Sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2000, Indonesia termasuk salah satu negara yang secara konsisten ikut berpartisipasi sejak program ini pertama kali dilaksanakan. Data yang dihasilkan dari studi ini menjadi rujukan dalam mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan sistem pendidikan nasional, serta sebagai dasar untuk merancang perbaikan. Â Berdasarkan hasil PISA 2022, Indonesia berada di peringkat ke-69 dari total 80 negara yang berpartisipasi. Dengan total skor 1.108, dapat dikatakan bahwa Indonesia menempati posisi ke-12 terbawah dalam daftar. Hasil ini menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar jika dibandingkan dengan negara-negara yang berada di peringkat teratas. Skor ini juga mencerminkan bahwa sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk mencapai standar internasional. Perbedaan (gap) skor yang cukup besar dan signifikan dengan negara-negara dengan posisi teratas menunjukkan bahwa upaya perbaikan diperlukan dalam berbagai aspek, baik dalam kualitas pengajaran, penyediaan fasilitas pendidikan, maupun pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Salah satu isu utama terkait pendidikan di Indonesia adalah isu mengenai ketimpangan pendidikan. Ketimpangan pendidikan sendiri merupakan sebuah kondisi di mana terdapat kesenjangan atau perbedaan dalam hal akses dan kualitas pendidikan yang diterima oleh suatu individu atau kelompok terhadap akses dan kualitas pendidikan yang diterima oleh individu atau kelompok lain. UNESCO menyatakan bahwa ketimpangan pendidikan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk akses terhadap pendidikan, kualitas pendidikan, dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan. Ketimpangan ini dapat disebabkan oleh faktor sosial, ekonomi, geografis, dan budaya. Ketimpangan pendidikan ini dapat berdampak negatif pada pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Hal ini terjadi karena ketimpangan pendidikan dapat mengurangi kualitas tenaga kerja dan mengurangi peluang untuk inovasi dan kreativitas.
Salah satu faktor utama penyebab ketimpangan ini adalah faktor sosial. Di mana sekolah yang berada di daerah perkotaan biasanya memiliki fasilitas yang lebih baik, seperti laboratorium yang lengkap, jaringan internet yang stabil, dan perpustakaan yang memadai. Sebaliknya, sekolah yang berada di daerah pedesaan atau terpencil seringkali kekurangan fasilitas dasar, seperti ruang kelas yang layak, buku pelajaran, atau bahkan akses air bersih. Contoh nyata yang dapat dilihat adalah sekolah di daerah terpencil, seperti Papua atau Nusa Tenggara, yang sering kali hanya memiliki satu guru untuk beberapa tingkat kelas sekaligus. Sementara di kota besar seperti Jakarta, siswa memiliki akses ke les privat dan pelatihan tambahan. Hal ini menunjukkan ketimpangan sosial yang cukup besar dalam hal pendidikan.
Ketimpangan Akses Teknologi antara Perkotaan dan Pedesaan
Di sisi lain, Indonesia sudah menunjukkan perkembangan kemajuan teknologi yang cukup pesat, terutama di daerah perkotaan. Namun, kemajuan teknologi ini belum merata di seluruh Indonesia. Banyak siswa di daerah pedesaan atau wilayah terpencil yang tidak memiliki akses ke perangkat elektronik seperti komputer dan internet, yang menghalangi mereka untuk terhubung ke dunia digital. Kesenjangan ini terlihat semakin nyata selama pandemi COVID-19, ketika pembelajaran secara daring menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia. Di wilayah perkotaan, banyak siswa yang mampu mengikuti pembelajaran online dengan bantuan perangkat seperti komputer atau gawai yang terhubung ke internet. Mereka juga memiliki akses yang lebih luas terhadap berbagai sumber belajar online, seperti video pembelajaran, buku elektronik, hingga aplikasi interaktif sebagai media pembelajaran. Sebaliknya, siswa di daerah pedesaan seringkali hanya bergantung pada modul cetak sebagai sumber belajar utama. Bahkan banyak dari mereka yang kehilangan kesempatan untuk belajar karena kurangnya alternatif yang memadai. Ketimpangan ini semakin memperlebar jurang antara siswa yang memiliki akses teknologi dan mereka yang tidak, yang pada akhirnya memperburuk kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua: Faktor Penentu Pendidikan Anak
Prestasi akademik siswa juga sering kali dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua. Orang tua dengan pendidikan yang cenderung lebih tinggi umumnya dapat lebih memahami pentingnya pendidikan dan mampu memberikan dukungan finansial dan emosional yang lebih baik. Mereka dapat lebih mendorong anak untuk mencapai prestasi akademik yang lebih optimal dan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan yang lebih baik, seperti buku, komputer, dan bimbingan tambahan. Sebaliknya, orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah sering mengalami kesulitan dalam memberikan dukungan pendidikan karena pemahaman yang terbatas mengenai pentingnya pendidikan dan juga karena kendala ekonomi. Anak-anak dari keluarga seperti ini mungkin juga harus membantu pekerjaan rumah tangga atau bekerja sambilan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mengurangi waktu belajar mereka. Kondisi ini menyebabkan kesenjangan dalam peluang pendidikan antara siswa dengan latar belakang keluarga yang berbeda menjadi semakin besar.
Ketersediaan Guru Berkualitas yang Tidak Merata
Ketersediaan guru yang berkualitas juga menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan ketimpangan pendidikan di Indonesia. Di wilayah perkotaan, guru cenderung memiliki pelatihan yang lebih memadai serta akses yang lebih baik terhadap berbagai sumber daya pendidikan modern. Mereka lebih mudah mengikuti pelatihan lanjutan, seminar, atau lokakarya (workshop) yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi guru. Sebaliknya, guru-guru yang berada di daerah terpencil menghadapi berbagai keterbatasan yang cukup menyulitkan. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan lanjutan sering kali sangat terbatas atau bahkan tidak tersedia. Banyak dari mereka tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengajar mata pelajaran tertentu. Banyak guru tidak memiliki latar belakang akademik yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu, sehingga kualitas pengajaran menjadi kurang optimal.
Ketimpangan Fasilitas Pendidikan yang Kian Melebar
Ketimpangan ini semakin diperburuk oleh minimnya fasilitas pendidikan di daerah terpencil. Banyak sekolah di daerah ini masih mengalami kekurangan sarana dasar yang diperlukan untuk mendukung proses belajar-mengajar. Guru sering kali harus mengajar dalam situasi yang sangat terbatas. Keterbatasan ini termasuk kekurangan listrik, akses internet, dan jumlah buku pelajaran atau sumber pendidikan lainnya. Selain itu, ruang kelas yang tidak memadai dan kekurangan alat pendukung seperti meja, kursi, atau perangkat keras membuat pembelajaran menjadi semakin sulit. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kualitas pengajaran guru, tetapi juga berdampak langsung pada pengalaman belajar siswa. Siswa yang tinggal di wilayah terpencil sering kali tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pelajaran yang lebih interaktif atau berbasis teknologi, seperti yang dimiliki siswa di perkotaan. Siswa di daerah perkotaan memiliki lebih banyak fasilitas dan sumber belajar yang memungkinkan mereka untuk berkembang dan mencapai prestasi akademik yang terbaik. Situasi ini menciptakan kesenjangan yang semakin besar antara siswa yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di daerah terpencil.
Ketimpangan Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar di rumah juga berperan penting dalam menentukan keberhasilan akademik siswa. Siswa yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah sering kali menghadapi kesulitan besar dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Rumah mereka biasanya dihuni oleh banyak anggota keluarga, sehingga suasana menjadi cukup bising dan kurang mendukung konsentrasi, sehingga tidak cukup kondusif untuk belajar. Selain itu, keluarga dengan penghasilan yang lebih rendah sering kali tidak mampu menyediakan fasilitas belajar yang memadai, seperti meja belajar, lampu baca, atau buku referensi. Hal ini sangat berbeda dengan siswa yang tinggal di rumah dengan suasana belajar yang mendukung, di mana mereka memiliki fasilitas lengkap dan juga suasana yang tenang. Ketimpangan ini menyoroti dampak besar yang dimiliki lingkungan belajar di rumah terhadap perkembangan dan prestasi akademik siswa.
Langkah Efektif untuk Mewujudkan Pendidikan yang Setara di Indonesia
Berbagai faktor di atas dapat meningkatkan disparitas hasil pembelajaran, seperti yang ditunjukkan oleh skor PISA Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, perlu diimplementasikan kebijakan yang fokus pada pengembangan guru, infrastruktur teknologi, dan pemerataan akses ke sumber daya pendidikan diperlukan, terutama di daerah terpencil. Untuk memastikan kualitas pendidikan yang lebih baik, peningkatan pelatihan bagi guru dapat dilakukan, terutama pada daerah pedesaan. Selain itu, pengembangan infrastruktur teknologi seperti akses internet dan perangkat pembelajaran digital juga harus menjadi prioritas utama. Siswa di daerah terpencil harus memiliki akses yang sama ke sumber pendidikan seperti siswa di perkotaan. Untuk memastikan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama, penting bagi guru untuk memberikan sumber daya pendidikan, termasuk alat pendukung belajar dan buku pelajaran secara merata. Langkah-langkah ini dapat mengurangi kesenjangan pendidikan dan memberikan peluang yang lebih adil bagi semua siswa untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih optimal.
Referensi
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2023). Peringkat Indonesia pada PISA 2022 Naik 5-6 Posisi Dibanding 2018. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Muhadzib, R. K., Yusnita, U., & Sharon, G. (2023). Upaya Mengatasi Ketimpangan Pendidikan Menurut Konvensi Internasional. Jurnal Plaza Hukum Indonesia, 1(1), 95-107.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2022). PISA 2022 Results Volume I and II: Country Notes -- Indonesia. Organisation for Economic Co-operation and Development.