“Kondisi peternak agak lesu. Harga pakan 75-80% habis untuk biaya pakan. Kapan pemerintah memberlakukan subsidi pakan seperti subsidi pupuk di pertanian?” tanya Suyitno dari Kelompok Ternak Ngudisari, Kab. Semarang, Jawa Tengah pada talkshow yang digagas TVRI pasca pembukaan Hari Susu Nusantara 2012 yang bertemakan “Minum Susu Segar, Tubuh Bugar, Otak Pintar” di Jogja Expo Center, Yogyakarta (2/6). Selain itu, peternak mengharapkan Dewan Persusuan Nasonal juga berjuang untuk kenaikan susu di tingkat peternak dan subsidi pakan. Produktivitas sapi peternak rendah, mengharapkan kualitas sapi yang berkualitas. Termasuk kurangnya promosi susu. Kelompoknya berdekatan dengan perusahaan susu yang pada suatu kesempatan membagi-bagikan susu. Ternyata masyarakat doyan susu. Konsumsi susu segar perlu didorong.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan bahwa beban peternak memang di antaranya pakan dan bibit. Oleh karenanya, pemerintah yang sedang menggodok program Swasembada Susu 2020 masih menggodok subsidi pakan untuk membantu peternak dan mengupayakan pemberdayaan pakan lokal untuk meningkatkan produktivitas. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dapat membantu peternak semisal pemanfatan limbah untuk pakan ternak. “Komitmen secara maksimal memberikan yang terbaik untuk persusuan nasional,” ajaknya.
(dok. pribadi)
Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy mengatakan, “Dalam beberapa tahun terkahir, jumlah IPS mengalami penurunan, karena adanya LOI yang meng-0-kan bea susu impor,” ujarnya. Meskipun diakui kualitas dan kuantitas susu harus ditingkatkan demi mempromosikan produk susu sapi lokal. Oleh karenanya, DPR sedang menggodok RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, termasuk peternak yang akan menjamin level pendapatan minimum mereka. Negara harus mengambil alih persoalan ini. Termasuk persoalan asuransi ternak yang sampai detik ini di Indonesia belum ada, menjadi konsen DPR.
Romi menegaskan, dalam rapat pendahuluan APBN 2013 pemerintah akan menaikkan anggaran cukup besar. “Penganggaran subsidi pakan bisa kita ajukan, karena hal itu tidak jauh berbeda dengan subsidi pupuk,” janjinya. Sementara Program Minum Susu untuk Anak Sekolah memang belum menjamah semua sekolah, karena keterbatasan anggaran. Namun seiring membesarnya anggaran maka akan segera sampai ke sekolah.
Ketua Umum DPN (Densus 98) Teguh Budiyana menegaskan persusuan merupakan sektor riil yang memiliki banyak segmen. Dengan jumlah peternak mencapai 127.000, tentu potensi besaruntuk menutupi yang 70% impor. “Masalahnya, bagaimana meningkatkan produksi? Komitmen politik DPR masih kurang. Seharusnya lebih besar lagi, bagaimana peternak sapi perah sejahtera sehingga dapat berperanserta dalam kekurangan produksi ini,” pinta Teguh. Apalagi faktanya harga susu dari peternak Rp 3.500,00, sedangkan di tingkat konsumen Rp10.000,00 (kemasan).
Dalam kesempatan itu pula, seorang pelajar SD menanyakan kapan ada pemberian susu gratis di sekolahnya. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menjawab dengan lugas, “APBD DIY tidak kuat jika untuk memberikan susu gratis untuk anak sekolah. Kalau program bersama sharing dengan pusat masih bisa, (kami) menunggu kebijakan dari pusat,” ujarnya.
Teguh meminta komitmen yang besar dari pemerintah sangat diperlukan bagi pelaku usaha persusuan nasional. Thailand menggelontorkan subsidi pertanian sebesar 12 juta USD, 4 USD juta untuk peternak. Subsidi untuk peternakan, termasuk pemberian susu gratis untuk anak sekolah, itu bukan biaya, justru untuk investasi masa depan negara ini. Oleh karenanya DPN berkomitmen akan tetap menyalurkan aspirasi peternak, termasuk anak sekolah tersebut.
Pemerintah akan impor 2.300 ekor
Sebelumnya, pada pembukaan HSN 2012 Wamentan menyatakan bahwa pemerintah akan mengimpor 2.300 ekor sapi perah untuk meningkatkan produksi susu tanah air. Jumlah ini akan menambah pada angka total populasi menjadi sekitar 600.000 sapi perah se-Indonesia. "Di sisi produksi, kami akan meningkatkan kemampuan peternak melalui kredit lunak perbankan atau kemitraan dengan BUMD, BUMD, atau perusahaan swasta," ujarnya.
Rusman mengatakan, konsumsi susu masyarakat Indonesia saat ini masih sangat rendah. Menurut data, konsumsi susu di Indonesia baru 11 liter per orang per tahun "Itu artinya rata-rata orang Indonesia hanya minum susu lima tetes per hari dan saya yakin masih ada orang Indonesia yang sepanjang hidupnya belum pernah minum susu," ujar Rusman.
Rusman menerangkan, tingkat konsumsi susu ini lebih rendah dari pada Vietnam (13 liter), Thailand (22 liter), Malaysia (27 liter), Jepang (38 liter), Amerika Serikat (84 iter), dan Belanda (123 liter). Penyebab utamanya menurut Rusman adalah susu masih dianggap barang mewah dan minum susu belum menjadi kebiasaan bagi masyarakat umumnya. "Padahal sejak dulu ada istilah empat sehat lima sempurna, yang kelima susu. Nilai itu kini sering terlupakan, padahal ketika kami kecil tahun 60-an ada program sekolah memberikan susu gratis di SD, padahal itu zaman susah. Kita tidak kehilangan kebiasaan minum susu. Itulah yang tidak menghilangkan kecerdasan bangsa Indonesia," ujarnya. Masyarakat pun kini menurutnya lebih senang minum susu olahan bubuk atau kental manis dari pada mengkonsumsi susu segar dari sapi perah.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah ini menurutnya harus ada penciptaan pasar yang terjamin melalui program pemberian susu di sekolah. Sosialisasi pentingnya susu harus terus menerus dilakukan hingga tingkat Posyandu.
Kendala lain yang tak kalah penting menurutnya adalah Indonesia belum juga mampu berswasembada susu, karena 70 persen masih impor, terutama dari New Zealand. Diakuinya, sesungguhnya semakin besar impor kita maka semakin rendah nasionalisme kita. "Sudah konsumsinya rendah, kita menyadari hasil susu banyak yang terbuang percuma karena penanganan pasca pemerahan tidak baik. Industri pengolahan susu banyak yang tidak mau menerima hasil dari peternak sapi perah," imbuhnya. Penanganan pasca pemerahan susu harus dilakukan secara higienis, melalui pasteurisasi, sehingga dapat dikonsumsi secara aman.
Sementara Sri Sultan HB X optimis produksi susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi yang ada di provinsi ini mampu berbicara banyak ditingkat nasional karena sentra-sentra industri susu sapi perah yang berkualitas baik. “Yang paling banyak adalah di Sleman, dimana sebelum erupsi Merapi 2010 terdapat 5.500 ekor sapi perah. Saya yakin DIY akan menjadi 'leader' dalam industri persusuan berbasis kerakyatan," tegasnya. Sultan mengungkapkan, erupsi Merapi cukup mempengaruhi produksi susu di Sleman, tetapi dengan kegigihan peternak serta peran serta aktif pemerintah provinsi dan kabupaten kini industi susu sapi perlahan mulai kembali. “Hari ini kondisi di sana sudah mulai pulih dengan populasi mendekati 5.000 ekor,” ungkapnya.
Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian RI, Banun Harpini menerangkan, acara peringatan kali ini merupakan HSN yang keempat yang digelar untuk memperingati hari susu sedunia yang jatuh pada 1 Juni. Berbagai acara digelar dalam rangkaian HSN 2012, diantaranya seminar, workshop, talkshow, lomba sapi perah di berbagai daerah, hingga pameran produk susu dan alat pengolahan susu di JEC ini. "DIY dipilih sebagai tempat penyelenggaraan, karena DIY adalah salah satu sentra produksi susu perah terbesar setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah," ujarnya.
Sinergi IPS dan Peternak
Sehari sebelumnya (1/6), diadakan talkshow “Saling Keterkaitan dan Sinergi antara Cimory dan Peternak”.CEO Cimory Group Bambang Sutantio menegaskan bahwa populasi nasional (1998-2008) sebesar 320.000 – 380.000 ekor sapi, 98% berada di pulau Jawa. Peningkatan populasi tidak berarti. Produksi susu nasional sebesar 375.000 – 635.000 MT, di pulau Jawa sebesar 625.000 MT. Ada peningkatan sekitar 70%. Hal itu menunjukkan, “Pasar produk susu meningkat, tetapi populasi sapi dalam negeri stagnan. Kenapa?” tanya Bambang.
Menurutnya, produk lokal Indonesia tidak kompetitif, baik harga maupun kualitas. Faktanya, >70% pendapatan petani danpeternak di negara maju (OECD) berasal dari subsidi. Lalu apa yang mereka lakukan?Memberikan subsidi kepada petani secara signifikan dengan alasan untuk ketahanan pangan, meredam gejolak sosial, dan penguasaan pangan secara global.“Harga Jual tidak lagi mengacu pada biaya produksi dan harga eksporgandum <50% dari biaya produksi. Hal yang sama terjadi pada dairy product,” tegas bos Cimory yang sudah membina 200 peternak di Cisarua dan sekitarnya.
IPS sebenarnya bersedia membayar lebih apabila mutu baik. Peternak tidak memiliki ruang gerak untuk meningkatkan mutu karena harga yang diperoleh saat inisangat marjinal. Sedangkan Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Budiyana mengatakan justru peternak sebenarnya bersedia menghasilkan susu yang berkualitas apabila IPS bersedia membayar lebih.
(dok. pribadi)
Pada hari yang sama (1/6) juga dilangsungkan Round Table Meeting “Teknologi untuk Meningkatkan Produksi Susu” oleh Balitbang Pertanian. Pada kesempatan itu Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan memperkenalkan riset-riset terbaru, di antaranya bungkil inti sawit untuk pakan sapi perah, stick test kit (alat ukur kontaminan mikroba total secara cepat, mudah dan murah), probiotik pakan aditif ternak (bioplus, rater, dan receptalum), dan starter kering sebagai bahan baku industri pengolahan susu.