Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pilpres 2014 Tanpa Capres Jawa??

16 September 2012   15:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:22 917 0
Sebenarnya saya sudah agak lama ingin menulis sebagaimana judul di atas. Namun urung terus-menerus karena berbagai alasan. Setelah ada komentar dari Saudara Ni Camperenique pada tulisan Orang Dalam Ungkap Konspirasi Metro TV, saya ingin sekali menuliskannya sekarang juga berdekatan dengan gelaran Pilgub DKI Jakarta Putaran II.

Selama 67 tahun Republik Indonesia merdeka, fakta menunjukkan hanya B.J. Habibie (BJH), orang non Jawa, yang berhasil menjadi Presiden Republik Indonesia. Selebihnya Presiden RI adalah orang Jawa. Duduknya Sang Wakil Presiden di kursi RI-1 itu pun disebabkan oleh lengser keparabonnya Panglima  Besar Jenderal Soeharto pada 21 Mei 1998. Artinya, kenaikan posisi BJH itu bukanlah hasil "pilihan" rakyat. BJH merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara. Dengan demikian, ayah BJH merupakan orang non Jawa sedangkan ibunya merupakan orang Jawa.

Setahun  kemudian BJH yang kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan berniat mencalonkan diri jadi presiden, tetapi pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR/DPR sehingga urung berlaga di Pilpres 1999. Walaupun prestasinya cukup bagus dalam hal pembuatan perundang-undangan. Hanya "sayangnya" saudara kita Timor Timur harus "merdeka" dari "penjajahan" Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah BJH, tidak ada lagi orang non Jawa yang berhasil menduduki singgasana RI-1 pada Pilpres-pilpres berikutnya. Kalau "sekadar" calon presiden tentu ada, misalnya Jusuf Kalla (JK), Hamzah Haz (HH), dan Yusril Ihza Mahendra (YIM), dll. HH merupakan Wakil Presiden 2001-2004 bersamaan dengan naiknya Megawati Soekarnoputri. Pada Pemilu 2004, Hamzah Haz yang kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat dicalonkan sebagai calon presiden oleh partainya, PPP, berpasangan dengan Agum Gumelar sebagai calon wakil presiden, tetapi ia kalah dengan perolehan suara hanya 3%. Sementara YIM pernah menjabat beberapa menteri, salah satunya Menteri Sekretaris Negara 2004-2007. Yusril yang pernah menjabat Ketua Umum Partai Bulan Bintang merupakan anak dari pasangan Idris dan Nursiha. Keluarga dari pihak ibunya berasal dari Bangkinang kemudian menetap di Belitung, dan dikemudian hari sesuai dengan adat Minangkabau, ia pun menyandang gelar sako (pusaka) sukunya yaitu Datuk Maharajo Palinduang.

Babak baru yang memiliki kans besar tampilnya orang non Jawa menjadi Presiden RI terjadi pada Pilpres 2014. Bagaimana tidak? Sedikitnya ada dua orang yang sudah berani mendeklarasikan sebagai calon presiden, yaitu Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa (HR) sebagai bakal calon presiden. ARB atau sapaannya Ical  merupakan anak sulung kelahiran Jakarta dari keluarga Achmad Bakrie yang berasal dari Lampung dan Roosniah Nasution asal Langkat Sumatera Utara, pendiri Kelompok Usaha Bakrie. Sementara HR merupakan kelahiran Palembang, Sumatera Selatan. Jadi, keduanya "asli" orang Sumatera, alias non Jawa.

Walaupun tersandung kasus Lumpur Lapindo, waktu dua tahun dapat dimanfaatkan ARB  yang sempat jadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) 1994-2004 untuk "merehablitasi" sekaligus memoles namanya hingga moncer pada saatnya kelak. Posisi ARB sebagai Ketua Harian Setgab, meskipun dikatakan tidak efektif, cukup mentereng. Sementara HR dengan posisinya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian 2009-2014 cukup agresif, membuktikan ia serius. HR pun merupakan besan Presiden RI 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya belum pernah sekalipun menjadi calon presiden maupun calon wakil presiden.

Dua lagi orang non Jawa yang "berminat" menjadi RI-1 yaitu Ketua Umum Nasional Demokrat Surya Paloh (SP) dan Wakil Presiden 2004-2009 sekaligus Calon Presiden 2009-2014 Jusuf Kalla (JK). Keduanya masih belum berani mengatakan terang-terangan "berminat" mencapreskan diri. SP lahir di Banda Aceh dari pasangan Daud Paloh dan Nursiah Paloh.Kini, SP terbelit oleh ulah perusahaannya yang bernama Metro TV sedang dirundung badai soal kicauan mantan orang dalam tulisan Orang Dalam Ungkap Konspirasi Metro TV, saya pikir dua tahun ke depan dapat saja dipakainya untuk "merehablitasi" namanya. SP belum pernah sekalipun menjadi calon presiden maupun calon wakil presiden. Kekalahannya "hanya" oleh ARB dalam perebutan kursi Golkar-1.

Sementara JK masih tampak santai meskipun tampak cukup serius "menjajal lakon baru" sebagai Presiden NKRI kelak. Jusuf Kalla lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatansebagai anak ke-2 dari 17 bersaudaradari pasangan Haji Kalla dan Athirah, pengusaha keturunan Bugis yang memiliki bendera usaha Kalla Group.

+++

Sementara dari Jawa ada Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (Pro) yang memiliki kans terbesar untuk memenangkan perebutan kursi RI-1. Anak dari begawan ekonomi Indonesia,Soemitro Djojohadikusumo yang asli Jawa. Prabowo adalah cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPAS pertama dan anggota BPUPKI.

Namun sepertinya syarat mulusnya Pro adalah kemenangan Jokowi-Basuki (JB) yang diusungnya bersama PDI-P menduduki kursi DKI-1 dan DKI-2 terlebih dahulu. Lalu kalau tidak bagaimana? Kalau sampai gagal maka peluang Pro yang kelahiran Jakarta kian bertambah terjal mengingat secara personal Mantan Danjen Kopassus itu "belepotan dosa" yang dugaannya mengarah pada seputar Reformasi 1998-1999. Hal itu pula yang banyak menggerus dukungan kepadanya. Sementara secara prestasi pribadi ia mengagumkan.

Bila pun disodorkan Jokowi yang kelak misalnya sebagai pekalah DKI-1, sebagai cawapres mendampingi Pro, maka kegagalan di DKI akan membuat rakyat berpikir berkali-kali mengingat sejarah republik ini berupa "penolakan rakyat" atas jagoan-jagoan yang sudah kalah berlaga. Hal itu tampak dengan apa yang dialami Megawati Soekarnoputri (MSP). Putri Bung Karno (BK) itu dua kali kalah dalam Pilpres 2004 dan 2009. Sementara Pro baru kalah sekali ketika mendampingi MSP pada Pilpres 2009.

Mungkin berbeda kondisinya bila Jokowi kelak sukses menduduki DKI-1. Sebagai pendamping Pro, Jokowi yang fenomenal (menurut banyak pihak Jokowi berprestasi dan bersih), tentu rakyat bisa berpaling kepada pasangan Gerindra dan PDI-P ini. Namun apakah demikian "mudah"nya PDI-P merelakan menjadi nomor dua??? Itulah pertanyaan berikutnya. Padahal rakyat PDI-P "mengabaikan" selain sosok MSP.

Ada nama MSP masih "kebelet" menjadi presiden untuk kali keduanya. Ada pula Wiranto (WR), yang kelahiran Yogyakarta, sebagaimana SP masih belum mengatakan maju sebagai calon presiden. Ayahnya, RS Wirowijoto adalah seorang guru sekolah dasar, dan ibunya bernama Suwarsijah. Pada usia sebulan, Wiranto dibawa pindah oleh orang tuanya ke Surakarta akibat agresi Belanda yang menyerang kota Yogyakarta. Di Surakarta inilah ia kemudian bersekolah hingga menamatkan SMA.

Sementara dari pihak partai penguasa yakni Partai Demokrat sampai detik ini belum menyodorkan jagoannya. Walaupun nama-nama seperti ibu negara Ani Yudhoyono (AY), Ketua Umum PD Anas Urbaningrum (AU), JK, dan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo (PEW) berseliweran, tetapi rakyat cenderung "apatis" terhadap PD yang sedang hancur-hancuran akibat kader-kadernya yang menjadi tersangka dan terperiksa kasus korupsi. Lagi-lagi sebagaimana ARB dan SP, maka waktu dua tahun cukup untuk "merehablitasi" nama PD, meskipun sangat berat karena persoalan juga pada kinerja pemerintahan SBY.

Sebagaimana MSP dan Pro, WR dan JK pun terhitung pekalah setelah kalah oleh SBY. WR kalah pada Pilpres 2004 dan 2009, sedangkan JK kalah pada Pilpres 2009 ketika bersanding dengan WR.

+++

Okelah misalnya saya mengabaikan yang namanya "dosa" karena hampir semua calon mempunyai "dosa" dan juga calon yang belum adanya deklarasi resmi. Bila kemudian setelah tulisan ini saya posting ada nama resmi jagoannya, maka saya bisa menulis lagi mengenai jagoan-jagoan Pilpres 2014. Dengan demikian saya hanya menggunakan "penolakan rakyat" sebagai penentu laga Pilpres 2014. Oleh karenanya praktis, capres yang "pantas" berlaga adalah ARB dan HR.

Kemudian saya menghimbau, silahkan kepada pemilih warga negara Republik Indonesia untuk menentukan pilihannya kelak bagi Indonesia yang lebih baik.

Salam Indonesia Kita!

Baca juga: Gempa Politik 9,18 Jakarta: Foke-Nara vs Jokowi-Basuki

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun