Marilah kita coba ikuti pola pikir Jokowi saat mengunjungi petani di Desa Tanjungrasa, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada hari Minggu 27 April 2014. Pola pikir ini cukup sederhana namun mengena, dilontarkan di tempat yang tepat lagi merakyat: di lingkungan desa yang kontekstual dan kini dibuat tekstual, yakni ketahanan pangan; setelah sebelumnya melontarkan gagasan revolusi mental.
Dalam hal ketahanan pangan, Jokowi memulai menggagas bagaimana rakyat Indonesia berdaulat di bidang pangan sebagaimana tertulis di harian Kompas, 28 April 2014 halaman 15 lajur 1. Patut diingat bahwa keperluan paling mendasar manusia (human basic needs) belum bernjak dari tiga hal utama: pangan, papan, dan sandang!
Visi bukanlah impian dan bukan pula harapan, namun wajib menjadi janji; dengan misi harus diartikan sebagai cara mewujudkan visi tersebut. Nah, bila dilengkapi dengan program dan aksi yang dirumuskan dengan benar dan jelas tahapannya maka akan lebih mudah bagaimana mengarahkan cita-cita agar terwujud. Karenanya, visi haruslah berciri SMART (specific, measurable, achievable, realistic, timeframe).
Ini dia visi Jokowi hingga hari ini yang dilansir koran Kompas demi ketahanan pangan wajib dijaga sambil menekan lonjakan impor pangan, dengan kebijakan:
·Hentikan konversi tanah pertanian: lahan pertanian yang produktif harus dijaga agar tidak dikonversi menjadi kegunaan lain. “Ada lahan pertanian yang dijadikan perumahan, industri atau jadi lahan tambang, ini harus dihentikan,” ujar Jokowi.
·Dorong kemandirian para petani: agar tidak menggunakan produk impor, seperti pupuk atau pestisida impor; petani dapat mengolah sendiri pupuk kompos yang dapat menekan biaya produksi; selain petani juga harus diberi pendampingan agar lahan dengan luas berapa pun dapat produktif.
·Benahi infrastruktur pertanian: bendungan dan jaringan irigasi, harus dibenahi.
·Awasi kualitas air dan limbah.
·Atur mekanisme pasar: yang saat ini belum memberikan keuntungan kepada petani, karena selama ini rantai distribusi dar petani ke pasar terlalu panjang.
Semoga dapat menjadi catatan awal. Kelak jika benar Jokowi jadi presiden kita, ya tinggal kita menagihnya sebab seringkali para pemimpin itu cuma pemimpi yakni bila sudah duduk lalu lupa misi mereka sendiri denga melupakan rakyat yang telah memilihnya. Visi cukup mudah dimengerti, misi cukuplah jelas; yang diperlukan kelak menyusun program nyata agar ada tahapan praktis mewujudkan dalam langkah nyata pula (practical action: from plan into reality).
Silakan saya ditagih tulisan rinci berkenaan dengan “land-use conversion” sebab hal tersebut pastilah sebuah keniscayaan, tak mungkin menghentikan alih-fungsi dan penggunaan tanah, lahan, ruang atau apa pun penyebutannya sebab manusia bertambah sedangkan di sisi lain luasan tanah relative tak berubah; maka yang lebih pentinng tentunya cara mengelola tanah dan pertanahan (land management) yang kini susah mencari “land manager” yang handal di negeri ini. Pesan sponsor (saya sendiri), ayolah kita cari manusia mumpuni di negeri ini dengan berbagai cara; di antaranya via dunia maya semisal fb (facebook) kita dapat temukan Sang Petani prospektif bernama maya Pakde Gun (silakan search bersama mBah Google, jika tak percaya).
Topik mendatang: ada undang-undang untuk mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan, namun backlog perumahan masih banyak; lalu bagaimana menyusun sinergi berbagai kepentingan yang kesemuanya diselenggarakan di atas tanah, lahan, atau ruang yang semakin langka? Di sinilah perlunya dicari “land manager” oleh Sang Calon Presiden dari awal untuk mendampingi. Kawal semua calon presiden apakah “SMART enough” memikirkan rakyat dari jelata sampai petinggi hingga pesohor?
Salam Kebenaran, dari Bambang di Rumah Mewah (Mepet Sawah)!