Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Bisnis 'Esek-esek' Polisi

3 Januari 2013   20:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:33 1553 2
Saya ingin cerita pengalaman saya membayar pajak kendaraan bermotor di Kantor Samsat Karanganyar Surakarta. Hari Kamis Tanggal 03-01-2012 saya datang ke kantor Samsat Karanganyar untuk membayar pajak 2 motor saya. Yang satu sudah telat seminggu, sehingga harus kena denda, dan yang satu tgl habis pajak akhir bulan Januari 2013. Saya memang selalu membayar pajak 2 motor saya tsb secara bersamaan. Efisien waktu meski sekarang waktu antrian sebetulnya juga tidak terlalu lama, kurang lebih 1 jam an.

Dua motor saya tersebut saya beli hampir bersamaan sehingga pajaknya nyaris bersamaan dan saat ganti plat nomor juga bersamaan. Penggantian plat nomor 2 motor saya ini adalah yang pertama kali.

Seperti biasa, pertama kali saya datangi tempat fotocopy untuk copy KTP dan STNK. Karena ganti plat nomor, maka saya kemudian datang ke ruang cek fisik. Di sini saya diberikan kertas 'esek-esek' untuk verifikasi nomor body kendaraan dan mesin kendaraan. Karena saya pajak 2 motor maka saya diberi 2 lembar kertas 'esek-esek'. Kemudian petugas (berseragam bebas), sebut saja pak X, menyampaikan biaya penggantian kertas 'esek-esek' per lembarnya Rp 15.000 sehingga saya harus membayar Rp 30.000. Saya bayar. Tetapi karena tidak ada tanda terima saya pun menanyakan. Pak X berkelit bahwa ketentuannya seperti itu. Saya bilang di Samsat lain kertas 'esek-esek' itu tidak bayar. Seingat saya di Samsat tsb, 5 tahun yang lalu kertas 'esek-esek' tidak kena biaya. PakX kemudian menyarankan supaya saya mengesek mesin dan bodi kendaraan itu dulu.

'Motornya diesek dulu aja mas,' katanya. Saya tahu dia tidak dapat menjawab pertanyaan saya. Sementara seorang Polisi , sebut saja Pak A, di depan loket sibuk nyetempel pura-pura tidak dengar. Saya pun lalu meng-'esek' ke dua motor saya. Saya harus bolak balik ke rumah yang tidak terlalu jauh dari Kantor Samsat.

Setelah selesai saya kembali ke Samsat ke ruang verifikasi tadi. Ke 2 kertas esek saya sukses diverifikasi oleh Pak Polisi yang tadi tidak ada disitu , sebut saja Pak B, sementara polisi Pak A masih di tempat semula melayani yang lain. Saya lalu masuk ke ruang yang memang tidak terlalu besar itu, mendekat ke Pak B.

"Pak, kertas esek ini harusnya tidak bayar," kata saya pelan.

Pak B sempat sedikit terkejut. Sesaat melirik saya. "Terus mas maunya gimana?" dia balik nanya.

"Saya mau uang saya Rp 30.000 kembali," kata saya.

"O gitu ya?"

"Ya."

Dia kemudian memerintahkan Pak X yang duduk di belakangnya mengembalikan uang saya Rp 30.ooo. Uang itu disteples menyatu dengan berkas saya dan dilipat.

"Ok sip..." kata Pak B sambil menyerahkan berkas plus uang. Mungkin beberapa orang yang antri di depan loket juga tidak tahu kalau ada saya barusan protes uang kertas 'esek-esek' dan uangnya dikembalikan.

Saya sengaja tidak protes teriak-teriak. Saya gak mau sok jagoan. Sok anti pungli. Saya malas ribut-ribut. Seorang pembayar kertas 'esek' lain yang sempat saya provokasi untuk minta uangnya kembali jawabnya simpel,"Diikhlaskan mas. Nggak berani."

Saya yakin praktek pungli semacam itu terjadi di Samsat lain di Indonesia. Saya yakin, pimpinan 'meresetui' praktek semacam itu, seperti pungli di pengurusan SIM dan lainnya. Saya yakin pejabat eksekutif dan legislatif juga tahu adanya praktek semacam itu. Saya yakin di instansi lain pun terjadi hal yang sama, pengurusan paspor, sertifikat dll.

Barangkali satu dari pembaca Kompasiana adalah anggota IPW sehingga dapat menindaklanjuti hal ini. Saya kira seruan atau teguran dari IPW teramat sangat lebih efektif dibanding kalau saya teriak-teriak sama Petugas yang juga cuma disuruh atasannya. Korupsi sistematis. Pungli sistematis. Maka saya pesimistis kasus pungli dan korupsi besar dibongkar. Yang 'ecek-ecek', remeh temeh aja prakteknya merajalela. Padahal kalau dipikir, penghasilan petugas/polisi itu saya yakin lebih dari cukup dibanding dari kebanyakan masyarakat Indonesia.

Jadi, kalau pembaca membayar pajak kendaraan dan disuruh bayar kertas 'esek-esek' dan ingin hemat, bisa meniru apa yang saya lakukan. Rp 15.000 atau Rp 30.000 lumayan buat sarapan. Begitu. Selamat ber'esek-esel'.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun