Demikian pernyataan Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pengurus Pusat Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) Drs. H. Said Tuhuleley pada Pendidikan dan Pelatihan Pertanian Terpadu Angkatan ke-4 di Balai Ketransmigrasian Yogyakarta (16-18/5). Agenda dengan peserta merupakan kader-kader Muhammadiyah yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, dan Lampung ini diselenggarakan oleh MPM Muhammadiyah dengan menghadirkan Konsultan MPM Muhammadiyah seperti Prof. Dr. Ir. Ali Agus, D.A.A., D.E.A. yang merupakan Koordinator Jihad Kedaulatan Pangan Universitas Gadjah Mada berbicara perihal Jihad Kedaulatan Pangan, Ir. Syafi’i Latuconsina “Model Pemberdayaan melalui Budidaya Tanaman Pangan”, Dr. Ir. Latif Sahubawa “Model Pemberdayaan melalui Budidaya Perikanan”, dan Dr. Sriyadi “Model Pemberdayaan melalui Budidaya Hortikultura”.
Hadir pulaDirektur Asosiasi Pengembangan Kerajinan dan Ketrampilan Rakyat Yogyayakarta (APIKRI) Drs. Amir Panzuri “Konsepsi Dasar Pemberdayaan Masyarakat, Direktur Eksekutif Yayasan Pengembangan Ekonomi Rakyat Indonesia (Yaperindo) sekaligus staf pengajar Fapet UGM Dr. Bambang Suwignyo, M.Sc. “Model Pemberdayaan melalui Budidaya Peternakan”, Direktur Yayasan Perempuan, Anak, Lingkungan, Usaha Mikro, dan Agrobisnis (PALUMA) Zainuddin Fanani, B.A. “Kontrak Belajar dan Bina Suasana”, Bachtiar D. Kurniawan, S.Ag., M.P.A. “Manajemen Pemberdayaan Masyarakat”, dan Dr. Nurul Yamin “Pengorganisasian Kelompok”.
Lebih lanjut Said mengatakan, pada poin menegakkan kedaulatan pangan ditempuh dengan pengembangan pertanian terpadu, dan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Jihad kedaulatan pangan berupa advokasi kebijakan publik yang merugikan petani dan nelayan agar memiliki kemauan dan mengaplikasikan pengolahan hasil sehingga memberi nilai tambah dan pemasarannya dengan adanya pendampingan teknis sehingga berubah dari petani dan nelayan yang lemah menjadi petani dan nelayan yang kuat.
Seperti diketahui konsep pemberdayaan Muhammadiyah berbasis teologi Al-ma’un yang menjelaskan perihal pendusta agama, yaitu menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang msikin. Pendusta agama itu termasuk kelompok yangtidak peduli pada kaum miskin, pimpinan organisasi masyarakat yang sejak penyusunan programtidak peduli pada kaum miskin, dan pemerintah yangAPBN/APBDtidak berpihak pada kaum miskin.
Syafi’i memaparkan bahwa pada 15 April 2008, PBB secara resmi mengumumkan adanya krisis pangan dunia dan mendesak tindakan antarnegara untuk mengatasinya. Harga gandum naik 130% sejak Maret 2007, kedelai naik 87%. Bank Dunia memperingatkan 100 juta orang menjadi miskin karena harga pangan naik 83% dalam tiga tahun. “FAO mengatakan di negara berkembang, biaya pangan mencapai 60-80% dari pengeluaran mereka, sedangkan negara maju biaya pangan 10-20%,” ujarnya.
Indonesia adalah negara agraris, mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani yang kaya sumber pangan, memiliki 945 jenis tanaman asli Indonesia (M. Nasution, 2004) 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis sumber lemak/minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman, dan 110 jenis rempah-rempah dan bumbu-bumbuan. Namun ironisnya, negara Indonesia sudah menjadi negara importir pangan di antaranya beras 2 juta ton/th (juara dunia), gula1,6 juta ton/ttahun, gandum 4,5 juta ton/tahun, jagung 1 juta ton/tahun, daging 44 ribu ton/tahun, dan susu, mentega, keju total 170 ribu ton/tahun.
Sementara Bambang mengatakan bahwa sistem pertanian terpadu mempunya keunggulan di antaranya: 1) hemat energi (LEISA = low externa input and sustainable agriculture) reduce, reuse, recycle, refill, replant, repair, 2) mempertahankan keanekaragaman hayati, 3) mempertahankan keanekaragaman hayati, 4) produksi optimum, 5) diversifikasi produk, dan 6) menggunakan sumberdaya secara terintegrasi. Model mix-farming di pesisir pantai: sapi potong, kambing, dan domba. Sapi merupakan keajaiban ternak, karena sebagai sumber pupuk organik, tenaga kerja, tabungan hidup, dan biogas.
Semua pembicara sepakat bahwa usaha dapat diintegrasikan dengan berbagai usaha lainnya seperti ternak, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perikanan yang disebut mix-farming atau Integrated Farming System secara massif. Pola pemberdayaan yang dilakukan MPM Muhammadiyah di sektor pertanian juga mengadopsi dua fungsi pemberdayaan yaitu menstimulasi partisipasi aktif petani dan mengefektif proses transfer teknologi. Melalui kedua pendekatan ini diharapkan petani miskin, yang selama ini dipinggirkan dalam konteks pembangunan nasional dan juga dilanda berbagai permasalahan laten dan kontemporer, bisa mengolah lahan pertanian secara mandiri dan berdaulat.
Untuk mengetahui secara langsung aplikasi pertanian terpadu, kata staf pengajar Fapet UGM yang sebagai Koordinator Pelaksana Diklat Angkatan ke-4 Ahmad Romadhoni S.P., S.Pt., M.Sc., para peserta diklat melakukan kunjungan ke Pondok Tani Surya Madani binaan MPM Muhammadiyah di Selo, Boyolali, Jawa Tengah dan praktek pembuatan pupuk kocor dan pembuatan pakan ternak dan ikan yang dilangsungkan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pertanian Terpadu Unit 3 MPM Muhammadiyah yang berlokasi di Piyungan, Tirtosari, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah yang dipandu oleh Ardiyanto (Ketua Kelompok Tani Surya Gemilang sekaligus Direktur Eksekutif Pusdiklat). (sumber: makalah)