Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Balada Golput, Serigala dan Buah Anggur

13 Maret 2014   08:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 310 7

Alkisah, tersebutlah seekor serigala yang kehausan yang berjalan di tengah teriknya mentari musim panas. Setelah berjalan sekian lama sambil berusaha melongok ke sana kemari berharap menemukan sumber air, sang serigala tiba di bawah sebuah pohon. Lumayan untuk sekedar berteduh, tetapi rasa haus tetap mencengkram kesadarannya. “Saya benar-benar butuh minum,” gumam sang serigala seakan merutuki nasibnya berada pada situasi seperti itu.

Frustrasi merasakan teriknya matahari siang itu, sang serigala mendongakkan kepalanya ke langit, berharap melihat awan tebal yang akan sedikit menghalangi terik sang surya. Darahnya berdesir melihat serumpun anggur yang ranum menggelantung di dahan. Rupanya pohon besar itu dirambati oleh pohon anggur dan di beberapa tempat terlihat rumpun anggur, ada yang masih terlihat muda namun tak sedikit yang sudah matang ranum, salah satunya di dahan rendah tepat di atas kepala sang serigala.

“Pasti anggur itu sangat manis dan segar. Dahagaku pasti akan terpuaskan,” gumam sang serigala sambil mundur beberapa langkah mengambil ancang-ancang untuk melompat meraih anggur ranum itu. Lompatan pertama meleset. Ia mencoba lompatan kedua dengan ancang-ancang lebih jauh. Namun meleset lagi. Ancang-ancang lebih jauh lagi. Tapi meleset lagi. Begitulah sang serigala melakukan percobaan lompatan sampai puluhan kali tapi tak pernah berhasil sampai akhirnya terduduk kelelahan dan makin haus.

“Ah itu cuma anggur liar, pasti rasanya kecut. Percuma saya membuang tenaga untuk meraihnya,” gumam sang srigala sambil melirik anggur itu sekali lagi dengan perasaan kesal sebelum berlalu melanjutkan perjalanannya mencari air.

Cerita di atas saya adaptasi dari hikayat The Fox and The Grapes yang yang ditulis oleh Aesop kira-kira 620-560 sebelum Masehi.

Golput Bukan Kumpulan Orang Bodoh

Bayangkan masyarakat yang telah mendambakan adanya perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik melalui proses-proses politik yang diadakan di negerinya. Dia telah melewati Pemilihan Presiden beberapa kali. Dia juga telah mencoba berpartisipasi pada pemilihan Gubernur, Walikota, Bupati dan Anggota DPR di daerahnya. Dari waktu ke waktu harapan digantungkan dari janji-janji politik mereka yang berkampanye. Dan setelah sekian kali perhelatan, harapan untuk datangnya kehidupan yang lebih baik tak kunjung datang.

Mereka seperti sang serigala pada hikayat di atas yang awalnya tergoda membayangkan anggur manis yang dapat memuaskan dahaganya. Tapi setelah sekian kali usaha lompatan yang sia-sia, sang serigala akhirnya berusaha membangun anggapan negatif terhadap anggur yang sebelumnya sangat didambakannya. Anggapan negatif itu dibangun sebagai mekanisme pertahanan terakhir agar berhenti berharap dan energinya tidak terbuang percuma.

Jadi jangan disangka warga negara yang memilih Golput sebagai suatu kebodohan atau sesuatu yang muncul tiba-tiba tanpa sebab. Siapa sih yang tidak suka dengan pesta demokrasi yang diketahui menelan biaya miliaran bahkan triliunan rupiah itu? Mereka pasti sangat ingin ikut bergembira, seperti inginnya sang serigala menemukan genangan air untuk memuaskan dahaganya. Dan ketika terpaksa harus memilih menjadi Golput,pasti itu pilihan yang menyakitkan, mungkin lebih dari sakitnya sang serigala yang haus menatap anggur yang menggantung ranum tapi tak bisa ia gapai. Ia bahkan harus memilih untuk berlalu di tengah terik mentari dalam keadaan dahaga. Hanya karena sang serigala yakin usahanya akan sia-sia. Demikian pula para golputers, sebutan untuk mereka yang memilih golput, harus merelakan ‘pesta demokrasi’ berlalu begitu saja karena yakin tidak akan membawa manfaat selama prosesnya dipenuhi kecurangan dan ketidakadilan.

