Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Dialog Meja Makan

1 Agustus 2010   15:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:24 586 0
Malam ini adalah tepat sebulan kami menikmati makan bersama di meja makan kami yang baru.

Ah, apa hebatnya meja makan yang baru?

Bukan bermaksud pamer punya barang baru.  Tapi, gara-gara meja makan baru ini, maka ada yang berubah di keluarga kami.  Sungguh!

Setelah 11 tahun menikah dan sekarang sudah punya 2 anak, baru sekarang kami punya meja makan.  Baru sekarang kami bisa memberi contoh kepada anak-anak bagaimana bersikap sopan di meja makan.

Aku selalu bangga dengan keadaan kami yang tinggal di sebuah rumah yang strategis.  Kemana-mana dekat.  Maksudnya, ke kamar mandi dekat, ke dapur dekat, mau nonton tv dekat, mau tidur juga mudah tinggal "nggeletak" saja.  Seringkali saya katakan kepada anak-anak saya, bahwa kita tinggal di sebuah rumah ajaib.  Sebuah rumah, yang memiliki ruangan yang bisa berubah-ubah sesuai keinginan kita.  Jika sekarang kita ingin makan bersama, maka sekejab saja ruangan 3 X 6 meter tersebut berubah menjadi ruang makan.  Ketika ada tamu, maka dalam seketika ruangan yang sama tadi berubah menjadi ruang tamu. Setelah malam dan hendak istirahat, maka otomatis tanpa diperintah, ruangan berubah menjadi kamar tidur bersama (meski ada kamar tidur lain, tapi jarang di pakai karena gerah).

Dengan demikian, jika kami memiliki sebuah meja makan, maka keajaiban ruangan kami tadi segera hilang.  Maka kami bertahan selama 11 tahun hidup tanpa meja makan.

Tanpa meja makan bukan berarti kami kehilangan kebersamaan dalam suatu ritus makan bersama.  Suatu kebiasaan yang kami bangun sejak anak-anak baru belajar melek.

Makan bersama merupakan waktu luar biasa yang kami miliki untuk saling bercerita dan berbagi perasaan tentang apapun yang kami alami dan rasakan.  Terutama, pada waktu makan malam.  Maka, kami akan saling berebut untuk bercerita tentang kejadian yang kami alami seharian tadi.

Di saat itu jugalah, kami sebagai orang tua, mencoba menjadi orang tua "beneran", yang suka memberi nasehat, memberi mimpi-mimpi, memasukkan dogma rohani, sampai bicara keuangan yang sering membuat kami sendiri terkejut.

Keriangan pada saat makan bersama itu, tentu saja minus table manner. Ya iya lah.., khan kami makannya di atas tikar.  Mana ada table manner.

Rupanya, kebaikan Tuhan datang juga.  Setelah kami memiliki rumah yang sedikit lebih besar, yang punya cukup ruangan untuk menempatkan sebuah meja makan, maka dengan sedikit memaksa, kami beli sebuah meja makan.

Akhirnya, kami bisa mengajarkan anak-anak table manner.

Tapi, dasar bukan aslinya orang yang lahir dari kebiasaan memiliki table manner sungguhan ala bangsawan Eropa, maka table manner kami adalah table manner ala kami sendiri.  Tetap saja dengan tanpa sungkan anak-anak kami tangannya maju untuk mengambil lauk ikan dari piring bapaknya, atau dengan semangat menceritakan kisah siang tadi sambil tangannya berputar-putar memegang garpu.  Ah...

Tetapi, ada satu yang berubah memang.

Setiap kali, saya, bapak di keluarga kecil kami itu, hendak makan malam, meski waktu sudah menunjukkan waktu untuk anak-anak tidur, tetapi mereka tetap saja mau duduk di meja makan menemani bapak dan ibunya untuk tetap sambil berlomba untuk bercerita.  Sesuatu yang tidak pernah ada sebelumnya.

Mereka dengan suka rela duduk menemaniku makan malam, kadang-kadang sambil membawa buku pelajaran sekolah atau mainan kesayangan mereka.  Mereka hanya ingin duduk bersama di meja makan dan bercerita tentang diri mereka, mereka ingin mendengarkan mimpi-mimpi besar kami, menyimak dogma iman, memburu motivasi dari kami orang tuanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun