Tuser Lampu, demikian istilah yang digunakan untuk menamai profesi yang mereka jalani. Mereka mudah kita temukan di kios berjalan pinggir jalan atau kios semi permanen. Sesuai nama panjangnya -- tukang servis lampu -- mereka ahli dalam memperbaiki lampu rusak. Lampu yang diperbaiki umumnya dari jenis CFL (Compact Fluorescent Lamp) dan tidak sedikit dari jenis LED atau lainnya. Dengan bentuknya mirip lampu pijar, kedua jenis lampu itu sering digunakan di rumah-rumah penduduk. Jika anda ingin menggunakan jasa tuser ini, anda mesti tahu jam kerja mereka yang terkadang tidak tetap. Ada yang buka dari sore sampai tengah malam, atau mulai siang sampai malam hari. Wajar saja, karena mereka sendiri yang punya usaha ini. Jadi untuk urusan jam kerja mereka bisa atur menurut seleranya masing-masing.Â
     Target pasar dari tuser ini adalah calon pelanggan yang sensitif terhadap harga, yaitu mereka yang merasa cukup mahal jika membeli lampu baru namun merasa cukup murah jika lampunya diperbaiki. Jika kecenderungan masyarakat lebih kearah pilihan perbaikan lampu, maka pasar yang mereka kelola relatif akan besar. Maka dari itu wilayah geografis cukup menentukan prospek usaha ini kedepannya. Wilayah pelosok adalah daerah potensial untuk membangun lapangan kerja ini, yang notabene adalah masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Saya pun berani menilai para tuser adalah orang yang jeli terhadap peluang pasar di depan mata. Tidak ada analisis pasar detil yang mereka lakukan sebelumnya. Yang ada hanyalah pemikiran logis untuk bisa menambah income dengan cara memperbaiki barang rusak. Alasan ini juga yang melatarbelakangi terjunnya mereka ke industri ini, selain menjadikannya sebagai sandaran hidup sampingan. Bagi calon wirausahaan, hambatan masuk (barrier to entry) dan tingkat persaingan bisnis yang rendah, ditunjang mudahnya akses ke penyedia suku cadang adalah hal yang patut dipertimbangkan. Selain itu, profesi ini menurut saya turut memberikan kontribusi dalam menjaga keselamatan lingkungan sekitar. Produk lampu rusak akan menjadi sampah berbahaya jika dibuang dan tidak ditangani dengan tepat. Apalagi pengguna lampu di masyarakat sendiri banyak dari jenis CFL atau LED yang mana perlu proses tambahan untuk daur ulangnya. Maka dari itu, dengan memilih opsi perbaikan kepada para tuser ini, selain anda berperan mengurangi sampah elektronik, lampu anda bisa menyala kembali.
    Dari postingan dan obrolan di komunitas tuser membuat saya memahami upaya keras di awal mereka membuka usaha, mengingat sebagian bukan berlatarbelakang elektronik atau listrik. Namun nampaknya mereka adalah orang-orang yang tekun dan gigih. Tangan mereka cukup terampil saat membuka rumah lampu yang ringkih dan lekat akibat lem pabrik. Suku cadang pun sudah mereka siapkan, termasuk mesin jika sewaktu-waktu mengalami kendala teknis. Bagian yang sering rusak menurutnya adalah kaca lampu, namun tidak jarang juga komponen elektronik atau rumah mesin karena faktor usia. Rata-rata setelah 2-4 tahun pemakaian, lampu sudah menunjukkan gejala-gejala bermasalah, mulai dari redup sampai padam. Sering juga lampu yang sudah di servis diberikan garansi paska perbaikan untuk memberikan kepuasan ke pelanggan. Soal biaya perbaikan, mereka umumnya tidak mematok angka yang terlalu tinggi, malah cenderung murah meriah. Negosiasi harga bisa saja anda lakukan di awal anda berinteraksi untuk rencana perbaikan.
    Seperti pada usaha servis lainnya, bisa juga para tuser menghadapi kendala teknis. Adanya komunitas servis lampu di medsos dirasakan mereka sangat membantu. Rekan yang berpengalaman tidak jarang memberikan tips dan saran perbaikan, disusul teman lain yang ingin menyimak atau sekedar menambahkan solusi perbaikan. Tidak pelit soal ilmu, walaupun pengalaman yang dimilikinya boleh dibilang masih minim, begitu kesan yang diperoleh. Yang dirasakan adalah adanya aktifitas sosial dan suasana kekeluargaan di dunia maya yang turut memberikan semangat dalam usaha mencari nafkah. Keluh kesah atau luapan kegembiraan juga sering mewarnai komunitas ini. Dari mulai sepinya pelanggan, kiosnya yang bocor sampai tempat kerjanya yang kebanjiran. Tak lupa rekan-rekan lain, walaupun tidak mengenalnya, saling memberikan dukungan moral, saling menguatkan jika yang dialaminya menjadi kehendak-Nya. Luapan kegembiraan juga tidak jarang menghiasai timeline facebook. Unggahan uang hasil jerih payah hari itu cukup memancing banyak komentar anggota komunitas. Tentu saja unggahan tersebut dalam konteks yang positif, lebih ke arah memberikan motivasi kepada rekan lainnya, di tengah fluktiatif jumlah pelanggan yang tidak menentu. Sangat hidup komunitas ini jika dibanding dengan komunitas lainnya yang banyak saya ikuti. Walaupun tidak saling mengenal satu sama lain, akan tetapi rasa kebersamaan nampaknya tertanam lekat dalam diri mereka.
    Seperti juga pada produk elektronik lain, industri servis lampu ini cukup rentan terhadap perkembangan teknologi. Pabrikan elektronik yang memproduksi barang dengan Surface Mount Technology (SMT) lebih menguntungkan ke sisi costproduksi sehingga harga jual menjadi rendah, termasuk juga produksi lampu. Teknologi SMT ini sendiri adalah metode menyusun komponen dengan ukuran fisik komponen yang kecil (komponen Resistor dan Capasitor dalam ukuran milimeter) sehingga bisa menghemat tempat dan harga. Dampaknya dirasakan langsung oleh para tuser yang menyulitkan dalam pengecekan kerusakan serta penggantian komponen individual. Perlu investasi lebih agar bisa memecahkan masalah ini, yaitu dengan membeli peralatan yang lebih lengkap serta memperdalam trik perbaikan.
    Dari sisi kompetensi teknis, saya cenderung melihat adanya gap yang cukup lebar agar mereka bisa melompat ke industri servis dengan market yang lebih luas. Sebagian tuser cukup sigap dengan melakukan integrasi horisontal melalui perbaikan produk elektronik lain yang dirasa sejenis. Produk peruntukkan rumah tangga seperti emergency lamp, setrika, kipas angin adalah contoh-contoh upaya mereka untuk memperbesar pemasukan. Walaupun demikian, produk rumah tangga lainnya seperti mesin cuci, pendingin ruangan, lemari pendingin dan lainnya masih mampu memberikan pasar yang kompetitif dan stabil, mengingat perkembangan teknologi pemrosesan tidak terlalu signifikan. Maka dari itu, dari modal dasar ketekunan, kegigihan, kesabaran yang telah dimiliki perlu dibarengi secara konsisten dengan kemauan untuk terus memperdalam pengetahuan di bidang elektronik, listrik, ataupun pendingin. Saya yakin, sejauh mereka memiliki visi jangka panjang dan ada kemauan untuk belajar, mereka bisa memperluas cakupan usahanya. Selain itu, hal pokok sebenarnya hadir dari pengguna lampu itu sendiri, yaitu kita sebagai penentu keberhasilan usaha mereka. Langkah konsumptif dengan beli baru dan membuang barang rusak akan memunculkan dampak selain kepada lingkungan, juga semakin sempitnya pasar yang terbentuk. Maka tidak salah juga jika kita bisa mengurangi pembelian lampu baru dengan kembali kepada pilihan perbaikan yang diharapkan akan memperluas pasar para tuser ini.
Â