Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Ketika Semuanya Tak Lagi Sama

8 November 2011   04:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:56 97 1
Saya hanya bisa mengelus dada saat melihat sebuah tayangan mengharukan sebuah berita di salah satu TV swasta. Beribu-ribu orang berkumpul menjadi satu di sebuah lapangan pengungsian dengan balutan pakaian putih-putih. Semuanya terlihat khidmat dan khusuk. Hati saya tergetar melihat kebersamaan mereka dalam kondisi yang demikian sulitnya. Apalagi saat mereka terlihat menitikkan air mata dan lama kelamaan berubah menjadi tangisan deras saat melantunkan doa-doa kepada yang maha kuasa. Ada rasa haru juga iba terlintas dalam hati saya. Saya tak bisa mengerti secara detail apa yang mereka rasakan sekarang. Tapi tangisan mereka sudah cukup membuat saya mengerti kesedihan yang mereka rasakan.

Itulah sedikit gambaran warga pengungsian bencana Lumpur Lapindo yang saya lihat di sebuah berita. Keadaan mereka benar-benar menyedihkan. Dengan kondisi seadanya, mereka tetap merayakan idul adha dengan penuh suka cita. Tapi ada hal yang benar-benar berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, mereka tak bisa menyembelih satupun hewan kurban. Dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan, mereka hanya bisa mengurungkan satu niat untuk beribadah. Jangankan untuk membeli hewan kurban, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sangat sulit rasanya.

Entah ini hanya pemikiran saya atau bukan. Tapi yang saya lihat adalah sesuatu yang kontras yang terjadi pada hari raya Idul Adha kemarin. Disaat sebagian pengungsi merayakannya dengan penuh keprihatinan, di lain tempat sebagian orang bersenang-senang dengan harta yang bukan miliknya. Sayang, saya hanya bisa mengelus dada dan merasa prihatin melihat semuanya. Ketika semuanya tak lagi sama, harus ada bagian diri kita yang dikurbankan, yaitu hati.

*Hanya sebuah keprihatinan dan renungan

Salam,

Bella Vlinder

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun