Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Terima Kasih...Pak JK!!!

21 Oktober 2009   18:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:34 1937 0
Muhammad Jusul Kalla, pria kelahiran Bone yang terkenal dengan sebutan JK ini adalah sosok yang bekerja.

Namun itu tak membuatnya memperoleh suara yang cukup untuk mengungguli kontestan pemilu presiden lainnya.

Berdasarkan hitung cepat yang dilakukan berbagai lembaga survei, pasangan JK Wiranto berada di urutan ketiga tak beranjak dari nomor urutnya.

Kesaksian tokoh-tokoh semisal Syamsul Maarif, Kwik Kian Gie, Solikin GP dan lainnya tak mampu mengangkat pamor JK.

Padahal selama ini tokoh-tokoh yang selama ini dikenal menyuarakan demokrasi dan berpihak rakyat. Bahkan iklan yang sangat unik dari Sujiwo Tejo yang bersumpah atas nama ibunya pun, tak meyakinkan rakyat Indonesia untuk memilihnya menjadi presiden Indonesia mendatang.

Saya suka gaya JK. Oleh sebab itu saya pernah bermimpi, jika JK-Wiranto menang. Gaya bicaranya taktis tak bertele-tele. Lugas tanpa bahasa yang sulit muluk hingga sulit dimengerti.

Intonasi bicaranya cair dan tak membosankan diselingi humor-humor segar yang mencerahkan. Tidak kaku dan normatif. Pragmatis dan cepat mengambil sikap bebas dari rasa ragu dan banyak pertimbangan.

Berani mengambil resiko di setiap tindakan meskipun tak populer di mata rakyat. Ini mungkin saja dipengaruhi latar belakang pengusaha yang selama ini digeluti sebelum menjadi pejabat negara. Sesuai dengan motto kampanyenya, lebih cepat lebih baik.

Saya tidak akan menuliskan betapa berjasanya JK terhadap negeri ini. Toh, tokoh-tokoh diatas pun tak mampu meyakinkan rakyat Indonesia bahwa JK adalah orang yang layak menjadi presiden yang akan mengangkat kemandirian bangsa.

Saya hanya ingin katakan, ternyata rakyat Indonesia tak mempercayakan orang seperti JK menjadi pemimpin tertinggi negeri ini. Presiden Indonesia tetap harus terkesan “jawa”.

Citranya harus lemah lembut, sopan santun, tutur katanya tertata plus terkesan teraniaya. Terkesan good looking, terkontrol emosinya dan sabar. Sekali lagi, itulah citra yang diinginkan. Dan sayangnya JK tidak mencitrakan itu semua.

Saya melalui blog sederhana ini ingin mengucapkan, “terima kasih, Pak JK!”. Mungkin sampeyan heran, mengapa saya mengucapkan ini. Saya tak ada hubungan apa-apa dengannya.

Kenal saja juga tidak. Saya juga tak pernah menerima bantuan langsung tunai. Saya juga bukan orang Poso, Ambon, Aceh atau daerah lain yang pernah mendapat sentuhan tangannya untuk mengenyam damai dari konflik. Saya tak mempunyai pom bensin yang menerima untung dari kenaikan harga BBM. Dan pastinya saya bukan kolega atau kroninya.

Ucapan terima kasih kepada JK saya sampaikan karena JK telah memberikan warna tersendiri bagi negeri ini. Terakhir berkaitan dengan proses demokrasi dan pemilu Indonesia.

JK mewujudkan mimpi konstitusi negeri bahwa setiap warga negara berhak mencalonkan menjadi presiden. Mematahkan mitos bahwa presiden Indonesia harus orang jawa.

Memang mitos ini belum sepenuhnya hilang. Karena ternyata JK juga tidak berhasil menjadi presiden. Namun keberaniannya mencalonkan diri sebagai presiden itu sesuatu yang luar biasa. Apalagi mengingat hegemoni hasil survei bahwa SBY tak akan terkalahkan.

Proses pencalonannya pun sangat menarik. Penampilannya dalam debat presiden pun menjadi bumbu yang menyedapkan dan menyegarkan suguhan tontonan debat itu.

Jawaban terhadap pertanyaan yang dilontarkan panelis pun dijawab dengan taktis dan pragamatis. Konon, tengah citra pejabat negara dan pegawai negeri sipil yang birokratis, JK adalah pejabat yang tidak birokratis, protokoler dan selalu mengambil keputusan disaat dibutuhkan.

Dan saya salut kepada JK karena kenegawarannya. Tak menunggu lama setelah pemungutan suara, tanpa menunggu sampai hasil perhitungan KPU, JK menelepon SBY untuk menyampaikan ucapan selamat.

Adegan ini menjadi headline berbagai media cetak dan elektronik. Sungguh ini sikap kedewasaan berpolitik seorang JK. Saya memang tak yakin bahwa JK mampu memenangi pilpres tahun ini. Saya berharap JK masuk putaran kedua.

Tetapi saya tak menyangka suara JK begitu jauh tertinggal oleh kontestan lainnya. Tetapi JK telah menunjukan budaya keteladanan yang patut dicontoh oleh para polikus lainnya.

Satu hal yang saya catat dari beberapa pengamat bahwa pemilih JK-Wiranto terbanyak adalah pemilih rasional dengan tingkat pemahaman politik diatas rata-rata awam. Yang secara obyektif memilih berdasarkan kualitas dan kinerja calon presiden.

Pemilih swing voter yang tidak memilih hingga hari pencontrengan, karena memilih dan memilah yang terbaik dari para kontestan. Kinerja yang baik, penampilan menonjol di debat capres dan iklan politik yang unik tak menjadikan citra JK naik hingga terpilih menjadi presiden.

Barangkali sebagian besar rakyat Indonesia sudah mempunyai calon presiden pilihan jauh sebelum masa kampanye berlangsung. Dan pilihannya tetap tak terpengaruh oleh situasi terakhir menjelang pencontrengan.

Perhitungan KPU memang belum selesai. Tetapi rasanya Indonesia sudah memiliki presiden baru yang lama. Dan sang presiden telah menunjukan jati diri sebenarnya seakan-akan telah menjadi presiden lagi.

Sementara JK seperti yang pernah dia ungkapkan terakhir debat capres, mungkin dia akan pulang kampung dan mengurus mushola. Andai JK benar pulang kampung, tak kembali ke dunia hiruk pikuk politik, JK tetap memberi kesan mendalam di hati seorang amat biasa seperti saya.

Sehingga sekali lagi saya mengucapkan, “terima kasih, Pak JK!”. Anda telah mencerahkan warna Indonesia dengan gaya, ucapakan dan tindakan yang lugas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun