Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Media Komunitas; Senjata Ampuh Melawan Politik Santunan [Serial Rahasia Kekuatan Politik Taufan Gama]

9 Agustus 2014   12:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:59 143 2


Pemilihan Bupati Asahan [Sumatera Utara] hanya tinggal setahun lagi. Taufan Gama dipastikan maju sebagai incumbent. Di sisi lain, tampaknya baru ada satu kompetitor yang mendeklarasikan dirinya akan maju "menantang" Taufan Gama, yaitu Satriawan Guntur Zass. Selebihnya baru wait and see.

Selain modal ekonomi, akumulasi modal sosial politik Taufan Gama (khususnya dari desa-desa) untuk bekal mencalonkan diri, semakin kuat dan sulit dibendung. Akumulasi modal sosial politik tersebut antara lain diperoleh melalui strategi politik santunan.

Politik santunan sejauh ini terbukti sangat efektif memanipulasi kesadaran kolektif masyarakat Asahan di desa untuk meyakini citra positif seorang Taufan Gama ditengah berbagai catatan kritis terhadap proses pemerintahan serta pebangunan yang dijalankannya..

Saat yang sama, belum terlihat ada upaya sistematis, terstruktur dan massif yang dilakukan oleh para (calon) kompetitor Taufan Gama untuk menahan laju akumulasi modal sosial politik tersebut.

Politik santunan bisa bekerja secara efektif untuk memanipulasi kesadaran kolektif masyarakat di desa karena minimnya informasi yang mampu menembus sampai desa. Akibatnya masyarakat desa begitu mudah terpedaya oleh pencitraan Bupati Taufan Gama yang dibangun antara lain dengan politik santunan.

Minimnya informasi kritis yang bisa menembus sampai ke desa menyebabkan mereka/masyarakat desa tidak memiliki referensi pembanding yang cukup untuk mengkritisi berbagai (propaganda) informasi positif yang disebarkan oleh perangkat politik incumbent.

Dalam kondisi itu, salah satu cara untuk melumpuhkan kedigdayaan politik santunan ini adalah dengan memasukkan informasi kritis tentang berbagai kebijakan, karakter dan model kepeimpinan, serta keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh Bupati Taufan Gama sampai ke desa-desa. Tidak cukup memasukkan, tetapi juga perlu menyebarluaskannya sehingga menjadi diskursus sosial politik masyarakat di desa secara masif. Untuk itulah diperlukan Instrumen yang bernama media komunitas.

Media komunitas adalah wadah komunikasi rakyat yang terbatas pada komunitas (kelompok/jejaring) tertentu dan jangkauan area tertentu. Tujuan dari pembentukan media komunitas adalah untuk menumbuhkan kepedulian dan kesadaran kritis terhadap berbagai persoalan sosial dan politik yang ada disekitar mereka.

Ada banyak ragam media komunitas, seperti radio komunitas, surat kabar komunitas, buletin/news leter komunitas, bahkan dalam pengertian yang lebih luas, "pertemuan warga" dapat juga dimaknai sebagai bentuk lain dari media komunitas itu sendiri.

Pertanyaanya, siapa yang akan melakukannya? Dan apakah waktunya masih cukup?

Untuk sisa waktu yang hanya setahun, rasanya surat kabar, buletin/news letter komunitas dan pertemuan warga tampaknya menjadi pilihan paling realistis. Selain biayanya yang murah, proses produksinya-pun relatif mudah, minimal hanya dengan photocopy, seperti halnya buletin Jum'at dll.

Pembuatan radio apalagi televisi komunitas pastilah memerlukan waktu yang lama dan biya yang tidak sedikit sehingga sebaiknya sementara ini dikeluarkan dari opsi taktis untuk melawan politik santunan.

Pertanyaan selanjutnya, siapa yang akan melakukan dan bagaimana instrumen ini akan bekerja?

Tentu saja ini harus menjadi concern para Calon Bupati/Calon Wakil Bupati yang menjadi kompetitor dari calon incumbent. Bagaimanapun, biaya proses pembentukan media kounitas ini relatif akan lebih murah ketimbang menyiapkan dana money politik untuk membeli suara rakyat. Keuntungan sosial politik yang didapat juga sangat berharga, tidak hanya untuk sesaat ketika pemilukada tetapi juga unuk membangun karakter mmasyarakat yang kritis dan rasional dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilu selanjutnya.

Tidak soal apakah ada satu atau dua pasangan lebih yang menerapkannya. Meskipun akan lebih baik jika mereka (pasangan kompetitor incumben) melakukan pembagian fokus area yang menjadi lokasi/objek media komunitas agar tidak tumpang tindih, akan tetapi masih dalam focus isue yang sama yaitu, mengkritisi kebijakan, perilaku/model kepemimpinan, dan keberhasilan pembangunan calon incumbent.

Tahap pertama yang harus disiapkan adalah, membentuk kelompok masyarakat yang akan menjadi simmpul komunitas. Sebaiknya kelompok-kelompok komunitas ini dibentuk benar-benar dari dan di akar rumput. Tatapi keanggotaanya tetap memerlukan kehadiran satu dua figur "berpengaruh" di akar rumput. Setiap kelompok komunitas yang terbentuk harus ditunjuk satu atau dua orang pendamping lapangan dari Tim para calon yang berfungsi sebagai fasilitator.

Lalu apa tugas kelompok komunitas tersebut? Kelompok ini diproyeksikan menjadi komunitas yang kritis. Fasilitator bersama-sama komunitas selanjutnya merancang media yang mereka akan gunakan sebagai wadah sambung rasa untuk menuliskan ekspresi kritis warga terhadap pelaksanaan program pembangunan, misal soal penegakan hukum, pemberantasan korupsi, maraknya maksiat dll yang dapat dimaknai sebagai refleksi kegagalan pembangunan pemerintahan Taufan Gama.

Untuk memastikan bahwa ekspresi kritis tersebut dibaca dan diikuti juga oleh masyarakat lainnya, maka beberapa metode diseminasi (penyebarluasan) bisa dilakukan. Antara lain dengan membuat koran dinding yang dipasang di tempat-tempat strategis, mencetaknya lebih banyak dan menyebarluaskan di jalan atau tempat-tempat keramaian, dengan membuka peluang fundraising (pengumpulan dana) yang jumlahnya. sekadar untuk ganti ongkos cetak.

Tentu saja metode media komunitas ini berbeda dengan obor rakyat. Konten atau isi dari media komunitas haruslah bersumber dari fakta, yang kemudian dibahas melalui proses FGD (focus discusion group) dalam komunitas, sebelum akhirnya ditulis kembali dan dicetak menjadi media komunitas serta didistribusikan secara luas dalam lingkup komunitas masing-masing.

Kelompok-kelompok kecil yang membentuk komunitas inilah yang nanti menjadi cikal bakal masyarakat kritis melalui proses dialektika warga di akar rumput, dan bisa jadi akan terus membesar keanggotaan dan meningkat kualutas partisipasinya.

Bayangkan, jika setiap pasangan calon yang menjadi kompetitor Taufan Gama membentuk, mengorganisir dan memfasilitasi satu saja komunitas di sebanyak minimal 2 atau 3 desa dalam setiap kecamatan, sudah berapa banyak potensi lahirnya warga masyarakat kritis dan tercerahkan pada desa-desa di Asahan?

Bayangkan jika komunitas tersebut kemudian membentuk media komunikasi rakyat untuk mengkritisi pebangunan di Asahan, dan pemikiran-pemikiran disatukan dalam sebuah wadah bernama media komunitas, maka berapa banyak kita bisa menyelamatkan warga desa juga kota dari proses pembodohan dan manipulasi kesadaran kolektif mereka?
Selain itu, membentuk komunitas msyarakat yang kritis dan tercerahkan juga merupakan cara yang baik untuk sekaligius menangkal money politic. Masyarakat akan lebih cerdas dan rasional dalam memilih siapa pemimpin terbaik tanpa bisa dipengaruhi dengan iming-iming materi

Selain kekuatan untuk menangkal politik santunan, media komunitas juga memiliki kelemahan. Sebagai instrumen komunikasi, ia bisa digunakan oleh siapa saja, termasuk incumbent. Oleh karena itu, gagasan dalam tulisan ini sangat mungkin diimplementasikan oleh incumbent dengan penyesuaian isi untuk memperkuat citra positifnya, sehingga potensi serbuan informasi kritis untuk masyarakat dari para kompetitornya dapat ditangkal sejak dini oleh incumbent***

Kaki Merapi
09 Agustus 2014
Bem Simpaka

sumber photo: http://www.simantab.com/?attachment_id=14395

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun