Lembaran akhir buku harian kedua miliknya yang kubaca. Buku harian yang masih sama dengan dua buku harian sebelumnya. Sebuah buku biru berukuran sedang dengan gembok kecil di sisi luarnya.
Belum usai perasaan syahdu yg menerpaku ketika ku baca buku harian pertama yg ditinggalkannya. ini bagai badai kedua yangg hempasannya tak dapat ku tahan lagi. Air mataku tumpah bagai aliran sungai tanpa batas, memuntahkan semua emosi penyesalan dan rasa bersalah yang tercipta. Aku terkulai lemas di atas bekas kursi kerjanya, bercengkrama berusaha meraih kenangan kembali bersamanya.
Hatiku lumpuh badanku runtuh, tak ada tenaga yang tersisa lagi untuk membuka lembaran berikutnya, hanya isak tangis yg terdengar bagai rangkaian nada yang tak beraturan.
Aku ingin teriak memanggil namanya. Tapi apakah dia masih mendengarnya? Apakah sang waktu mau menyampaikan maaf dan kerinduanku padanya?
Ku peluk erat meja kerja yang membisu sedari tadi. Pelukan hangat penuh cinta yang lalai kuberikan padanya saat kami masih bersama. Air mataku menghiba pada Tuhan agar memberikan pelukan hangat pada kekasihku yang tersenyum di sisi Nya.