Sudah 15 tahun saya mengikuti shalat jumat, dan selama itu pula saya melihat kekurangan yang paling vital dari para Da'i khususnya para penceramah Jum'at yang menjadi khatib Jum'at diberbagai wilayah Indonesia.
Topik yang dibawakan sudah sangat khas, yaitu:
1. Dosa pahala
2. Surga neraka
3. Politik dan pemerintahan
4. Halal dan haram
5. Bid'ah dan hal hal bersifat Furuiyah
6. Kristenisasi dan paham kebebasan.
7. Kafir, Musyrik, Munafik dll
8. Dan hal hal yang sifatnya hukum dan tidak memiliki dampak perubahan kepribadian dalam motivasi berkarya.
Diantara sekian banyak hal hal yang indah dan menarik untuk diangkat kepermukaan seperti:
- Produktifitas dan kreatifitas
- Kasih sayang universal
- Saling hormat menghormati
- Inovasi dan muslim
- Akhlak Rasulullah dan perubahan prilaku.
- Generasi unggul, dll
Sangat jarang diangkat dan disampaikan, entah Sang Da'i itu sendiri tidak memahami hal ini ? Ataukah memang Islam sudah menjadi pola budaya, sehingga hal hal yang disampaikannya seolah olah sudah tetap dan monoton.
Belum lagi kita lihat dari sisi Ilmu Komunikasi banyak hal yang tidak memenuhi kaidah kaidah Publik Speaking, tentang : Pesan, Media, Intonasi, Body language, dan hal hal lainnya yang terangkum dalam pelajaran Retorika Komunikasi, seakan akan tugas mereka hanyalah menyampaikan, memimpin shalat , doa, ambil amplop lalu pergi.
Dilihat dalam hal ini, fungsi Da'i sebagai pen-Da'wah (Motivator) sungguh sangat lemah, maka tidaklah heran kalau mayoritas ummat muslim di Indonesia seakan akan terlihat stagnasi baik dalam pola pikir maupun prilaku.
"Kemiskinan" Retorika Da'wah ini telah membuat Shalat Jum'at yang seharusnya menjadi media "Charging" berubah menjadi Ritual mingguan yang tetap harus dilakukan walalupun telah hilang maknanya, kebanyakan para jamaah datang Shalat Jum'at bukanlah untuk mendapatkan "Suplemen" baru untuk 1 minggu kedepan, namun hanya demi menunaikan tugas yang apabila ditinggalkan 3 kali berturut turut maka akan di cap KAFIR !.
Ya, apabila ini yang berlaku lengkaplah sudah Islam hanya menjadi Budaya dan Ritual dinegeri yang katanya mayoritas muslim.
Saya sadar untuk tidak menyalahkan para ummat yang menjadi enggan untuk hadir dalam Shalat Jum'at karena mereka tidak mendapatkan apa apa kecuali tidur, istirahat ataupun berdagang minyak, peci,buku diemperan masjid. Ya itulah shalat Jum'at di indonesia.
Materi yang monoton, Da'i miskin retorika, sound system seadanya, keadaan kumuh panas dan tak beraturan, .... lengkaplah sudah, semua persyaratan komunikasi telah dilanggar, maka sangat wajar sekali bila Ibadah Shalat Jum'at minim nilai yang dapat dibawa pulang, apalagi berdampak perubahan positif pada ummat, ibarat jauh api dari panggang.
Apapun itu, inilah gambaran realita dari bangsa kita, yang bangga menjadi buih buih diatas lautan, banyak namun kosong isinya, wadah tanpa muatan, kwantitas tanpa kwalitas, hal ini juga yang mungkin menyebabkan banyak Ummat Islam yang ber Dien hanyalah dengan emosinya, dengan taklid butanya, dengan paham sempitnya (Sektoral), dengan fanatismenya atau mungkin ber Islam hanya sebagai bagian Euforia keturunan saja, bagaimana dapat membela Muslim Dunia yang lainnya, kalau kondisi Islam di Indonesia sendiripun masih "Centang prenang", kita masih harus banyak memperbaiki diri, bukan berdasarkan kepercayaan dan fanatisme belaka namun bergerak maju dengan keberanian menghadapi realitas yang nyata, bahwa kita harus tetap merasa bodoh, kekurangan dan minoritas sehingga kita akan dapat menghasilkan generasi yang kuat, yang mampu berfikir Universal dan berbuat yang luas untuk Islam dan Indonesia.
‪#‎SS‬