Kebanyakan kita, termasuk saya, beranggapan bahwa pelanggaran hak azasi adalah ketika seseorang atau lembaga membuat pelarangan atau menghalangi seseorang atau pihak lain melaksanakan atau mendapatkan haknya. Padahal seseorang atau lembaga yang secara sistematis melakukan tindakan yang membuat seseorang atau pihak lain enggan berpartisipasi atau memilih tidak menggunakan haknya, juga dapat dikatagorikan pelanggaran hak azasi menurut praktek dan pengertian hak azasi manusia universal

Siapakah yang bertanggungjawab untuk membuat sistem politik dan sistem pemilu lebih baik sehingga mengundang selera seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi? Pemerintah? Legislatif? Partai Politik? Tokoh-tokoh politik? Atau siapa? Siapapun itu, kepadanyalah pertanggungjawaban mengenai tingginya golput seharusnya dialamatkan. Kepadanyalah harus dipertanyakan mengapa banyak warga negara yang tidak berselera - untuk tidak mengatakan muak - berpartisipasi di dalam proses-proses politik dan demokrasi.

Golput Adalah Serigala Yang Dahaga

Orang-orang yang memilih menjadi golput biasanya adalah orang-orang yang memiliki pengharapan yang ideal tetapi tidak yakin dapat memperolehnya dalam sistem yang sedang berjalan. Jadi anggapan bahwa golput adalah orang yang tidak berani mengambil pendirian alias apatis justru berkebalikan. Mereka rela melepaskan impian indahnya dengan cara membangun kesan di dalam kepalanya sesuatu yang berlawanan dengan impiannya, karena mereka menyadari adalah sia-sia memelihara mimpi indah itu.

Seperti sang serigala yang memilih menganggap anggur yang menggelantung ranum sebagai anggur yang sangat kecut sehingga tidak layak untuk diperjuangkan. Maka sang golput memilih menganggap tidak ada lagi yang patut dibanggakan dari negerinya, tercetus dengan pernyataan-pernyataan sinikal “negeri para maling” atau “negeri autopilot” dan macam-macam lagi. Dan karenanya tidak ada lagi yang layak untuk diperjuangkan. Kalau anda mendesaknya, dia akan menumpahkan ke depan anda berapapun fakta yang anda minta untuk membenarkan keyakinannya

Pernahkah anda mendapati orang-orang baik dan berotak brilian di sekitar anda yang tidak suka lagi dengan apapun pemberitaan tentang politik atau sesuau yang baik tentang negerinya? Mereka lebih suka menganggap negerinya sudah tidak beres dan tidak bisa lagi diperbaiki. Sebenarnya jauh di dalam lubuk hati mereka tertanam cinta negeri yang sangat dalam, namun dia telah berusaha membunuh cinta itu sejak lama, dan itu pasti sangat menyakitkan. Mereka akhirnya berjalan tertatih seperti serigala yang dahaga.

Hanya pembuktian terhadap lahirnya harapan baru yang bisa melumerkan hati mereka yang beku. Harapan baru bahwa negeri ini akan berada di tangan yang benar, di tangan negarawan yang bersih, yang terbukti kejujurannya, ketegasannya, ketulusannya dan mampu berbuat hal-hal yang konkrit daripada sekedar beretorika.

Apakah tokoh itu ada diantara sekian orang yang sedang antri di depan pintu gerbang gedung legislatif, gedung eksekutif atau kursi-kursi puncak partai di negeri ini? Hanya mereka yang digelari golput yang bisa menjawabnya. Kita hanya menunggu seberapa besar golput berkurang dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014 dan Pemilu Presiden pada 5 Juli 2014 mendatang.Selamat melaksanakan Pemilu Damai.

----------------- @ben369 -----------------

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun