Dalam beberapa waktu terakhir, istilah "lavender marriage" mencuat di media sosial, menarik perhatian banyak orang. Istilah ini merujuk pada pernikahan yang dilakukan antara individu yang memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan norma heteronormatif, dengan tujuan untuk menyembunyikan identitas seksual mereka dan mematuhi ekspektasi sosial.Â
Definisi Lavender Marriage
Lavender marriage biasanya melibatkan individu yang beridentitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) yang memilih untuk menikah dengan lawan jenis sebagai cara untuk menyembunyikan orientasi seksual mereka dari masyarakat. Istilah ini muncul pada tahun 1920-an di Amerika Serikat, ketika banyak individu homoseksual melakukan pernikahan heteroseksual untuk menghindari stigma sosial dan penolakan. Istilah "lavender" sendiri sering diasosiasikan dengan warna yang sering dipakai dalam budaya LGBT.
Sejarah dan Konteks
Lavender marriage bukanlah fenomena baru. Dalam sejarah, terutama pada zaman di mana homoseksualitas dianggap tabu, banyak orang terpaksa bersembunyi di balik pernikahan heteroseksual. Di banyak budaya, pernikahan masih dianggap sebagai institusi penting yang berkaitan dengan norma-norma sosial dan harapan keluarga. Di negara-negara dengan hukum yang keras terhadap individu LGBT, lavender marriage sering menjadi pilihan terakhir untuk melindungi diri.
Menurut laporan dari Human Rights Campaign, sekitar 40% individu LGBT di seluruh dunia pernah mengalami diskriminasi di tempat kerja atau dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mendorong banyak individu untuk menyembunyikan identitas mereka melalui pernikahan yang tidak mencerminkan realitas kehidupan mereka.
Mengapa Orang Melakukan Lavender Marriage?
Beberapa alasan mendorong individu untuk memilih lavender marriage, antara lain:
1. Tekanan Sosial: Dalam banyak budaya, pernikahan dianggap sebagai langkah penting dalam kehidupan. Tekanan dari keluarga dan masyarakat sering membuat individu merasa bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain menikah.
2. Keamanan Finansial: Dalam beberapa kasus, lavender marriage bisa memberikan stabilitas finansial, terutama jika salah satu pasangan berasal dari keluarga yang memiliki kekayaan. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi individu LGBT yang seringkali menghadapi kesulitan ekonomi akibat diskriminasi.
3. Keterikatan Emosional: Terkadang, individu dalam lavender marriage mungkin merasa memiliki ikatan emosional yang kuat dengan pasangan mereka, meskipun hubungan tersebut tidak sepenuhnya romantis.
4. Strategi Coping: Lavender marriage juga dapat dilihat sebagai strategi untuk mengatasi stigma. Dengan menikah, individu bisa tampil "normal" di mata masyarakat, sehingga mengurangi risiko penolakan atau pengucilan.
Dampak Lavender Marriage
Meskipun lavender marriage dapat memberikan perlindungan dari stigma sosial, fenomena ini juga membawa dampak yang signifikan bagi individu yang terlibat. Berikut adalah beberapa dampak yang perlu diperhatikan:
1. Kesehatan Mental
Kehidupan dalam lavender marriage sering kali dapat menimbulkan tekanan mental. Banyak individu yang terjebak dalam pernikahan semacam ini merasakan kesedihan, kecemasan, dan ketidakpuasan. Mereka mungkin merasa terjebak antara keinginan untuk hidup secara autentik dan kewajiban untuk mematuhi norma-norma sosial.
Studi oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa individu yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan identitas mereka cenderung mengalami tingkat stres yang lebih tinggi, yang dapat mengarah pada depresi dan masalah kesehatan mental lainnya.
 2. Hubungan yang Rumit
Lavender marriage juga dapat mengakibatkan hubungan yang rumit antara pasangan. Ketika salah satu atau kedua pasangan memiliki orientasi seksual yang berbeda, komunikasi yang jujur dan terbuka sering kali sulit dicapai. Ini bisa mengakibatkan ketegangan, kecemburuan, dan rasa tidak percaya.
Di sisi lain, ada juga pasangan yang berhasil membangun ikatan emosional yang kuat, meskipun mereka tidak memiliki ketertarikan romantis. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin menemukan dukungan satu sama lain dalam menjalani kehidupan yang sulit.
3. Isolasi Sosial
Bagi individu yang terlibat dalam lavender marriage, seringkali ada rasa isolasi dari komunitas LGBT mereka. Mereka mungkin merasa tidak memiliki tempat untuk berbagi pengalaman dan tantangan yang dihadapi, yang dapat memperburuk perasaan kesepian.
Di sisi lain, mereka juga seringkali menghadapi penolakan dari keluarga atau teman-teman jika identitas seksual mereka terungkap. Hal ini menciptakan siklus ketidakpastian dan ketegangan emosional yang sulit untuk dipecahkan.
Lavender Marriage di Era Digital
Di era digital, lavender marriage semakin mendapatkan perhatian di media sosial. Banyak individu mulai berbagi cerita mereka secara anonim, menciptakan komunitas virtual untuk saling mendukung. Hashtag seperti #LavenderMarriage sering digunakan untuk mendiskusikan pengalaman, tantangan, dan strategi coping.
Media sosial juga memberikan platform bagi individu untuk berbagi kisah sukses dan kegagalan. Beberapa orang menceritakan bagaimana mereka berhasil keluar dari lavender marriage dan menjalani kehidupan yang lebih autentik, sementara yang lain berbagi tentang perjalanan mereka dalam mempertahankan pernikahan meskipun tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Itulah penjelasan singkat mengenai Lavender Marriage yang sedang viral dan menjadi fenomena baru saat ini. Â