Sultan memprihatinkan fakta di lapangan bahwa strategi pasca pengkajian yang dilakukan oleh badan-badan penelitian dan pengembangan tidak dilakukan dengan tegas dan tidak menghendaki adanya umpan balik dari petani atau pemakai hasil kaji tersebut. Bahkan ironisnya, banyak dari hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan petani.
Oleh karena itu, "Kita (sebagai bangsa) harus introspeksi (dengan kondisi seperti ini)," tegas Sultan.
Selain Sultan, narasumber yang hadir di antaranya Kepala Bappeda DIY Drs. Tavip Agus Rayanto, M.Si., Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Ir. Haryono, M.Sc., Dr. Ir. Kusuma Dwiyanto (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan), dan wakil dari Kementerian Pertanian.Tavip memaparkan penduduk DIY sekitar 3,5 juta jiwa dengan jumlah petani (termasuk peternak) lebih dari 50%. Dari jumlah tersebut, 80,29% petani DIY adalah petani gurem, yakni petani dengan kepemilikan lahan seluas 0,3-0,5 ha.  Petani tersebut sebanyak 71% hanya maksimal lulusan Sekolah Dasar.
Laju konversi lahan sekitar 200-250 ha per tahun dengan trend mengarah di Bantul, padahal sebelumnya di Sleman. Ancaman erupsi Merapi diduga menjadi pergeseran trend tersebut.Kusuma menyitir data populasi dari hasil Sensus Ternak 2011 sejumlah 16,8 juta ekor (sapi dan kerbau). Hal itu mengindikasikan Indonesia sudah swasembada daging. Hanya saja diperlukan terobosan agar swasembada daging dapat berkesinambungan, di antaranya yaitu tunda potong, larangan pemotongan betina produktif, meningkatkan calf croping atau perbaikan genetik, penurunan angka mortalitas, dan teknologi pakan ternak.