Sondermo asik menghisap dalam sigaretnya sebentar setelah seruputan kopi hangat di sore sehabis hujan itu terasa memompa aliran darah segarnyanya hingga ke ubunubun. Ditahannya sebentar. Dirasarasainya paduan asam kafein dan pahit-gurih nikotin di dalam mulutnya. Senyum Sondermo merekah, semerekah pipi perawan dalam naungan kebahagiaan bulan purnama. “Shang Hyang Semesta, penguasa ilmu dan welas asih, terimakasih atas kehadiranmu di sore yang engkau berkati ini.”
Bau tanah basah. Bau segar yang tak akan ditemukan di manapun selain di tanah basah setelah hujan itu sendiri serasa berbagi gairah kepada siapapun untuk mengingatkan bahwa bahagia itu sederhana saja-sesederhana, “menghela nafas dalamdalam, menahannya beberapa saat, kau rasai detak jantungmu makin membakah menyebarkan hangat ke seluruh tubuh dan kau hembuskannya dengan tersenyum!” Sesederhana itu sebenarnya kebahagiaan itu!
Seekor kupukupu, hinggap di pundak Sondermo. Sondermo menyapanya dengan senyuman. “Ada apa?” tanya Sondermo.
Tidak ada jawaban. Satu-dua kupukupu itu mengepakkan sayapnya. Sekali berputar di muka cangkir dan kemudian hinggap tepat di bekas bibir ssruputan Sondermo.
“O, kamu pingin ngopi?”
Juga tidak ada jawaban. Kupukupu itu hanya menggerakgerakkan sungut dan kedua belah sayapnya. Sondermo mengamatinya. “Kupukupu yang cantik,” gumamnya, “benarbenar cantik!” Warna kecoklatan berkilaukilau keemesan. Kedua mata yang berbinar memancarkan keceriaan. Sungut melingkar dan kedua belah sayap yang semakin menarinari! Ow, sungguh kupukupu yang cantik!
Kepakan sayap yang berat, mengankat tubuh kupukupu itu melayang mengagetkan lamunan Sondermo. Sepertinya ia tahu, Sondermo sedang memperhatikannya. Ia pun malumalu. Terbang meninggi di atas cangkir lalu pergi kearah barat. Sondermo masih memperhatikan dengan seksama.
Semakin jauh dan Sondermo masih bisa menyaksikan dengan jelas. Kilau keemasannya. Gemulai kepakan sayapnya. Dan bahkan centil-cerianya, Sondermo masih bisa menyaksikannya dengan jelas.
Semaki jauh dan sama sekali tidak mengurangi keawasan Sondermo untuk menyaksikannya. Semakin jauh justru semakin membuat Sondermo sadar bahwa kupukupu itu sedang menunjukkan kepadanya seberkas pelangi! Ia terbang berputarputar, turun-naik mengitari pelangi. Keceriaannya berlipatlipat, keceriaan yang sedang dibaginya dengan Sondermo.
Dan sekali lagi terdengar, “Angin."
Sondermo kembali menyeruput kopi dan menghisap dalam sigaretnya.
[]