Presiden Iran, Mahmuod Ahmadnedjad menegaskan bahwa “dikhotonomi Islam menjadi Syiah dan Sunni merupakan pengkhianatan bagi agama Islam itu sendiri. Lebih lanjut Ahmadinedjad mengingatkan menegnai pentingnya kesatuan barisan umat Islam dalam menghadapi musuh bersama (Israel). Tidak ada perbedaan khilafiyah fundamental antara Syiah dan Sunni. Oleh karena itu dunia Islam harus bersatu dalam persaudaraan Syiah dan Sunni. Karena sebenarnya musuh-musuh Islam memang menghendaki perpecahan dan mengadu domba di kalangan umat Islam itu sendiri dan tidak menginginkan umat Islam saling menyayangi satu sama lain dan bersatu. Orang yang mengomporin perbedaan khilafiyah antara Syiah dan Sunni merupakan penghianat terhadap agama Islam”. Demikian diungkapkan Presiden Ahmadinedjad dalam sebuah pernyataan di kota Hurmuzkhan Iran.
Perlu dicatat bahwa Barat, terutama ASselama ini dalam penetrasi politiknya di Timur Tengah mengetengahkan teori dikhotomi Syiah-Sunni untuk menghancurkan dan memecah belah umat Islam dari dalam. Negara-negara Teluk (GCC) yang kaya minyak selalu dihantui dengan momok ekspor revolusi Syiah Iran yang digembar-gemborkan oleh AS sehingga mereka senantiasa berlindung dibawah ‘ketiak’ negara adi kuasa tersebut dan menjadi ‘payung’ bagi AS dan sekutunya untuk menancapkan kekuasaannya dan bargainingnya mengeruk kekayaan minyak di kawasan tersebut. Begitu juga, hal yang sama dilakukan AS di Irak yang membagi negara tersebut menjadi tiga kutub yaitu Syiah dengan tokohnya PM Nuri Maliki, Kurdistan dengan tokohnya Presiden Galal Thalebani dan Sunni dengan tokohnya Wakil Presiden Tarek Al-Hashemi.
Sebuah pelajaran penting juga bagi pemeluk agama Islam ‘fundamentalis’ dan garis keras untuk merenungi soal tersebut, bahwa sebenarnya dikhotonomi Syiah-Sunni tersebut adalah buatan Barat untuk memecah belah dan mengadu domba umat Islam dari dalam.
Selamat merenung…!!!