Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary

Saya Melaporkan Pak Seklur Ke Inspektorat

30 Mei 2024   17:32 Diperbarui: 31 Mei 2024   11:31 83 0
Saya mau menceritakan bagaimana saya menjual sebagian tanah saya, dengan proses penyuratan yang sangat lama. Mudah-mudahan bisa jadi pelajaran untuk kita semua.

Pada tanggal 3 Juli 2022, sore hari. Saya ditelepon oleh bapak Seklur. Disini saya tidak akan menyebutkan namanya. Kata dia tanah saya dijual apa tidak, ada yang cari untuk 50 meter persegi. Kata saya iya, dan kami sepakat harga di Saya Rp 1.500.000 dan pak Seklur nitip harga 150.000. Jadi harganya 1,65 juta/ meter persegi.

Malam nya saya bertemu pembeli di rumah pak seklur. Dan kami sepakat untuk terjadinya jual beli tanah saya seluas 80 meter persegi. Artinya harus ada pemecahan, dan saya yang bayar pemecahan itu.

Di malam itu pak seklur menawarkan diri mengerjakan surat jual beli kami. Kami tau dia biasa membuat surat, namun dia menegaskan kembali "saya biasa membantu orang membuat surat."

Saya tidak tau pak seklur ternyata tidak lagi bekerja sebagai seklur di kelurahan saya. Sehingga hari-hari dalam menunggu penyelesaian surat membuat saya was-was.

Pada 7 Juli 2022 saya dan pembeli telah menandatangani Akta Jual Beli di hadapan bapak seklur, dia sendiri membawa AJB itu. Ada nama saya disitu, saya tandatangan. Nama pembeli juga ada, pembeli juga tandatangan. Sebelum nya kami memang telah mengirim data diri kami pada pak Seklur. Tapi anehnya istri saya tidak disuruh ikut tandatangan. Itu salah satu yang membuat saya was-was di hari-hari berikutnya.

Tandatangan AJB ini disaksikan oleh suami nya pembeli, kakak kandung nya pembeli, serta kakak iparnya pembeli, dan dilakukan di rumah kakak nya pembeli. Tanpa dihadiri istri saya dan tanpa PPAT.

Saat itu pak seklur meminta uang kepada saya untuk mengerjakan pemecahan sertifikat Rp 6.000.000, meminta dititipkan PPH Rp 3.300.000, meminta komisi pembuatan surat Rp 5.000.000. Bapak Seklur juga meminta kepada suami nya pembeli  BPHTB dan uang balik nama dengan alasan agar dapat langsung dikerjakan. Dia bilang "saya kalo liat pekerjaan ingin langsung mengerjakan dan ga suka menanti-nanti dalam mengerjakan pekerjaan tersebut."

Pada tanggal 9 September 2022 dilakukan pengukuran. Proses pemecahan nya lama sampai pada bulan November 2023 saya meminta surat tanda terima dokumen dari BPN. Saya  kaget mendapatkan tanggal tanda terima dokumen 3 Maret 2023 dan sampai detik ini saya tidak mendapat alasan nya.

Pada 8 Desember 2023 Saya mendapat edukasi dari petugas ukur BPN bahwa seharusnya dilakukan pemecahan terlebih dahulu, baru tandatangan AJB dan menanyakan kepada saya mana AJB nya. Karena sebelum surat nya pecah tidak mungkin PPH dan BPHTB nya bisa dibayar. Sehingga AJB tidak mungkin sudah jadi.

Tanggal 30 Desember 2023 SHM saya baru pecah, saya sendiri yang mengambilnya ke BPN. Jauh dari ekspektasi saya yang mengira karena sudah bayar pak seklur saya tinggal tunggu dirumah. Tapi saking lama nya pemecahan saya harus bolak-balik ke BPN.

Pada tanggal 1 Januari 2024 bapak seklur  mengaku kepada suami nya pembeli bahwa uang untuk membuat surat terpakai. Karena uang untuk membuat surat sudah terpakai. Bapak seklur mencoba meminta uang tambahan sebesar Rp 12.000.000 untuk melanjutkan pembuatan surat. Bahasa nya pak seklur pinjam, dan akan dia kembalikan. Namun suaminya pembeli tanah saya tidak mengabulkannya.

Pada tanggal 10 Januari 2024 Bapak seklur meminta uang Rp 7.500.000 kepada saya untuk melanjutkan pembuatan surat penjualan tanah dengan janji uang ini akan diganti oleh bapak seklur dengan cara bayar sekaligus atau dua tiga kali bayar.

Pada 15 Maret 2024 bapak seklur membayar sebesar uang Rp 500.000, dan pada 2 April 2024 bapak seklur membayar juga uang Rp 500.000 kepada saya sehingga saya pikir bapak seklur telah menyelesai pembuatan surat namun ternyata pada 4 Mai 2024 sewaktu saya menagih uang pembayaran ketiga bapak seklur menyatakan bahwa AJB belum selesai dan uang yang saya berikan sebesar Rp 7.500.000 pada 10 Januari 2024 terpakai juga untuk membayar hutang pribadinya yang lain.
 
Bapak Sugandi telah membayar lagi pada 7 Mai 2024 sebesar Rp 500.000 Namun yang menjadi permasalahan  adalah dua kali bapak seklur ketitipan uang untuk bayar PPH dan BPHTB di tanah yang sama dan terpakai. Yaitu pada 2 Januari 2024 dan 7 Juli 2022, sehingga pada 15 Mai 2024 saya laporkan beliau ke inspektorat daerah.

Alasan saya melaporkan ke inspektorat daerah dan bukan ke tempat lain adalah karena saya menduga uang yang saya dan pembeli serahkan pada 7 Juli 2022 yang diakui pada 3 Januari 2024 bahwa uang itu terpakai, adalah kasus penggelapan. Karena sesuai dengan pasal 372 KUHP yang berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun."

Dan kejadian lain adalah pada saat Pak seklur meminta uang pada 3 Januari 2024 untuk melanjutkan pembuatan surat yang uang nya telah terpakai oleh pak seklur dan pada 4 Mai 2024 pak seklur mengakui uang tersebut terpakai untuk keperluan nya yaitu membayar hutang yang lain, adalah kasus penipuan. Karena sesuai dengan Pasal 378 yang berbunyi, "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun."

Dan perlu digaris bawahi disini adalah, yang digelapkan dan atau uang hasil tipuan oleh pak seklur adalah uang untuk negara. Yaitu untuk membayar PPH dan BPHTB. Sedangkan pak seklur adalah aparatur sipil negara.

Saya mencabut laporan pada Inspektorat Daerah pada Mengingat pada 27 Juli 2024 karena pada tanggal 24 Mai 2024  dia datang mengaku salah, meminta maaf, dan meminta tolong untuk mencabut surat laporan. Surat laporan tersebut berhasil dicabut sebelum surat tugas penyelidikan dibuat.

Demikian cerita saya dalam menyuratkan surat jual beli tanah tidak dihadapan PPAT tapi malah dihadapan bapak seklur. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, agar membuat surat di jalur resmi saja. Perasaan saya dalam menunggu surat dari awal pemecahan sampai kini masih menunggu AJB adalah kesal, bosan, dan cape nunggu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun