yang luar biasa. Namun, bagaimana jika itu di gunakan oleh seorang wanita muda, berusia 20 tahunan, dengan jalan berlubang dan tentu saja belum beraspal dan selalu becek berlumpur ketika musim hujan tiba ? Jangan harap kendaraan bisa melaju tanpa guncangan dan terpeleset apalagi sekelas motor bebek. Masalah itupun masih belum cukup. Jarak antar rumah wargapun saling berjauhan dan sepi, karena itu juga rentan terjadi tindak kejahatan. Parahnya lagi, penerangan jalan juga masih minim. Jadi, bukan suatu keheranan, pekatnya malam seperti sebuah jelaga yang sulit di tembus cahaya meninggalkan rasa awas mencekam. Tidak bisa terbayangkan, jika terjadi kerusakan sepeda motor ataupun hal sepele seperti ban bocor atau kehabisan bensin dalam perjalanan.
Tapi, dengan situasi dan keadaan infrastruktur yang tidak mendukung seperti itu, bahkan harus melaluinya hampir satu jam berkendara, tidak meluluhkan tekad Rusmawati muda untuk berjuang mewujudkan kepedulian dan mimpinya. Peristiwa pengalaman hidup dari seorang wanita muda itu terjadi sekitar tahun 1998-1999 di desa Sialang Buah, Deli Serdang , Propinsi Sumatera Utara, ketika untuk pertama kalinya mengawali berdirinya Sanggar Belajar Anak ( SBA) yang kini lebih familiar di sebut dengan Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ).
KEMBALI KE ARTIKEL