Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Alfonsa Horeng, Duta Tenun Ikat dari Nusa Nipa (Flores)-Indonesia

24 Mei 2013   02:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:07 1453 2

Saat Maestra Alfonsa memperkenalkan Tenun Ikat Flores di Peru banyak orang berpikir bahwa tenunan seperti ini juga ditemukan di Peru. Tetapi setelah mereka dengar dan menyaksikan sendiri proses pembuatannya mereka akhirnya tahu bahwa mungkin motifnya hampir sama, tetapi proses, nilai dan fungsi sosial kain tenun NTT sangat berbeda dengan apa yang mereka lakukan.

Misalnya saja, Tenun Ikat Flores ini dibuat dalam 45 langkah. Bahan dasar utamanya adalah kapas (algodón). Sementara di Peru bahan dasar utamanya adalah bulu dari binatang llama atau yang dikenal dengan sebutan alpaca. Kapas sangat cocok di Indonesia karena daerahnya panas sementara bulu alpaca cocoknya untuk daerah dingin, sehingga banyak digunakan oleh masyarakat asli di Pegunungan Andes seperti Cusco. Bahan pewarnanya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitar rumah atau kebun di kampung mereka di Flores. Para Ibu di Flores mengetahui dengan pasti pigmen warna di setiap tumbuhan atau pohon yang mereka ambil untuk menghasilkan warna. Mereka mengambil daun, batang atau akar tanaman, lalu diekstraksi dengan cara dimasak atau fermentasi dll. Lalu muncullah warna yang diinginkan. Hal yang unik dari Tenun Ikat, khususnya di Maumere, adalah metode pembuatannya dengan mengikat. Nampaknya metode ini hanya ada di Maumere Flores. Sehingga menghasilkan berbagai motif khas yang diinginkan.

Untuk menghasilkan sebuah kain tenun ikat dibutuhkan maksimal 9 bulan. Sebuah proses yang cukup lama. Proses pembuatan “karya seni” (obra de arte) ini memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi bagi para perempuan di NTT. Mereka harus bangun pagi-pagi untuk memulai tenun sebelum menyiapkan makanan pagi dan pergi ke kebun. Setelah itu waktu luang mereka juga digunakan untuk menenun. Kesabaran dan ketekunan menjadi semangat dasar perempuan NTT untuk menghasilkan karya seni ini. Tidak hanya itu pengetahuan kognitif bagaimana menuangkan motif yang ada dalam pikiran mereka diatas ikatan dan sambungan-sambungan benang merupakan karya seni tingkat tinggi. Mereka tidak butuh kertas untuk menggambarnya. Mereka harus memikirkannya di kepala mereka dan langsung membuatnya diatas benang-benang yang mereka kaitkan. Sebuah ketelitian tingkat tinggi. Karena kalau salah menyambung pasti motifnya salah.

Simbol kedewasaan perempuan di Flores dulu adalah keberhasilan mereka menenun. Kesabaran, ketekunan, ketelitian, kecekatan dan kepintaran yang mereka alami dalam pembuatan kain tenun menjadi sekolah yang menghantar mereka menuju kedewasaan. Kalau seorang pria datang meminang seorang perempuan, pihak perempuan akan memberikan kain hasil tenunannya dan makanan yang lezat kepada pihak laki-laki. Dan setelah menikah, mereka terus menjalankan profesi ini dengan tekun.

Bu Alfonsa Horeng yang mempromosikan Tenun Ikat NTT sudah melanglang buana ke penjuru dunia sambil membawa hasil karya para ibu di NTT. Promosi di tingkat internasional tidak hanya untuk menjual hasil karya seni mereka tetapi juga menjadi ajang untuk menghargai “obra de arte” yang begitu tinggi. Tidak mengherankan banyak mahasiswa atau orang asing yang ke Flores untuk meneliti proses pembuatan Tenun Ikat ini. Kali ini Bu Alfonsa Horeng melanglang buana di Amerika Latin (Chile, Peru, Panama, Mexico, Kuba dan Ekuador)  untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia yang begitu besar juga memiliki karya seni tinggi yang para artisnya adalah para perempuan atau ibu yang tinggal di kampung-kampung di NTT. Gracias Alfonsa Horeng, Ratu Tenun Ikat Nusa Nipa, NTT.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun