Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Melihat Ketelanjangan dari Kacamata Awam

6 Oktober 2012   03:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:12 895 6
"Sebuah karya Pornography baru bisa dibilang berhasil jika pemirsa bisa terangsang dengan karya tersebut, dimana pada Art Nude Photography sebuah karya tidak boleh memancing birahi pemirsanya. Nude Art Photography baru bisa disebut seni jika pemirsa tidak mengalami rangsangan birahi, namun bisa menikmati keindahan dari karya yang dibuat " - Widianto. h Didiet Kutipan diatas saya ambil dari artikel yang ditulis beliau tentang definisi apa itu Nude Art Photography sendiri.  Memang sulit, bagi orang awam untuk melihat sebuah ketelanjangan sosok atau figur manusia dan dapat mendefinisikannya sebagai sebuah karya seni, ketimbang hanya sekedar pemuas otak nakal yang seringkali lebih mendominasi. Kontroversial, sebuah alasan yang absurd dan tidak bisa diterima oleh awam. Wajar sih, mengingat segala sesuatu yang berhubungan dengan ketelanjangan akan selalu dikaitkan dengan norma dan batasan batasan yang bisa atau tidak bisa diterima dalam sebuah kacamata masyarakat umum apalagi dengan basis kultural atau agama yang tentu sulit untuk dipisahkan. Sedari kecil, kita sudah diajarkan untuk menutup tubuh. Malu apabila telanjang. Aurat ya sudah semestinya tertutup. Hal yang sudah terpatri kuat dibenak  dan hati. Sehingga sebuah karya seni berbasis ketelanjangan akan sulit diterima dengan dalih totalitas profesi atau kecintaan terhadap seni fotografi. Wajar, karena kita melihat dari sebuah sudut pandang yang memang penuh dengan keteraturan. Totalitas, memang mutlak diperlukan. Itu apabila kita memang mau menggeluti seni fotografi dari luar dan dalam.  Dan Nude art photography adalah salah satu genre yang konon harus diperhatikan juga. Tapi, apakah serta merta seorang yang menggemari dunia fotografi dan tetap menolak bereksperimen dengan genre tersebut karena sudut pandang yang berbeda dan 'kukungan' tentang sebuah nilai yang dianut bisa dikatakan tidak total atau bahkan tidak profesional? Anda boleh tidak setuju dengan saya, tapi jawaban saya adalah tidak. Haruskah seseorang mengikuti 'pakem' professionalitas dan wajib hukumnya mengambil juga genre nude art photography tersebut hanya karena 'ya aturannya memang begini di fotografi' ? Berusaha membebaskan pikiran demi sebuah totalitas dalam berkarya.  Buat saya, rules are meant to be broken. Apalagi hanya sebuah tatanan aturan yang dibuat oleh sekelompok manusia. Apabila pakem mengatakan bahwa untuk total saya harus bisa dan mau mempelajari nude art photography sebagai sebuah seni, saya akan tetap berkata tidak. Mencoba meyakinkan diri sendiri dengan bantuan dari mesin pencari. Klik "Nude Art Photography". Hasilnya, foto foto yang dihasilkan gagal meyakinkan pola pikir dan sudut pandang saya bahwa nude art photography itu memang sebuah bentuk karya seni yang tidak melibatkan birahi.  Masih tetap saja sebatas lekukan, gundukan yang 'dibentuk' sedemikian rupa untuk mengelabuhi pikiran bar bar saya sehingga saya bisa mengapresiasi dan mengatakan itu adalah bentuk karya seni, atau harus berdecak kagum saat melihatnya. Tidak munafik, saya suka melihat sosok wanita telanjang. Tapi bukan karena seni. Dan apakah itu karena keterbatasan kerangka saya berpikir? Bahwa memang otak saya mesum dan ngeres? Iya.  Dan kenyataannya, memang itulah jati diri kebanyakan manusia. Sekelompok orang yang punya pikiran mesum dan ngeres. Bagi saya, tidak sulit untuk mengapresiasi warna dan semu rona matahari saat terbenam atau terbit.  Saat gelap berganti dengan terang ataupun sebaliknya.  Mudah sekali untuk berucap "Wow" saat melihat sebuah keindahan alam. Gunung dan lain sebagainya. Dan tidak bisa dipungkiri, itu karena keterbatasan saya melihat sesuatu tentang keindahan yang 'asli'. Bukan sesuatu yang harus dibentuk sehingga menghasilkan sebuah keindahan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun