Petani Kota, mungkin itulah sebuttan yang pantas untuk bapak si pemilik lahan, karena meskipun sudah tua dan mungkin saja dapat mendapatkan uang sekoper jika lahannya dijual namun dia tetap pada pendiriannya, yakni menjadi seorang petani.
Saben beberapa bulan, saya selalu melihat si bapak memanen hasil cocok tanamnya. Entah itu berupa padi, ataupun jagung yang terkadang kasian juga melihat si bapak kesusahan mengendalikan serangan para burung pemakan pari.
Itulah sedikit cerita pembuka dari saya yang masih bisa dibilang beruntung karena dapat melihat lahan pertanian di tengah kepadatan rumah penduduk, mungkin sebagian dari anak milenials yang hidupnya di kota bakal susah payah untuk menemukan lahan pertanian, jangankan lahan pertanian bahkan untuk lahan kosong saja mungkin sudah tidak ada.
Akan tetapi meskipun terlihat menggembirakan karena masih bisa melihat lahan pertanian yang mungkin jarang ditemukan di kota, saya juga memiliki uneg-uneg atau sebuah keresahan dari apa yang saya lihat.
Usia bapak petani tersebut sudah cukup tua, mungkin sudah hampir 60 tahun atau bahkan lebih, diusianya yang sudah cukup berumur. Si bapak masih mengelola lahannya sendiri tanpa bantuan anaknya ataupun pemuda yang mungkin bakal meregenerasi si bapak untuk bisa menjadi petani hebat dimasa depan.
Pernah sih melihat anak si bapak yang masih muda ikut ke lahan untuk membantu, namun itu paling hanya setengah tahun sekali, itupun mendekati waktu panen. Padahal seorang petani tidak hanya sekadar panen saja kan ? mereka harus menggembur tanah, memberi pupuk, menanam tanaman dari bibit, sampai merawat tanaman dari serangan hama seperti tikus dan juga burung.
Inilah yang saya risaukan sahabat, karena dengan bertambahnya usia tidak menutup kemungkinan si bapak sudah tidak kuat lagi untuk mencangkul tanah, berpanas-panassan dibawah teriknya sinar mentari, dan bahkan saat hujan pun juga harus rela main basah-basahan.
Ini baru satu contoh petani yang saya ceritakan, mungkin diluaran sana masih banyak kondisi petani yang jauh lebih memprihatinkan baik dari segi fisik maupun usianya. Lalu pentingkah sebuah regenerasi petani untuk kalangan anak milenials ?.
Sebelum mengutarakan pendapat, lebih baik anda coba cek harga-harga bahan pokok makanan dipasar terdekat. Apa pendapat anda ? apakah harga itu sudah murah atau mahal ? kalau mahal berarti regenerasi petani sangat-sangat perlu dilakukan.
Bukan hanya menyoal soal fisik saja, namun ide dan gagasan mungkin jauh lebih berkembang anak muda yang masuk dalam gen milenials ketimbang bapak-bapak yang dulunya masih mendengarkan radio sebagai hiburan.
Anak milenials sejak kecil sudah dijejali dengan banyaknya kemajuan dibidang teknologi, inilah yang membuat regenerasi petani itu penting. Saya ambil contoh saja, saat ini banyak sekali startup yang menyasar pertanian terutama untuk masalah penjualan.
Ini adalah sebuah contoh kalau dengan regenerasi petani dari tua ke muda memungkinkan ide-ide cemerlang bisa saja terjadi, namun sebuah pengalaman tidak bisa dikalahkan hanya dengan ilmu teori saja.
Inilah maksud saya kenapa pemuda wajib terjun ke bidang pertanian kalau mau lebih paham tentang pertanian, percuma saja memiliki teori berlimpah tetapi pengalamannya nol, ini akan menyebabkan sebuah ketidak manfaatkan dari pemikirannya yang sebenarnya cerdas.
Semisal saja ada seorang pemuda yang begitu pintar dalam hal akademik, kemudian punya ide untuk membuat sebuah cangkul yang nyaman dan mudah digunakan bagi petani. Tapi ternyata setelah jadi dan tanpa riset mendalam, cangkul tersebut malah tidak dapat meningkatkan performa kerja para petani.
Inilah yang dimaksud dengan pengalaman diatas ilmu yang didapat dari teori, saya sendiri pernah belajar di Sekolah Menengah Kejuruan, ada dua teman saya yang pandai dalam hal teori. Namun si A ini tidak hanya pandai dalam teori, dia juga memiliki pengalaman dibidang bengkel karena sering membantu bapaknya mengerjakan pekerjaan bengkel.
Sementara si B yang lebih pintar dalam hal teori tetapi tidak memiliki satupun pengalaman dibidang perbengkelan, sehingga sewaktu diadakan lomba, mungkin si B nggul dalam hal teori namun sewaktu di test dalam hal praktik, si A jauh lebih unggul.
Lalu apa alasan milenials perlu menjadi seorang petani ? menjadi petani saat ini jauh lebih dimudahkan ketimbang petani jaman dulu, saat ini Kementrian Pertanian Indonesia sudah melakukan langkah-langkah untuk memajukan dan memakmurkan para petani Indonesia.
Salah satunya adalah kerja sama antara Kementrian Pertanian melalui Bada Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dengan salah satu perusahaan penjual benih dunia dari Jepang Sakata Seed Corporation (SSC).
Dari kerja sama tersebut, bakal membuahkan sebuah penemuan varietas baru untuk tanaman pacar air yang tahan tekanan baik panas maupun dingin. Atau biasa disebut sunpatient, informasi ini sendiri sudah dipublish dilaman Kementrian Pertanian.
Dan faktor kedua yang bisa menarik golongan milenials untuk menjadi petani adalah cita-cita Indonesia yang menargetkan menjadi salah satu lumbung pangan dunia pada tahun 2045, tentu saja kalau sudah menjadi sebuah lumbung pangan dunia, pemasukan petani pun bakal terus bertambah.
Faktor ketiga adalah bahwa manusia itu butuh yang namanya bahan pangan, tidak peduli itu sepuluh sampai seratus tahun lagi. Yang namanya bahan pangan akan selalu dibutuhkan dalam jumlah yang besar, artinya adalah pekerjaan menjadi seorang petani bakal tetap menguntungkan dan dibutuhkan sampai kapanpun.
Maka jangan heran kalau banyak lulusan sarjana di universitas favorit memilih pulang kampung dan menjadi petani yang revolusioner, karena mereka tahu dengan ilmu dan pengalaman maka sejatinya menjadi petani tidak bakal berat.
Dengan pemikiran revolusioner dan juga mau turun tangannya para generasi milenial di bidang pertanian, maka semakin cepat pula tantangan untuk menjadi lumbung pangan dunia lebih cepat tercapai.