Tadi siang, handphone saya berdering, lalu terdengar suara seorang wanita di seberang sana. Ia ingin membeli 50.000 stek singkong gajah yang akan ditanamkan ke lima hekto are lahannya di daerah Diski, Medan, Sumut. Sayang, bisnis bernilai rp.25.000.000 rupiah itu terpaksa saya tolak, karena memang persediaan sedang tidak ada. Tanaman singkong gajah saya sendiri saat ini masih berumur 2 bulan.
Saya lalu menyarankan agar ia membeli dari Kalimantan Timur, Kediri atau Lampung. Namun ia menolak karena ongkos angkutnya akan sangat mahal.
Ada apa dengan singkong gajah?
Singkong gajah adalah varian asli Kalimantan Timur. Asli artinya bukan hasil pemuliaan, seperti singkong Mukibat atau singkong Darul Hidayah. Asli artinya, sampai keturunan ke seratus ribu pun, sifat unggul tanaman ini akan melekat terus, kecuali ada hal-hal yang luar biasa, seperti mutasi gen.
Tanaman singkong gajah ini rata-rata menghasilan ubi segar 20 kg perpohonnya. Jika jarak tanam adalah 1x1 meter. maka bobot hasil setiap satu rante adalah 8 ton ! Satu hektar berarti bisa mendapatkan 200 ton.
200.000 kg ubi segar dengan harga rp.600/kg (sudah dipotong upah panen) = rp.120.000.000,-
Biaya produksi dalam rupiah:
Pembajakan tanah dengan traktor 2 kali = 2x rp.30.000x25 rante = 1.500.000.-
Bibit singkong (anggap beli)=10.000 stek xrp500= 5.000.000,-
Pupuk kandang = 100 goni x rp.5.000=500.000,-
Pupuk NPK = 500 kg x rp.6.000= 3.000.000,-
Penyiangan = 25 rante x rp.30.000,-=750.000,-
------------- +
Jumlah:10.050.000,-
Total keuntungan petani :120.000.000 – 10.050.000 = 109.950.000,-
Catatan : petani menanam stek dan menabur pupuk sendiri.
Jika usia panen adalah 10 bulan, maka keuntungan petani per bulannya mencapai sebelas juta rupiah, dari lahan hanya satu hektar.
Jika dianggap keberhasilan petani hanya 50% saja, maka setidaknya masih ada pendapatan rp. 5.500.000/bulan. Bandingkan dengan pendapatan dari tanaman kelapa sawit, yang angkanya ada di seputaran rp.1,5-2 juta/ha/bulan.
Namun, kendala utama dari budidaya ketela pohon yang ditemukan kembali oleh Prof. Ristono pada tahun 2006 ini adalah masih minimnya ketersediaan bibit.
Sebenarnya bibit sudah ada, hanya masih menumpuk di sentra pertanian ubi gajah di Kaltim. Biaya angkut bibit ini memang mahal, karena ia berupa stek kayu sepanjang 15cm. Itu artinya, untuk menanam satu hektar saja, paling tidak dibutuhkan bibit satu truk kecil.
Namun, bila petani mau berkorban di awal, maka ia cukup hanya sekali saja membeli bibit, karena setelah ia panen satu kali, maka petani malah sudah bisa menjadi penjual bibit singkong gajah ini !
Bayangkan berapa pendapatan petani jika ia juga menjual bibit singkong gajah seharga 500 rupiah perstek ! Dari satu hektar singkong gajah umur 10 bulan, bisa didapatkan 150.000 stek ! Silahkan hitung sendiri berapa uangnya.
Mau ikut menanam singkong gajah? Ayo kita mulai, petani Indonesia !
Tapi, hati-hati membeli bibit singkong gajah ya, karena banyak yang dipalsukan. Secara fisik, bibit ubi unggul ini sulit dibedakan dengan bibit ubi jenis begog dan ubi jenis trambesi.
Catatan : singkong gajah termasuk jenis ubi kayu konsumsi, bukan ubi racun (mengandung HCN/sianida). Kadar patinya yang tinggi (30%) membuat rasa ubi ini pulen dan nikmat.