Mohon tunggu...
KOMENTAR
Dongeng

La Kojo, Sang Pendamai Negeri Wanua Rilangi

26 April 2014   05:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11 55 6

------------------------------------------------------------------------------

Cerita ini adalah bagian kedua dari Dongeng tentang Suksesi di Negeri Wanua Rilangi. Bagian pertama berjudul “Kekisruhan Suksesi Di Negeri Wanua Rilangi” dapat dibaca di sini. Dan ini adalah kelanjutan ceritanya. Selamat menikmati.

------------------------- Ω -------------------------

Beberapa hari pembicaraan di dalam dan di luar kerajaan Wanua Rilangi hanya seputar penyakit diare yang ternyata melanda banyak desa, bukan hanya yang berada di sekitar kerajaan.

Tetapi yang menjadi buah bibir yang mengharu biru adalah cerita tentang Ratu yang berada di tengah kampung menjenguk penderita diare satu persatu hingga larut malam. Ratu juga yang menitahkan agar seluruh tabib kerajaan mendayagunakan tempat mereka sebagai pusat penanganan penderita diare.

La Kojo sebagaimana kebiasaannya terus melakukan blusukan untuk memastikan tidak ada satu penduduk pun yang tidak terpantau kondisinya. Ia bahkan tak tahu apa yang menjadi topik pembicaraan di kerajaan karena blusukannya sudah jauh hingga ke perbatasan kerajaan.

Puang Macinna seperti biasa selalu berada di samping Ratu kemanapun Ratu berkunjung. Semakin sering Ratu berada di tengah rakyatnya semakin sadar betapa masih banyak hal yang belum ia lakukan untuk rakyatnya. Ia mendiskusikan banyak hal dengan Puang dan berharap puang lebih banyak memikirkan apa yang harus dilakukan kerajaan untuk memberdayakan kaum perempuan, menciptakan lapangan kerja dan sebagainya.

Gaharu Cendana seperti biasa, ia berkumpul dengan sesama seniman di balairung istana sambil memperbincangkan perkembangan tarian-tarian baru yang kini sedang populer di negeri tetangga. Ia tahu kalau saat ini kerajaan sedang disibukkan menangani penderita diare yang bahkan sudah menular hingga ke dalam istana. Baginya itu adalah bagian dari seni kehidupan. Ia bahkan kepada teman-temannya berseloroh bahwa rakyat tidak akan mengenal siapa Ratunya kalau mereka sedang tidak susah.

“La Kojo kemana ya? Sudah sepekan lebih dia tiada menyampaikan khabar,” ujar Ratu seakan kepada dirinya sendiri. Puang bukannya tak mendengar, ia malas saja menimpali pertanyaan Ratunya.

“Paduka tadi bertanya kepada saya?” Ujar Puang untuk meyakinkan Ratu kalau tadi ia tidak mendengar kata-kata Ratunya. Kenapa Ratu masih mencari La Kojo Tongeng padahal dirinya selalu ada di samping Ratu. Puang mengakui kalau La Kojo memang seorang penasehat yang cerdas, tapi Ia tidak selalu ada untuk Ratu. Orang itu seakan sibuk dengan urusannya sendiri blusukan ke sana ke mari.

---oOo---

La Kojo rupanya sedang serius berdiskusi dengan seorang pemuda yang tampaknya menaruh minat pada pembicaraan La Kojo. Si pemuda memperhatikan coretan-coretan menggunakan ranting kering La Kojo di atas tanah dengan serius.

“Kalau musim hujan mungkin tidak terlalu bermasalah seperti sekarang, tapi Pangeran lihat sendiri kan, saat air sungai sedikit begini, warnanya jadi coklat oleh kotoran ternak yang dibuang ke sungai,” jelas La Kojo.

“Jadi saya tawarkan alternatif itu. Ini demi kebaikan bersama Pangeran. Pokoknya saya akan membantu semampu saya.” Yang dipanggil pangeran manggut-manggut pertanda setuju.

“Saya akan bicarakan dengan para penasehat di Istana. Mudah-mudahan saya bisa meyakinkan mereka,” ujar si Pemuda yang dari cara berpakaian dan raut wajahnya yang bersih mengesankan seorang keturunan bangsawan.

Rupanya sungai yang melintas di depan La Kojo adalah perbatasan antara kerajaan Wanua Rilangi dengan sebuah kerajaan kecil bernama Massenreng Pulu. Kerajaan ini terdiri atas pegunungan cadas sehingga penduduknya cenderung memilih beternak dan bercocok tanam di sepanjang aliran sungai yang landai.

La Kojo menemukan penyebab diare di beberapa desa di Wanua Rilangi. Rupanya penduduk Massenreng Pulu memandikan ternak dan bahkan membuang limbah peternakan ke sungai. Berhubung musim kemarau, volume airnya sangat sedikit sehingga limbah kotoran sapi yang mengandung benih penyakit lebih pekat. Air sungai yang tidak sehat ini mengalir melintasi beberapa desa di Wanua Rilangi yang kebetulan penduduknya terbiasa meminum air sungai yang memang sepintas tampak bening setelah air itu mengalir jauh. Sangat berbeda dengan yang dilihat La Kojo di depan matanya sekarang yang tampak berwarna kecoklatan.

La Kojo Tongeng berjanji kepada Pangeran Kanja Rupa untuk mengajari penduduk cara beternak yang sehat seperti yang dilakukan penduduk di Wanua Rilangi. Ia sudah berulang kali datang ke kerajaan dan bertemu dengan pejabat kerajaan yang mengurusi masalah peternakan.

Pangeran dari kerajaan Massenreng Pulu tersentuh hatinya mendengar kabar kalau La Kojo Tongeng sudah berulang kali datang bertemu pejabat kerajaan Massenreng Pulu. Ia sudah mendengar reputasi nama La Kojo dari banyak mulut. Ia sebenarnya ingin belajar, tapi sampai La Kojo berulang kali datang ke kerajaan tak ada yang melaporinya. Mungkin pejabat kerajaan tidak menganggap perlu Pangeran terlibat dalam urusan semacam ini.

Pangeran makin kagum dan terharu mendengar khabar bahwa ternyata La Kojo tidak kembali ke kerajaan begitu tidak berhasil meyakinkan pejabatnya. Ia rupanya hanya bermalam di sebuah barak prajurit yang ada di perbatasan di seberang sungai dimana terbentang satu-satunya jembatan kayu.

Makanya Pangerang Kanja Rupa yang sebenarnya adalah raja di Massenreng Pulu, meski belum dilantik, memutuskan untuk datang sendiri menemui La Kojo di perbatasan. Pangeran menemukan kenyataan bahwa La Kojo memang seorang penasehat kerajaan yang cerdas dan sangat enak diajak berdiskusi.

Pangeran berjanji akan menginstruksikan semua peternak di sepanjang sungai agar tidak memandikan ternak dan membuang limbah peternakan ke sungai lagi. Sebagai ganjarannya, La Kojo berjanji untuk mengajari penduduk Massenreng Pulu cara beternak yang baik termasuk mengembangkan kegiatan pemerasan susu dan pembuatan keju. Dua mata dagangan yang selalu harus dibeli penduduk Massenreng Pulu ke Wanua Rilangi.

Menurut sejarah sebenarnya Kerajaan Massenreng Pulu adalah bagian dari kerajaan Wanua Rilangi, namun karena Raja Wanua Rilangi melahirkan anak kembar, maka untuk memberikan pengalaman yang sama kepada anak kembarnya, Raja kemudian memutuskan untuk mengirim putranya yang lebih muda untuk mengurus wilayah kerajaan di seberang sungai sementara yang tua di sebelahnya lagi, kerajaan yang sekarang bernama Wanua Rilangi.

Kedua raja di dua negeri ini mangkat dalam waktu yang hampir bersamaan. Kerajaan Wanua Rilangi kemudian dipimpin oleh permaisuri yang bergelar Opu Rielona karena raja hanya punya seorang putri yakni Puang Macinna. Sementara raja Massenreng Pulu yang punya seorang putra bernama Pangerang Kanja Rupa, meski lebih tua dari Puang Macinna mereka hanya selisih setahun.

---o0o---

Ratu mendengar laporan La Kojo Tongeng dengan seksama. Ratu bersyukur bahwa sumber penyakit diare telah disingkirkan oleh La Kojo berkat kemauan yang baik dari pihak kerajaan dan kompensasi yang telah ditunaikan oleh La Kojo bersama Pejabat Kerajaan Wanua Rilangi yang membidangi peternakan.

Tiba-tiba Ratu merasa bersalah mendengar bagaimana kebaikan hati dan kearifan Pangeran Kanja Rupa, keponakan suaminya yang selama ini ia sangkakan berperilaku seperti Bapaknya yang keras kepala dan egois. Diam-diam Ratu berpikir kemungkinan bertemu dengan Pangeran Kanja Rupa.

“Andaikata paduka Raja masih hidup, saya yakin beliau akan berpikir mengangkat Pangeran Kanja Rupa menjadi Raja untuk kedua negeri ini, Paduka. Mohon ampun kalau hamba lancang.” Ujar La Kojo saat diajak berdiskusi oleh Ratu.

Ide itu sebenarnya yang sempat terlintas di benak Ratu, tapi Ia juga berpikir bagaimana dengan La Kojo yang selama ini sudah terdengar pencalonannya di seantero negeri. Bila ia mengangkat Pangeran Kanja Rupa, pasti penentangan dari pini sepuh serta penasehat kerajaan akan terselesaikan dan tentu Puang juga bisa menerima pengangkatan itu.

“La Kojo, kamu tahu kan kalau rakyat banyak yang menghendaki kamu yang nanti menggantikan saya?” kata ratu perlahan untuk mengetahui kedalaman hati La Kojo.

“Jangan katakan itu Paduka. Sedetikpun saya tidak pernah berpikir bahwa itu mungkin terjadi. Saya justru berpikir Puang Macinna lah yang paling tepat sebelum saya bertemu Pangeran Kanja Rupa,” jawab La Kojo tulus.

“Baiklah kalau begitu. Segera undang Pengeran secara resmi untuk bertemu dengan saya membicarakan rencana besar ini.” Perintah Ratu kepada La Kojo.

“Baik paduka, saya akan segera memanggil Kepala Rumah Tangga Kerajaan untuk menerima titah paduka langsung,” Ratu tersadar ia baru saja memberikan perintah yang salah kepada La Kojo karena seharusnya yang mengurus pertemuan Tingkat Tinggi Kerajaan adalah Kepala Rumah Tangga Kerajaan. Ia semakin sadar kalau ia sudah tidak sensitif dalam urusan birokrasi kerajaan. Untung La Kojo orang yang tidak ambisius.

---o0o---

Pertemuan Pangeran Kanja Rupa dan Ratu Rielona berlangsung penuh haru. Ketampanan dan kesantunan Pangeran membuat Ratu seakan menemukan putra yang pernah sangat diimpikan lahir dari rahimnya. Pembicaraan mengenai penyatuan dua negeri berjalan lancar dalam suasana kekeluargaan yang sangat hangat. Pini Sepuh dan Penasehat kedua kerajaan yang rata-rata sudah tua sangat bersuka cita bertemua dengan kerabat lama yang dulu harus berpisah karena kebijakan raja memisahkan kerajaan ini demi menghindari perselisihan anak kembarnya.

Di tengah kebahagiaan yang membuncah itu, ada wajah yang tak berhenti tersenyum bahagia. Diala Puang Macinna. Ia tampak sangat bahagia bertemu kakak sepupunya yang baru kali ini bertemu lagi setelah sekian puluh tahun. Puang masih ingat samar-samar wajah Pangeran yang pernah sekali datang ke kerajaan dibawa oleh ayahnya saat menghadiri pemakaman ayah Puang. Ia menangis sejadi-jadinya saat Pangeran harus pulang. Mengingat itu, Ia malu sendiri.

Tapi pertemuan di saat keduanya sudah beranjak dewasa suasananya berbeda. Puang tidak ingat lagi kecemburuannya kepada La Kojo. Kini perhatiannya tertuju kepada sosok Pangeran, kakak sepupunya yang memang sangat pantas menjadi raja penerus trah dinasti kakeknya.

Di luar dugaan, Pangeran Kanja Rupa mengajukan syarat. Ia hanya mau dilantik menjadi raja kalau La Kojo Tongeng bersedia memimpin kerajaan setidaknya lima tahun. Jadi untuk sementara Pangeran Kanja Rupa mendampingi La Kojo sambil belajar. Pangeran tahu kalau La Kojo adalah raja yang dikehendaki rakyat sebelum kedatangan dirinya. Makanya ia tak mau memotong hasrat rakyat itu.

“Mohon kiranya paduka Ratu mempertimbangkan permohonan hamba” ujar pangeran sambil duduk taksim di depan Ratu. Mendapat permohonan seperti itu, Ratu merasa terbebaskan. Hasratnya untuk mengajukan La Kojo tidak lagi menjadi bebannya. Apalagi sepertinya pini sepuh dan penasehat kerajaan juga sangat berharap Ratu mengabulkan permintaan Pangeran demi agar Pangeran mau menjadi Raja di negeri mereka, meski itu lima tahun kemudian.

Puang Macinna yang dimintai pendapat sama sekali tidak keberatan. Bagi Puang, yang penting kakak sepupunya yang dilihatnya seperti kakak sendiri yang selama ini ia rindukan bisa kembali ke kerajaan Wanua Rilangi.


---oO0---

Singkat cerita, La Kojo Tongeng dilantik menjadi seorang pemimpin di Wanua Rilangi yang telah menyatu dengan negeri Massenreng Pulu. Tidak ada pertentangan di dalam kerajaan. Rakyat kedua negeri yang kini menyatu merasa terberkati dan sangat berbangga kepada Ratu mereka yang begitu legowo memberikan mereka seorang pemimpin dari kalangan rakyat biasa.

Kini di dalam hati rakyat tertanam keyakinan bahwa tidak perlu memiliki darah biru untuk menjadi seseorang yang bermanfaat di negeri mereka. Sejauh mereka bisa berprestasi dan menunjukkan bakti kepada negara, rakyat dan Raja yang sedang memimpin, bisa saja mereka terpilih.

Bagi Puang Macinna dan Pangeran Kanja Rupa, kesempatan belajar terpampang luas. La Kojo menyarankan agar dia jangan diangkat jadi Raja. Ia ingin Ratu tetap pada kedudukannya hingga saatnya tiba Tuhan memanggilnya ke pangkuan-Nya. Ia menyarankan agar dirinya disebut saja sebagai Perdana Menteri yang diawasi oleh wali kerajaan yang ditunjuk oleh Ratu, yakni Pangeran Kanja Rupa dan Puang Macinna.

Begitulah sistem negara Monarki berjalan. Rupanya diantara Pangeran Kanja Rupa dan Puang Macinna terjalin tali kasih yang tidak bisa dipisahkan. Mereka kemudian menikah dalam suatu pesta kerajaan yang megah. Beberapa tahun kemudian mereka dilantik menjadi Raja dan Ratu dari negara yang makin luas wilayahnya karena banyak kerajaan kecil yang kemudian meminta untuk bergabung. Ratu wafat dengan kebahagiaan yang terbersit dari bibir tipisnya yang menyunggingkan senyum.

Satu kalimat yang sempat ia ucapkan kepada La Kojo sebelum wafat, selain meminta untuk menjaga keutuhan kerajaan, Ratu berterimakasih kepada La Kojo telah menunaikan janjinya untuk melakukan ekspansi memperluas negeri dengan jalan damai. Itulah alasan pertama Ratu memanggil La Kojo Tongeng masuk ke lingkungan kerajaan dari sebelumnya sebagai kepala wilayah di perbatasan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun