[caption id="attachment_92684" align="aligncenter" width="300" caption="Sheikh Zayed, the Father, the Leader and the Founding"][/caption] Sheikh Zayed bin Sultan Al-Nahyan (1918-2004), merupakan tokoh pembangun negara Uni Emirat Arab modern. Dari sebuah imarat kecil yang berkelompok dari berbagai wilayah keamiran disatukan dalam sebuah uni yang kemudian muncul menjadi sebuah negara kuat dan disegani di kalangan negara kelompok GCC (negara-negara Teluk). UAE menjadi simbol kemajuan negara gurun pasir di Teluk dengan kemajuan dan kemodernan Abu Dhabi, ibukota (dulu) dan sekarang dengan Dubai yang berambisi menjadi pioner di berbagai bidang pembangunan urban, properti dan pencakar langit dibawah kepemimpinan Sheikh Mohamad bin Rasyid Al-Maktum. Sheikh Zayed yang dilahirkan di Emirat (Keemiran) oase Al-Ayn pada tahun 1918, dan diberi nama yang sama dengan nama kakeknya, Sheikh Zayed bin Khalifa Al-Nahyan, penguasa keamiran Abu Dhabi dari tahun 1855 - 1909. Selama 50 tahun kehidupannya, Sheikh Zayed hidup dengan tradisi 'baduw' (bedouin) yang tenang di gurun, dengan onta dan petani serta nelayan dan penyelam pencari mutiara yang terkenal. Kehidupan negara tersebut berubah sejak ditemukannya minyak pada tahun 1958 dan Sheikh Zayed menjadi penguasa Abu Dhabi pada tahun 1968. Pada Januari 1968 Inggris menarik mundur dari penguasaan negara tersebut dan pada tahun 1972 keamiran negara tersebut menyatukan diri dalam sebuah negara kesatuan Uni Arab Emirates (UAE). Sheikh Zayed bukan saja sukses dalam membangun negara gurun menjadi negara modern, tapi juga sebagai tokoh moderat dan dialog antar peradaban dan agama. Diantara warisan ajarannya adalah dibukanya gereja Perancis di Abu Dhabi. Beliau merupakan diantara sedikit pemimpin negara Teluk yang mengembangkan toleransi antar agama, dialog antar peradaban dan memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi internasional (Barat) untuk mengembangkan mendirikan PT-nya di UAE. Diantara alasan Sheikh Zayed mengatakan bahwa kita tidak berhak menolak uluran tangan persahabatan dan pendekatan antara bangsa-bangsa di dunia ini karena persahabatan antar bangsa tersebut membentuk arah yang diinginkan menuju kemajuan dan perkembangan kebangkitan dunia. Oleh karena itu harus kita munculkan dialog yang berkesinambungan dan saling pengertian (trust) diantara bangsa-bangsa yang lain'. Rahimallahu Sheikh Zayed, yang walaupun merupakan seorang 'baduw' (ndeso) tapi berwawasan global yang telah berhasil melahirkan negara modern tanpa menghilangkan identitas nasionalnya sebagai negara Arab dengan 'national dress' yang tetap dijunjung tinggi oleh warganya. Tapi sebaliknya, kita bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang besar tapi belum mempunyai 'national dress' di forum international, kalaupun batik diklaim sebagai 'national dress' baru pada tahap lokal. Justru yang memperkenalkan batik secara internasional adalah Nelson Mandela, pejuang dan mantan Presiden Afsel yang kemana-mana selalu memakai batik. Gimana ini.....????
KEMBALI KE ARTIKEL