Bagaimana kita ‘memasuki’ suasana Jakarta pada era 1950-an? Kita mungkin bisa mendapatkannya melalui kisah fiksi atau buku-buku sejarah. Tetapi melalui buku belaka ternyata tidak cukup, terutama bagi saya atau Anda yang tidak terlalu tekun menyusuri halaman-halaman buku sejarah, mengingat kita dibesarkan dalam tradisi lisan dan gambar yang terlalu kuat. Sejarah yang dikonstruksi melalui deretan kata dalam halaman-halaman buku kurang memberikan pengalaman nyata, begitulah barangkali apologi kita. Pasalnya, setiap kepala memiliki tafsir dan imajinasi berbeda ketika menghadapi bacaan yang sama sekalipun.
KEMBALI KE ARTIKEL