Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mengelus Nyali Tumpul Pimpinan DPRD Riau

20 Oktober 2012   19:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 228 0
*Pembiaran secara sistemik

Peran pimpinan DPRD Riau dalam mendukung pemberantasan korupsi di ranah melayu-Riau, layaknya gerakan tari tradisional yang dibawakan tiga dara di atas panggung.Lemah gemulai, rentak mengayun dan penuh ekspresi senyum.

Ketiganya sama sekali tidak peduli, apakah pemukul kompang,pemetik gambus dan pemain biola,  yang mengiring rempak irama mereka menari, tengah diterpa prahara hukum dengan judul cover 'terdakwa pidana khusus--korupsi'.

Sebelumnya secara resmi ada lima orang pimpinan DPRD yang bekerja di atas pangung politik di bawah atap gedung Lancang Kuning.Struktur bagan dengan formasi 1 unsur ketua, tiga wakil ketua dan Sekretaris Dewan (sekwan).

Sejak mengapungnya korupsi revisi Peraturan Daerah (Perda) No.6/2010 tentang pembangunan lapangan menembak PON ke 18 di Riau tahun 2012, formatur pimpinan DPRD Riau akhirnya berkurang satu.

Kursi wakil ketua yang biasa diduduki politisi Partai Amanat Nasional, Taufan Andoso Yakin, kini dibiarkan menjadi bangku kosong.

Sementara sang wakil ketua hingga berakhirnya lebaran Idul Adha 1433 H ini diperkirakan akan tetap masih mendekam di rumah tahanan titipan KPK di Jakarta.

Mantan calon wakil gubernur periode 2008-2013 itu diduga KPK secara sah dan terbukti memperkaya diri sendiri dan orang lain atas delik korupsi suap revisi Perda No.6/2010.

Sebelum Taufan berada dibalik jeruji, dua anggota DPRD Riau yakni Faisal Azwan dan M Dunir terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.Keduanya tertangkap tangan oleh penyidik KPK saat akan sedang menerima suap.

Saat itu juga dua politisi muda pilihan rakyat di pemilu legislatif 2009-2014 ini ditahan dan dibebas tugaskan dari aktivitas legislasi, budjeting dan pengawasan APBD Provinsi Riau.

Hingga KPK meningkatkan status tiga anggota DPRD Riau ini dari tersangka menjadi terdakwa, empat pimpinan tetap menari dengan senyum tersunging tanpa ada rasa malu.Dengan ragam dalih politis, mereka terus melakukan pembiaran terkait status terdakwa yang disandang anggota DPRD.

Ketua DPRD, Sekwan dan diketahui wakil pimpinan lain tersirat tidak mau ambil pusing dengan status terdakwa anggota dewan.Di luar kasus korupsi suap revisi Perda No.6/2010, ada juga anggota DPRD Riau yang sudah jauh hari sudah menyandang status terdakwa.

Seperti perkara hukum yang dilalui Tengku Azuwir (TA), anggota DPRD Riau daerah pemilihan Rokan Hilir-Rokan Hulu dari partai Demokrat.Setelah melewati lika liku perjalanan pemeriksaan dan penyidikan yang panjang, mulai dari Mabes Polri, Polda Riau, Pengadilan Negeri (PN) Pasipangaraian, Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru, Mahkamah Agung dan bermuara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

TA ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin genset APBD Kabupaten Rokan Hulu tahun 2006.KPK mengendus telah terjadi kerugian lumbung kas negara sebesar Rp7 miliar dalam kasus ini.

Kabar kekinian yang disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Babul Khoir melalui media massa lokal-Pekanbaru, kasasi yang diajukan terdakwa TA ditolak Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu.

Bila dalam dua pekan sejak salinan putusan penolakan kasasi sampai ditangan terdakwa dan kemudian terdakwa dengan penasihat hukumnya tidak melayangkan sangahan, maka Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru bersama PN Pasirpangaraian wajib melakukan eksekusi terhadap terdakwa TA.

Dalam perkara TA, pimpinan DPRD Riau selalu berlindung dibalik sepucuk surat salinan putusan inkrah dari Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.Mereka juga ogah menunaikan aturan dan perundang-undangan terkait susunan dan kedudukan anggota dewan.

TA secara resmi menyandang status terdakwa pada September 2011.Meski demikian Ketua DPRD dan Sekwan tetap saja memperlakukan TA sebagaimana anggota lainnya yang notabene tidak tersandung kasus hukum.

Hingga September 2012, Ketua DPRD dan sekwan diduga belum pernah melayangkan surat pemberitahuan kepada Gubernur Riau dan Mendagri terkait status terdakwa sebagaimana diatur oleh undang-undang.Keduanya selalu berkilah dan mengelak bila ditanya soal status terdakwa anggota DPRD itu.

Kadang kala, keduanya bersembunyi dari kasus ini dan menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga hukum atau organisasi politik partai bersangkutan.Menilik sekilas kamar politik DPD Demokrat Riau dibawah nahkoda HR Mambang Mit khususnya dalam menyikapi aib yang mendera kadernya, ternyata tidak selebay yang dikiaskan orang-orang lewat beragam teori dan analisa politik di media massa lokal.

Seperti munculnya opini yang digelindingkan bak bola salju dengan mainstream Ketua DPD Demokrat Riau tak bernyali terhadap kadernya yang koruptor.Lebih sembilu lagi dengan sebutan Ketua Demokrat Riau lindungi kader koruptor.

Insting politik dari peluncur opinion maker kepada Mambang Mit terkait kader bermasalah ternyata meleset 180 derajat.Secara kelembagaan, Partai Demokrat Riau sudah pernah menyurati Pengadilan Tinggi Pekanbaru untuk meminta salinan putusan inkrah dari MA terkait penolakan kasasi atas terdakwa TA.

Surat tersebut kemudian ditembuskan oleh PT Pekanbaru ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru.Sepucuk surat itu setidaknya sudah membuktikan bila partai sudah proaktif mengikuti prosedur hukum demi kelangsungan mesin organisasi politik.

Sikap proaktif itu lah yang belum terlihat dari pimpinan DPRD Riau.Show must goon.Pimpinan lagi-lagi tak mau memikirkan apalagi meminta petunjuk atawa melaporkan status terdakwa yang sudah disematkan oleh lembaga hukum di negeri ini.

Sesuai UU 27 Tahun 2009 tentang Susduk, pasal 339 ayat 1 huruf b menyebutkan anggota DPRD Provinsi diberhentikan karena menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.

Diperkuat oleh PP No 16 tahun 2010, pasal 110 ayat 1 huruf b yang menyebutkan hal sama.Dalam ayat 2 disebutkan dengan tegas pemberhentian diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Mendagri melalui Gubernur.

Dalam ayat 3, apabila setelah 7 hari sejak anggota DPRD Provinsi ditetapkan sebagai terdakwa sebagaimana dimaksud ayat 1, pimpinan DPRD Provinsi tidak mengusulkan pemberhentian sebagaimana ayat 2, maka Sekretaris Dewan (Sekwan) dapat melaporkan status anggota DPRD Provinsi yang bersangkutan kepada gubernur/mendagri.

Hal ini terkait dengan fasilitas yang diperoleh anggota DPRD berstatus terdakwa tidak boleh lagi menerima fasilitas penuh.

Ia hanya boleh menerima uang representatif, tunjangan kesehatan dan tunjangan beras.Selain itu tidak diperbolehkan lagi.Jika yang bersangkutan masih menerima maka telah terjadi tindak pidana lainnya.

Itu lah undang-undang yang menjadi sampul album korupsi TA dan anggota DPRD Riau lainnya.Bukan rekaan atau analisa politik dadakan demi kepentingan kelompok.Muncul satu dari ragam pertanyaan, ada apakah dengan Pimpinan DPRD Riau sehingga mengabaikan UU dan melakukan pembiaran secara sitemik terhadap sejumlah anggota dewan yang secara sah sudah disematkan status terdakwa.....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun