Itu saja yang bisa diucapkan kepada para orang orang suci. Cara penyampaian dan dakwah yang relatif 'indah' sukses turut membesarkan ideologi sekularisme dan liberalisme di tengah masyarakat di Indonesia
Jangan mudah terheran heran apabila pada akhirnya keyakinan hanya dibawa hanya sebagai sebuah sarana seremonial saja. Bukan hanya karena memang sudah yakin, tapi hanya sebatas mengikuti baju yang pantas dibawa bersanding pada kesehariannya. Di hati? Nol besar.
Sekularisme menawarkan pintu keluar yang rasional. Sekali lagi, rasional menjadi tolak ukur sebab akibat. Menjauh dari nilai keyakinan merupakan suatu ide yang rasional apabila dirasakan sudah tidak mampu lagi mengayomi.
Liberalisme? Kenapa tidak? Saat keinginan individu individu dalam bernegara tidak lagi terwakili dan selalu harus 'manut' oleh kepentingan sebuah golongan, sisi kebenaran menjadi sebuah pegangan yang bias. Menjadi seorang individu yang bebas dalam mengutarakan suaranya, bukankah itu sangat layak dijadikan pilihan?
Saat keyakinan keyakinan yang beragam di tengah masyarakat di Indonesia ternyata gagal berkomunikasi dengan baik mengenai teori kebenaran menurut versi masing masing orang orang suci, pada akhirnya, ini yang mengakibatkan sekularisme dan liberalisme pun berkembang pesat dengan baik.
Jangan salahkan teori konspirasi atau faktor eksternal dulu. Tak perlu jauh jauh melihat kearah sana, karena persoalan yang nyata ada disekitar kita.
Rabun dekat, itu istilah yang tepat menggambarkannya.