Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Cahaya dari Timur : Beta Maluku

21 Juni 2014   18:16 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:54 220 2
Yap, tidak ada rating untuk resensi film kali ini.. Karena jujur ini resensi paling subjektif dan personal yang pernah saya buat.

Topik Indonesia Timur mungkin sudah sering jadi bahasan yang menarik.Mengenai keterbelakangan pembangunan seperti Denias

Mengenai kerasnya hidup saudara saudara kita di NTT di film Tanah air beta.

Lalu saya berangan, Kapan tempat kelahiran saya punya kesempatan bercerita untuk Indonesia?

Karena kami semua punya masalah yang kurang lebih sama, hanya Maluku diberikan extra topping Konflik selama 5 tahun.

Dan 2014 ini, keinginan itu diwujudkan..

Sebelumnya saya mau angkat topi untuk Glenn Fredly dan Angga Sasongko untuk membuat film Cahaya dari timur : Beta Maluku menjadi nyata di layar kaca.

Film ini berkisah mengenai perjuangan Tim sepakbola U-15 Provinsi Maluku dalam kompetisi Nasional. Trus apa yg bikin film ini lebih seru dari yang lain semacam tendangan dari langit? Atau garuda di dadaku?.

Kalo film yang tadi saya sebut bercerita mengenai perjalanan seorang anak menggapai mimpi menjadi pemain bola, kalian coba saja bayangkan bagaimana cerita sebuah film, isinya mengenai menyatukan sebuah tim yang adalah musuh di saat itu.

Musuh bukan karena tawuran, musuh bukan baru sehari dua hari..

Tapi musuh karena korban konflik yang bahkan mereka sendiri tidak mengerti. saat masih kecil tumbuh dalam kebencian, karena ayah/ibu mereka meninggal di tengah kerusuhan tanpa ada siapapun untuk disalahkan lalu mencari pelampiasan dendam di amarah kepada siapapun yang mereka sebut lawan.

Sebelumnya saat pertama kali pergi ke tanah jawa untuk berkuliah, sampai di sini banyak orang tahu kalau Ambon itu pernah rusuh. Lalu mereka sering bertanya bagaimana rasanya hidup di tengah konflik seperti itu.

Bagi teman-teman yang pernah menanyakan hal tersebut, semua yang saya gambarkan sebagaian kecilnya tergambar di film ini. Bagaimana anak-anak seperti saya saat itu cukup menjadi korban hidup-hidup dari konflik waktu itu.

But Those day are over now..

At least masa kami berdamai dengan masa pahit itu, diceritakan sedikit melalui film ini. Buat saya yang adalah anak Maluku, film ini harusnya cukup menjadi cambuk agar tidak mengulang kesalahan yang sama, dan harus kembali ke masa pahit dimana yang satu hidup jadi terpisah. Film ini berteriak pada setiap hati yang pernah sakit di masa itu "sudah cukup perihnya!!" berteriak bagi yang dendam "sampai kapan kita harus begini?".
jangan sampai tersulut lagi, biar saja damai yang ada di hati.

Terlepas dari segala emosi yang sangat personal ini, film ini punya kualitas lain yang patut dipuji.

1. Soundtrack

Sudah terbayang kalau soundtracknya akan menjadi sebuah soundtrack yang epic dibawah pengawalan Glenn Fredly. Dengan bangga saya bisa bilang "ini music Maluku!"

2. Konflik cerita

Siapapun yang menulis skrip, saya suka cara dia mengemas konflik-konflik dalam cerita yang membuat semuanya bisa terkait satu sama lain dan membuat cerita menjadi solid tanpa celah.

3. Cinematographer

Adegan pertandingan sepakbola di saat turnamen di Jakarta memang tidak terkesan megah dan real seperti ada sebuah kompetisi besar, tapi pergerakan pemainnya memberikan kesan yang sangat epic, seolah-olah mereka adalah pemain professional dengan skill yang tinggi.

4. Akting Pemeran Pendukung (Lokal)

Tanpa ada unsur subjektifitas, yang sudah nonton boleh menilai sendiri. Ini adalah film yang tentang Indonesia timur dan diperankan oleh pemain pendukung dari daerah setempat dengan kualitas acting terbaik. Mereka cukup luwes di camera. Saya semakin semangat untuk membangun dunia broadcast Maluku, setelah melihat bakat luar biasa ini. Jempol buat yang main jadi "Salemba", seriusan orang ambon bilang "Ale Batu kawan!!"

5. Logat daerah pemeran dari luar Maluku.

At least dalam film ini, banyak orang jadi mengerti kalau logat Ambon/Maluku itu bukan Cuma "satu,dua,tiga" (you guys know what I mean". Terima kasih untuk kerja keras Chiko dan semua pemain lain untuk berusaha memainkan peran dengan logat semirip mungkin, meski tidak sempurna tapi yah boleh lah.. yang sangat saya apresiasi adalah pendalaman yang dilakukan Jajang C Noer (Ibu Alvian), logatnya bener abis.

My Favorite Scene :

Saat Adegan adu penalti terakhir yang jadi penentuan, lalu dengan keadaan slowmotion diiring suara voice over glenn fredly yang terdengar seperti ditelepon. Ini adegan GOKIL!!

Speak about this scene,

Adegan ini benar-benar terjadi, masih lekat diingatan adu penalti tidak ditayangkan TV.

Message :

For orang Maluku, "Sampe Jua!!" jang biking yang pahit itu terulang lagi, ini saatnya menatap masa depan. Maju kedepan, boleh lihat sesekali ke belakang tapi jang mundur iko akang

Untuk semua orang tua, single parent korban kerusuhan. Terima kasih untuk tetap berjuang bagi kami anak-anak kalian. Kami akan usahakan yang terbaik bagi masa depan kami.

Terima kasih untuk semua pihak yang telah membuat film ini.

Dan yang paling penting, Dukung terus film-film bagus di Indonesia dengan nonton di bioskop dan jangan nunggu bajakan baru ditonton.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun