Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak inheren kita sebagai manusia. HAM bukan pemberian siapapun, namun melekat di dalam diri setiap manusia tanpa terkecuali. Di Indonesia, peristiwa-peristiwa sejarah terus berkontribusi dalam perkembangan pemahaman dan penegakan HAM. Terlebih dalam periode pemerintahan Orde Baru (tahun 1966-1998), rezim otoriter Soeharto yang tidak menghormati HAM melahirkan beragam tragedi yang berdampak nyata sampai hari ini. Salah satunya adalah penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998.
Peristiwa 1998 ini menjadi momentum penting bagi sebuah bangsa yang baru merdeka dalam memperkuat kesadaran dan penegakan HAM-nya. Berangkat dari peristiwa ini, Indonesia menjadi semakin mempertegas proteksinya terhadap hak asasi masyarakat; muncul kesetaraan hak-hak warga negara, perlindungan terhadap kaum minoritas, dan kebebasan berpendapat. Dengan demikian, kebebasan berdemokrasi dan berekspresi yang kita rasakan hari ini dibayar mahal oleh sejarah yang dilalui bangsa, yaitu penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998.
Historical Facts
Peristiwa tersebut tidak lepas dari continuum sejarah Gerakan Mahasiswa (GERMAS) sejak tahun 1990-an awal. "Kediktatoran" Orde Baru -- demikian para aktivis menjulukinya -- terus berupaya mempertahankan kekokohan jabatan mereka dengan mengontrol kebebasan berpendapat dan berdemokrasi. Suara kritis dibungkam, pendapat public dikendalikan, dan kampus hanya menjadi tempat belajar yang buta politik. Mahasiswa tidak tinggal diam, mereka terus membaca sejarah dan berdiskusi dengan senior 'angkatan terdahulu' mereka untuk memperoleh perspektif-perspektif yang kritis. Alhasil, mereka melakukan pergerakan-pergerakan yang datang dari segala penjuru negeri.
Presiden Soeharto melihat pergerakan ini sebagai sesuatu yang berbahaya dan dapat berujung pada insurjensi. Menurut hasil rapat yang diadakan beliau, terbitlah perintah "pengamanan" terhadap gerakan mahasiswa ini.Â