Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Pemerintahan yang Tidak Prorakyat

5 Januari 2014   21:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 54 2
Mengikuti perkembangan berita dari masa ke masa bahwa pemerintah, siapapun yang menjadi Presidennya, baik sejak Orde baru maupun reformasi, hampir tidak ada yang pro rakyat kecil. Kalau yang pro rakyat gede (pejabat) nampaknya banyak.

Bagaimana tidak? Baru-baru ini, sejak tanggal 1 Januari 2014 pemerintah menaikkan harga gas (LPG) 12 kg diatas 60 %. Tentu saja sangat memberatkan rakyat kecil, baik rumah tangga maupun pedagang kecil-menengah, pengguna tabung 12 kg seperti restoran. Kalau pedagang kakilima keliling memang menggunakan tabung 3 kg, tapi jenis tabung 3 kg seringkali jarang dipasaran. Bahkan saya hingga saat ini masih khawatir menggunakan jenis 3 kg karena sering meledak akibat banyak pemalsuan? atau kualitasnya yang kurang baik.

Belum lagi listrik sudah beberapa bulan sudah naik. Kalau bulan-bulan sebelumnya sudah mahal, sekarang akibat kenaikan berkala PLN sehingga bayarnya semakin melambung. Tentu sangat memberatkan. Selain itu juga, harga-harga kebutuhan pokok selalu naik. Bahkan harga cabe juga mahal. Padahal Indonesia negara agraria dimana lahannya luas dan subur. (Saya mendengar dalam hal ini konon katanya adalah permainan perusahaan besar yang berlaku curang dengan ikut menurunkan harga cabe di musim panen sehingga petani menjual sekenanya dan diborong mereka dimasukkan ke dalam storage besar untuk diproduksi menjadi sambal dan lain sebagainya. Jika ini benar kemanakah negara dan pemerintah. Permainan ini saya tidak tahu dan juga tidak faham. Begitu juga dengan komoditas lainnya yang merupakan hajat rakyat banyak). Tapi pengalaman beberapa tahun tinggal di Indonesia, memang beban kehidupan semakin berat dengan berbagai kenaikan apa saja.

Memang selama tingga di Timur Tengah tidak banyak kenaikan signifikan terhadap barang-barang pokok sehari-hari. Negara mengontrol harga-harga semua barang sehingga barang yang sama harganya tetap sama dimana saja kita membeli. Sebagai contoh misalnya selama tinggal di Arab Saudi, kita membeli obat di apotik disampul luarnya sudah dicetak (bukan label) harga obat. Sehingga dimanapun dan di kota manapun di Saudi harga obat tersebut sama. Coba di Indonesia. Di Jakarta, lain apotik saja yang jaraknya beberapa meter, obat yang sama harganya sudah berbeda. Beli buah, misalnya apel. Lain toko lain harga, dan banyak lagi masalah ini. Saya sudah memperhatikan sekitar masalah ini dengan membandingkan di beberapa pusat perbelanjaan, super market dan sebagainya.

Jadi, dalam beberapa tahun saja saya tinggal sudah merasakan kenaikan harga-harga yang menakjubkan (ajib) di Indonesia. Padahal Indonesia kaya raya dan APBN selalu naik, namun hampir 70% hanya untuk membayar gaji dan foya-foya pejabat (seperti perjalanan dinas, bahkan DPR sudah tidka rasa malu yang meminta uang pensiun. Sungguh memalukan) dan banyak lagi hal-hal yang memperihatinkan.

Saya rasa mayoritas rakyat Indonesia, kecuali koruptor, pasti merasakan beban hidup yang semakin berat. Tapi banyak pejabat setingkat Menko yang banyak menuai kritik soal kenaikan harga tabung gas 12 kg tanpa malu mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa intervensi Pertamina. Padahal menurut pengamat Migas Dr. Kurtubi sudah mengingatkan masalah ini ada kesalahan pemerintah dan pertamina soal undang-undang migas. Ini satu masalah. Belum lagi masalah lain. Begitu juga pandangan Dr. Ichsanuddin Nursy dalam debat di stasiun TV Nasional dengan ALi Mundakir dari Pertamina, bahwa alasan menaikkan LPG 12 kg juga sangat lemah. Bahkan para penelpon yang mewakili rakyat pengguna sudah berani mengatakan bahwa pemerintah itu pembohong. Rakyat hanya dibohongi oleh pemerintah, begitu katanya.

Memang sejak reformasi bergulir, kita selalu disuguhi oleh berita-berita korupsi. Hampir tiada hari di media tanpa berita pejabat yang ketangkap korupsi, baik di pusat maupun daerah; juga kejahatan dan berbagai berita menyedihkan dan memperihatinkan lainnya. Kita dijejali berita-berita yang negatif sehingga mindset pemirsa dan rakyat menjadi negatif thinking. Dan banyak lagi keburukan-keburukan lainnya.

Tapi begitulah kenyataannya. Menuntut yang idealis di Indonesia bagaikan jauh api dari panggang. Rasanya bagi yang sering berjalan ke LN - sebagaimana anjuran Al-qur'an 'qul siru filardh - rasanya hati ini menjadi emosi dan marah melihat berbagai salah urus dan penyimpangan di Indonesia. Walau kasus yang menimpa di tanah air juga terjadi di negara lain, tapi intensitasnya jauh lebih kecil.

Jadi, harapan kita semoga setelah Pemilu legislatif dan Presiden mendatang, hasilnya lebih baik dari sebelumnya dan pemerintahan berikutnya adalah pemerintah yang pro-rakyat. Semoga. Amin.

salam damai

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun