Sebuah antiklimaks buat tim panser Jerman. Demikianlah kira-kira ungkapan yang tepat buat hasil semifinal Piala Dunia antara Jerman melawan Spanyol. Wajar saja, karena sebelum pertandingan semifinal ini, banyak pihak terutama para pendukung Jerman sangat yakin Jerman bisa menundukkan Spanyol. Wacana yang berkembang bukan lagi apakah Jerman bisa mengalahkan Spanyol melainkan berapa banyak gol yang mampu dilesakkah phillip Lahm dkk ke gawang Spanyol. Ekspektasi besar dari para pendukung terhadap tim panser bisa jadi tidak terlalu berlebihan. Ini mengingat hasil dua laga Jerman sebelumnya yang sangat meyakinkan dan mau tak mau akan menempatkan Jerman sebagai tim yang paling wajib ditakuti. Meski ramalan Paul si gurita yang memilih bendera spanyol, Jerman tetaplah masih sulit untuk tidak diunggulkan.
Laga antara Jerman melawan Inggris di fase perdelapan final adalah awal dari ekspektasi besar itu. Laga itu menjadi bukti atas ketangguhan pasukan muda Jerman. Wayne Rooney dan kawan-kawan dibuat tak berdaya dan dipaksa menelan pil pahit dengan kekalahan yang cukup telak 1 -4. Klose, Mueller, dan Podolski membombardir gawang Inggris secara meyakinkan melalui skema permainan yang mengagumkan. Meski Inggris mampu mencetak gol balasan, namun secara umum permainan mereka seakan berada satu kelas di bawah phillip Lahm dan kawan-kawan. Hasil ini membuat Jerman mulai diprediksi akan mampu mengulang sejarah mereka 20 tahun yang lalu pada Piala Dunia 1990 saat menjadi juara dunia.
Laga perempat final menjadi pembuktian berikutnya dari pasukan Joachim Loew. Pada fase ini mereka harus menghadapi lawan berat berikutnya sekaligus musuh bebuyutan mereka, yaitu Argentina. Ketangguhan Jerman akan benar-benar teruji saat menghadapi Messi dan kawan-kawan yang sampai ke perempat final tanpa terkalahkan dan selalu mencetak gol di setiap pertandingannya. Messi, tevez, dan higuain telah membuktikan ketajaman mereka pada pertandingan mereka sebelumnya. Pertandingan pun diramalkan akan berlangsung ketat dan keras. Pertarungan antara skill individu dan kecepatan messi dkk melawan kolektivitas dan kedisiplinan Mesut Ozil dkk.
Pertandingan pun berlangsung dan Jerman beruntung bisa mencetak gol cepat lewat sundulan Mueller memanfaatkan umpan tendangan bebas Schweinsteiger. Selanjutnya tekanan pun menghantui pemain Argentina yang membuat permainan individu mereka tidak berjalan. Jerman mampu memanfaatkan rasa frustasi pemain Argentina. Mueller, Podolski, Schweinsteiger, dan Ozil dapat leluasa memainkan bola dan menusuk jantung pertahanan Argentina yang dikawal Dimichelis. Alhasil Jerman mampu melesakkan tiga gol tambahan untuk menggenapkan skor menjadi 4 – 0. sebuah kemenangan yang fantastis dan disambut dengan gegap gempita oleh seluruh pendukung Jerman. Kemenangan ini juga mempertebal keyakinan pendukung bahwa Jerman akan mampu membawa pulang Piala Dunia ke negaranya. Jerman melaju mulus ke semifinal dan akan menghadapi Spanyol.
Spanyol, lawan Jerman di semifinal, bukanlah lawan yang asing buat Jerman. Keduanya pernah saling berhadapan dua tahun lalu di final Piala Eropa 2008. partai final itu sendiri dimenangkan oleh Spanyol dengan skor tipis 1 – 0 yang membawa Spanyol menjadi juara Eropa. Perjalanan Spanyol sampai ke semifinal tidak lebih baik dari Jerman bahkan boleh dianggap kurang meyakinkan. Spanyol bahkan pernah kalah saat menghadapi swiss di pertandingan pertama grup H Piala Dunia ini. Kekalahan ini membuat banyak orang ragu atas kemampuan Spanyol untuk berbuat banyak di Piala Dunia ini. Meski selanjutnya Spanyol mampu meraih dua kemenangan atas Honduras dan Chile yang meloloskan mereka ke babak 16 besar, belum banyak kalangan yang yakin Spanyol mampu melangkah lebih jauh.
Keraguan banyak kalangan atas kemampuan Spanyol akhirnya dijawab dengan keberhasilan Spanyol mengalahkan Portugal di perdelapan final dan Paraguay di fase perempat final masing-masing dengan skor tipis 1 – 0. Spanyol pun terus melaju sampai ke semifinal untuk menantang Jerman. namun sampai sejauh ini pun, meski mampu mengungguli lawan-lawannya, Spanyol masih dianggap belum menunjukkan permainan terbaiknya sebagaimana yang pernah mereka tampilkan saat menjadi jawara Eropa tahun 2008. skor 1 – 0 atas Portugal dan Paraguay seolah menjadi bukti atas keraguan ini. Permainan tiki taka, yang mengandalkan determinasi dan penguasaan bola dengan operan dari kaki ke kaki yang cepat, yang menjadi ciri khas sepak bola Spanyol dianggap belum maksimal dan belum menghasilkan banyak gol seperti harapan banyak orang, namun, banyak kalangan yang membela dengan mengatakan bahwa kemenangan lebih penting walaupun diraih tanpa mencetak banyak gol. Keadaan inilah yang akan dibawa oleh Spanyol saat menghadapi Jerman.
Permainan Spanyol yang disebut memiliki gaya tiki taka disebut-sebut menyerupai gaya permainan Barcelona. Wajar saja karena lini tengah dan belakang Spanyol diisi oleh pemain-pemain Barcelona. Disana ada arsitek permainan pada dua gelandang, yaitu Xavi dan Iniesta ditambah Busquet sebagai gelandang bertahan dan Pedro di posisi sayap kanan. Belum lagi dua pemain Barcelona lainnya, yaitu Pique dan Puyol, menempati jantung pertahanan Spanyol. Penguasaan bola dengan operan pendek dari kaki ke kaki yang mengalir secara cepat merupakan karakteristik permainan Spanyol. Bola pun akan mengalir lancar ke depan untuk diselesaikan oleh Torres atau Villa sebagai ujung tombak. Pola ini memang tidak sepenuhnya berhasil dan terbukti Spanyol tidak mampu mencetak gol ke gawang swiss walaupun menguasai ball possession lebih banyak. Namun, Konsistensi yang berbuah kemenangan yang mereka tunjukkan pada pertandingan berikutnya pasca kekalahan dari swiss sedikit memberikan bukti keampuhan dari gaya permainan mereka ini. Modal dasar inilah yang akan menjadi senjata Spanyol untuk meredam kecepatan dan kelincahan Jerman. Tentu saja gaya permainan tiki taka ini melawan kedisiplinan pemain Jerman akan menjanjikan tontonan yang menarik.
Determinasi inilah yang benar-benar ditunjukkan Spanyol pada pertandingan semifinal menghadapi Jerman. Sadar bahwa Jerman sangat berbahaya jika dibiarkan menguasai bola, pemain Spanyol berusaha terus memegang bola dan mengalirkannya dengan cepat dari satu pemain ke pemain lainnya. Lini tengah Spanyol terus berusaha merebut bola dan mengalirkan bola dengan cepat. Ini memaksa Jerman tidak mampu memainkan pola serangan cepat mereka dan membuat mereka tertahan di area permainan mereka sendiri. Ketidakhadiran Mueller di lini tengah Jerman sedikit berpengaruh terhadap ketajaman serangan mereka. Keraguan mereka antara tetap bertahan atau melakukan serangan membuat Jerman tidak mampu mengembangkan permainan. Sebuah keuntungan sesungguhnya telah diperoleh Spanyol sepanjang babak pertama meski mereka belum berhasil mencetak gol.
Di babak kedua, Jerman mulai berani melakukan tekanan dan lebih terbuka untuk menyerang. Pertandingan pun berlangsung lebih menarik dengan serangan yang dilakukan kedua belah pihak secara bergantian. Beberapa peluang pun sempat diperoleh kedua tim, bahkan Jerman pun memiliki peluang emas saat tendangan kroos (yang masuk menggantikan Trochowski, yang diplot sebagai pengganti Mueller) meluncur deras ke gawang Iker Casillas. Casillas pun berhasil menepis bola untuk menyelamatkan gawangnya. Keuntungan yang diperoleh Spanyol saat Jerman bermain lebih terbuka membuat Spanyol dapat menciptakan beberapa peluang berbahaya. David Villa menjadi lebih bebas bergerak dan beberapa kali mencoba mengancam melalui aksi dan kecepatannya walaupun masih mampu diblok oleh pemain belakang Jerman. Spanyol akhirnya mampu mencetak gol melalui sundulan kepala Puyol memanfaatkan sepak pojok Xavi. Gol ini sesungguhnya hasil dari determinasi dan keyakinan pemain Spanyol yang berhasil memanfaatkan sedikit celah pertahanan Jerman yang mulai bermain terbuka. Ingat bahwa gawang Jerman pun pernah dibobol oleh pemain Inggris melalui cara yang sama seperti ini, yaitu melalui sundulan kepala yang memanfaatkan sepak pojok
Spanyol pun akhirnya mampu mengakhiri pertandingan dengan kemenangan atas tim yang sebelumnya pernah membombardir gawang lawannya dengan mudah. Jerman yang sebelumnya terlihat begitu perkasa dan selalu mengakhiri laga dengan banyak gol pun dibuat tidak berkutik dan tidak berdaya. Spanyol pun membuktikan bahwa mereka bukanlah Inggris atau Argentina yang bisa dikalahkan dengan mudah. Kemenangan ini juga mengulangi hasil yang sama saat menghadapi Portugal dimana Portugal juga sebelumnya pernah mengalahkan Korea Utara dengan skor telak, 7 – 0. Spanyol pun tampaknya boleh disebut pembunuh raksasa dengan satu gol maut.
Kemenangan ini juga seperti mengulang hasil akhir final Piala Eropa dimana Spanyol juga mampu mengalahkan Jerman dengan skor yang sama pula, 1 – 0. Sebuah kemenangan yang amat manis yang mampu mengantarkan mereka mencapai final Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah. Dan, saya yakin ini tidak ada hubungannya dengan pilihan paul si gurita yang memilih bendera Spanyol dibandingkan bendera Jerman.