Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Mancing Ikan di Waduk Pluit Harus Bayar?

9 Februari 2014   03:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:01 333 0

Saya sempat mampir di waduk pluit beberapa waktu lalu sebelum musim penghujan. Suasananya memang jauh berubah dibanding sebelum dinormalisasi. Saya tidak bermaksud memuji lagi upaya serius Jokowi-Ahok yang membuat waduk ini benar-benar bersalin rupa, nanti pembaca urung melanjutkan bacaannya sambil ngedumel, Jokowi lagi.. Jokowi lagi.

Saya tergoda melihat air waduk yang nampak mulai ‘beradab’. Maksudnya tanaman eceng gondok tak lagi jadi pemandangan utama apalagi sampah. Saya terkenang kejadian suatu pagi hari Minggu di sebuah kota kecil bernama Stirling, nun jauh di daratan Inggris Raya sana.

Setelah berhasil membeli sebuah pancing bekas di sebuah Car Boot Sale, pasar kaget yang menjual barang bekas di sebuah lapangan terbuka, saya memutuskan untuk pergi memancing di sebuah danau kecil tak jauh dari asrama tempat tinggal saya. Singkat cerita, setiba di tepi danau, saya mengambil posisi yang enak di bawah sebuah pohon oak muda, cukup untuk bernaung, meski sebenarnya mentari tak bersinar terik dan udara cukup sejuk dengan suhu sekitar 25 derajat celcius. Seorang lelaki yang sudah cukup berumur dengan penutup kepala ponco melemparkan senyum ke saya sembari mengangguk. Suatu keramahtamahan khas orang Skotlandia yang membuat pendatang seperti saya betah tinggal.

Berselang beberapa saat setelah saya melempar mata pancing, pria paruh baya yang tadi tersenyum ke saya, mengatakan sesuatu sambil memperlihatkan raut wajah bersahabat. “Hey dude, do you have fishing license?” dengan dialek Gaelic yang kental, sulit dipahami bila kita baru pertama kali mendengarnya, pria itu menanyakan apakah saya punya surat izin memancing. Apa tidak salah? Surat Izin Memancing? Soalnya telinga saya masih telinga Indonesia meski sudah tiga bulan tinggal di Skotlandia. Satu-satunya surat izin di dompet saya adalah Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia yang sudah hampir mati masa berlakunya.

Tak mau berpanjang-panjang ditanya sesuatu yang tidak saya pahami, saya memilih menggulung tali pancing saya dan pindah duduk di dekat lelaki paruh baya tadi. Setelah menyodorkan sebiji apel merah yang dia ambil dari kantong bekalnya, ia lalu memberikan alasan mengapa ia menanyakan surat izin saya. Katanya kalau kedapatan sama pengawas danau memancing tanpa izin, saya akan kena denda yang besarnya sama dengan harga surat izin memancing. Makanya ia menyarankan saya untuk ke sebuah toko swalayan kecil yang jaraknya tidak terlalu jauh untuk membeli izin, ada yang berlaku sebulan dan tiga bulan bahkan setahun. Semakin lama masa berlaku izin yang dipilih, izinnya semakin murah. Bahkan ada izin untuk memancing ikan tertentu seperti salmon yang hanya dijual pada bulan-buan tertentu.

Ia juga mengingatkan untuk sekalian membeli umpan di tempat penjual izin memancing. Ia meledek umpan saya yang hanya berupa roti tawar yang saya suwir-suwir kecil. Katanya ikan di danau itu tidak doyan roti.

Kembali ke cerita waduk pluit, saya berpikir, mungkin sebaiknya saya usulkan ke Dinas Perikanan Pemprov DKI agar melepaskan ikan di waduk-waduk seluruh wilayah Jakarta dan mempekerjakan penduduk yang pernah bermukim di sekitar waduk sebagai penjaga. Pada saat yang sama, Pemprov mulai memperkenalkan sistem perizinan memancing yang bentuknya seperti model voucher handphone. Petugas tinggal memeriksa surat izin setiap orang yang memancing, dimana satu alat pancing joran, untuk satu izin.

Uang hasil penjualan surat izin bisa dipakai untuk menggaji penjaga danau, membeli benih ikan dan tentu saja untuk pemeliharaan danau. Bagi orang-orang yang kebetulan menganggur, bisa datang ke danau memancing seharian dan tiap hari. Sebahagian hasilnya buat lauk dan sisanya bisa dijual untuk membeli beras. Bagi yang cuma hobby memancing sejam atau dua jam, pembayarannya secara tidak langsung sudah ikut mensubsidi si pengangguran tadi.

Siapa tau ada diantara pembaca yang membaca artikel ini dan kenal dengan Kepala Dinas Perikanan, tolong dong diceritakan ide ini, biar lebih cepat terwujud agar wisata keluarga di Jakarta semakin variatif.

------- Ben 10/02/14 -------

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun