Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Punya Anak Bisa Membuatmu Tertekan Bahkan Gila!

20 Maret 2014   14:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:43 275 0
Sepekan lalu  ketika berbincang bincang dengan seorang sahabat bule' yang memilih untuk tidak punya anak, dia mengatakan satu pernyataan "keras" yang membuat saya lama merenung, tapi kemudian harus mengakui bahwa ada kebenaran dibalik kalimatnya.

"Hanya orang gila yang mau punya anak!". Nanceeeppp!.

Untung saja tuna sandwich yang sedang saya gigit sudah habis dikunyah dan ditelan dengan baik. Kalimatnya ini benar benar membuat saya hampir tersedak dan mata saya dengan ukuran pas-pasan kalau tidak mau dibilang sipit, mendadak belo' dan membesar dengan tidak begitu indah.

Si bule menawan ini kemudian menjelaskan dengan lebih detil beberapa alasan kuat mengapa secara pribadi dia memilih untuk tidak punya anak, dan menganggap hanya orang "korslet" yang berani nekat beranak pinak.

- Punya anak merusak tubuh indah wanita. Mau tidak mau saya harus mengangguk terpaksa setuju.... Terbayang dulu kulit perut saya yang bebas stretch marks bak sutra halus mulus tanpa cacat. Hmmm.. well... setelah tiga anak kemudian, sepertinya yang mulus tadi sudah berubah sedikit menjadi garis garis halus.

Pada saat yang sama terbayang ketiga wajah anak saya yang lucu, sehat dan luar biasa menggemaskan. Saya kemudian mengatakan kepada sahabat bule ini...." gak apalah tubuh saya tidak seindah dulu lagi, tapi toh kalau harus saya lakukan lagi.... saya tetap memilih punya anak meski perut tidak semulus dulu lagi."

- Punya anak merusak liburan dan banyak petualangan hebat yang tidak bisa lagi dilakukan. Duh, mau gak mau saya terpaksa mengangguk angguk lagi. Jujur bagi mereka yang senang berpetualang dan suka dengan kejutan hidup, begitu punya anak semuanya jadi berubah.

Terbayang ketika ketiga anak saya masih kecil, rasanya paling malas diajak liburan bahkan week-end keluar kota. Membayangkan tentengan dan peralatan bayi yang harus dibawa, sudah cukup membuat saya "mati seks!".

Pujian dan kekaguman luar biasa untuk suami saya yang bisa begitu sabar dan telaten bolak balik mengganti baju yang sudah dipakaikan, hanya karena si kecil tidak suka dengan motif beruang, dan lebih suka dengan Mickey mouse.  Tangan saya malahan sudah gemas ingin mencubit dan bukannya mengobok obok lagi isi tas mencari si Mickey yang nyungsep diantara lusinan pampers.

- Punya anak merusak hobby dan kesenangan pribadi lainnya. Ya iya-lah, dengan terpaksa juga saya mengangguk angguk lagi. Terbayang hobby mengoleksi perfume dan jam tangan, yang sejenak harus berhenti total karena hitungan beli susu dan pampers sudah mencekik seluruh saldo tabungan.

- Punya anak merusak fantasi liar seks suami istri. Duh... mau tidak mau terpaksa mengangguk lagi deh.

Saya teringat kisah seorang sahabat lainnya yang senang mendengar istrinya menjerit jerit selagi ML, begitu punya anak tentu saja hal hal seperti ini harus tergusur sementara, kalau tidak ingin mendengar pagi harinya anak anak berkisah ke oma-opanya tadi malam Mom and Dad saling mencekik dan pukul pukulan.

Masih sederet lagi alasan si bule yang terus nyerocos dengan lancarnya mengapa dia menganggap hanya orang tidak waras yang mau punya anak dan merusak "hidup" yang tenang dan terencana indah.

Maaf, bagi sahabat kompasianer orang Indonesia yang membaca ini,  mungkin banyak yang menganggap si bule gila dan keterlaluan serta egois. Saya yang benar benar produk campuran budaya Timur dan Barat, harus dengan jujur mengatakan bahwa apa yang dikatakan sahabat bule saya mengandung kebenaran. Jika dilihat dari sisi dia berdiri dan memandang...

Di televisi belakangan ini kita dikejutkan dengan peristiwa sadis penyiksaan anak anak di panti asuhan, dan anak kecil yang disiksa oleh pacar ibunya, sampai kemaluannya "dirusak" sedemikian rupa.

Maka lewat artikel ini saya ingin mengatakan bahwa tolong pikir kembali baik baik sebelum memutuskan untuk punya anak. Menikah tidak harus otomatis punya anak. Memiliki anak adalah pilihan yang disepakati sepasang suami istri dewasa , dan siap dengan segala resiko tidak enaknya seperti paparan si bule diatas.

Bagi pasangan yang merasa tidak siap untuk melepaskan semua kesenangan dan kegairahan masa muda, dan terganggu dengan rengekan dan jeritan anak kecil yang memang mengganggu, maka jangan punya anak!. Dunia sudah  over populated kok!. Anggaplah anda ikut menyukseskan pogram keluarga berencana yang gencar dicanangkan pemerintah.

Daripada punya anak kemudian tidak punya waktu untuk mengurus dan mendidik mereka, jauh lebih baik lanjutkan saja menikmati kesenangan hidup berdua tanpa gangguan. Masyarakat kita banyak yang langsung menuding pasangan seperti ini sebagai orang egois. Lho, egois bagi siapa? Mereka yang memutuskan tidak punya anak, tidak merugikan siapapun.

Justru orang tua yang memilih untuk punya anak tapi kemudian selalu menyalahkan guru, sekolah, sistem pemerintah, narkoba, dan pergaulan bebas atas kegagalan anaknya adalah maaf, bagi saya orang dewasa "gila" yang tidak layak jadi orang tua.

Yang mendidik, melahirkan, membesarkan anak anda adalah anda sendiri. Kalau kemudian anak anda berantakan, maka tidak perlu jauh jauh mencari sumber kesalahannya. You only need to look at yourself.

Sambil mengunyah perlahan sisa sandwich, saya mengatakan dengan lembut kepada sahabat bule ini..." memang hanya orang gila sepertinya yang mau kehilangan seluruh kesenangan dan kegairahan yang kamu katakan tadi, dan menukarnya dengan malam malam panjang tanpa tidur dan popok bayi basah. Tapi ada juga kebahagiaan yang tidak mungkin dijelaskan kepada mereka yang tidak punya anak, betapa surga itu terasa begitu dekat, ketika mendengar celotehan polos anak anak mengatkan, "Mom, you are prettier than Miss Universe."

Terbayang adegan kecil ini lima belas tahun yang lalu, keluar dari mulut Russell si sulung, tepat ketika rambut saya sedang awut awutan, satu tangan memegang panci, dan daster yang dikenakan rasanya mengeluarkan aroma keringat dan sedikit bau pesing bekas ompolan. But somehow.... I did feel wonderful.

I love you kids!. Thank you for making me beautiful.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun