Wakil Menteri Perhubungan, Dr Ir Bambang Susantono, mengatakan hal itu saat menerima kunjungan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah, Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud, Kepala Bappeda Ir Iskandar, Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh Ir Rizal Aswandi, di Kantor Kementerian Perhubungan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (6/9). Pertemuan itu juga dihadiri Wakil Ketua Tim Pemantau Otsus Aceh DPR RI, Marzuki Daud.
“Saya setuju bahwa pembangunan infrastruktur harus menyentuh kepada kepentingan rakyat dan langsung berkonstribusi,” kata Bambang Susantono.
Gubernur Zaini menjelaskan, usulan pengalihan alokasi anggaran pembangunan kereta api Aceh itu karena dinilai pelabuhan laut di Aceh lebih berdaya guna kepada masyarakat dibanding kereta api. “Jalur kereta api yang dibangun sekarang ini sama sekali mubazir saja, karena tidak bisa digunakan. Untuk saat ini Aceh membutuhkan pelabuhan,” kata Gubernur Zaini.
Jalur kereta api Aceh yang sudah dibangun baru mencapai 11,3 kilometer dengan anggaran Rp 37 miliar per tahun. Menanggapi realitas ini, Marzuki daud mengatakan, dibutuhkan waktu paling kurang 50 tahun untuk menyelesaikan pembangunan jalur kereta api itu. Ia juga mendorong agar Kementerian Perhubungan bisa segera mengalihkan anggaran kereta api tersebut.
Pemerintah Aceh mengusulkan tiga pelabuhan laut yang akan dilengkapi fasilitasnya, yaitu Pelabuhan Krueng Geukueh, Kuala Langsa, dan Pelabuhan Susoh, Blang Pidie. Kepala Bappeda Ir Iskandar menambahkan bahwa pelabuhan Calang, Malahayati, Meulaboh juga perlu mendapat perhatian.
Dalam pertemuan itu Gubernur Zaini juga menyampaikan permohonan pembukaan izin lintasan pelayaran dari Aceh ke Penang, Malaysia. “Nantinya akan ada kapal yang akan melayani lintasan tersebut. Dengan demikian hasil perkebunan dan pertanian Aceh bisa langsung diangkut ke Malaysia,” kata Gubernur. Kementerian Perhubungan akan membicarakan pembukaan jalur lintasan tersebut dalam forum tersendiri yang melibatkan negara Asean.
(Serambi Indonesia)
Si Biru-Putih (Gerbong Kereta Api) yang dipercantik dengan les warna orange seharga 19,5 M itu telah terpajang di Krueng Geukueh kurang lebih lebih sekitar 4 tahun (2008-2012) dan terancam akan menjadi pajangan abadi yang mulai lapuk dimakan usia.
Di langit-langit, tali tempat pegangan penumpang sudah luluh. Saat The Atjeh Times memegang alat pegangan itu, talinya langsung terputus, lalu pecah jadi serbuk saat dipencet dengan jari. “Memang tali alat pegangan itu sudah tidak bagus, mungkin karena sudah lama tak terpakai,” kata seorang petugas jaga. Lalu, ia menunjukkan sejumlah alat pegangan yang talinya sudah copot (The Atjeh Post).
Kemanakah pajangan mahal yang mulai lapuk itu akan dibawa?
Dan bagaimana dengan lintasannya (rel) yang sudah terbangun sebagian?
BANGZABAR