[caption id="attachment_119977" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi dari (
http://www.depag.go.id/)"][/caption] Dalam berbagai kesempatan saya sering mendengar pertanyaan yang diajukan peserta pengajian yang dilatarbelakangi atas fakta. Pertanyaan tersebut misalnya, Kok Kenapa Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) justru yang tidak kurang-kurang kasus korupsinya. Penyelenggaraan negara oleh Pejabat Depag tidak kalah 'ngerinya' korupsi  dengan Departemen (Kementerian) lain. Padahal mereka kan juga ngerti agama, dsb pertanyaan lain yang senada. Kenapa??? katanya. Apakah salah kurikulum atau sistem pendidikan di kita??? Menjawab pertanyaan tersebut juga tidak kalah herannya dengan kenyataan yang ada. Kenapa justru orang yang tahu dalil dan ajaran agama, justru yang paling getol korupsi walau kecil-kecilan. Di sebelah kursi saya juga demikian, kawan tersebut walaupun alumni Kuliah Dakwah tapi soal tanggungjawab kerjanya, paling bobrok, munafik banget dech...soal dalil sih ..paling hafal. Hal ini juga suatu bukti bahwa kita tidak boleh berfikir linear bahwa orang yang belajar agama dijamin lebih baik dari orang yang tidak belajar agama. Yang jelas mereka lebih hafal dalil, iya..betul. Tapi kalau 'benar' dalam hidupnya. Jelas tidak. Boleh jadi orang yang tidak belajar dispilin keilmuwan agama lebih baik. Dan ini saya temukan dalam kenyataan dari berbagai teman saya yang tidak belajar disiplin keilmuwan agama, tapi amaliyah agamanya lebih baik dan bagus. Memang harus dibedakan antara 'ahli' agama dengan 'pengamal agama'. Agamawan adalah orang yang belajar disiplin ilmu keagamaan, dalam hal ini adalah Islam, tidak selamanya linear dengan jaminan otomatis baik pula amaliyah kehidupan beragamanya. Tidak. Kalau dia taat menjalankan ajaran agama, baru boleh dibilang baik. Tapi 'pengamal' agama dengan konsisten, itulah orang yang baik walaupun bukan agamawan. Contohnya, seperti sudah saya tulis yaitu dengan integralitas trilogi bangunan ajaran Islam, yaitu aspek amaliyah, akidah dan moralitas. Persoalan kedua, bisa jadi sistematika pendidikan agama di sekolah yang dikelola oleh Depag sejak MI higgga PT salah langkah. Yang dimaksud dengan salah langkah adalah lebih mendahulukan aspek fikih' (esoterik) ketimbang aspek 'moral' (eksoterik). Lebih dulu tau tentang wudhu, ketimbang tau 'korupsi' itu haram, walaupun korupsi waktu, korupsi kecil-kecilan, misalnya. Dan masih banyak lagi kalau kita mau listing kesalahan-keasalahan tersebut, yang oleh pakar pendidikan Islam dikatakan bahwa reformasi tahun 1998 belum tuntas ke sektor pendidikan. Sedih amat yah....
KEMBALI KE ARTIKEL