Heidegger berpendapat hampir setiap subjek yang bertanya tentang menjadi de facto berarti tidak ada tetapi ada. Gagasan ini dikemukakan sebagai berikut. Filsuf dari zaman kuno (Platon, Aristotle ) hingga zaman modern (Descartes) dan lebih jauh ke modernitas selalu berusaha mendeskripsikan makhluk dalam kategori abstrak, menganalisisnya secara logis, membangun teori wujud yang dimaksudkan untuk menjelaskan sifat-sifat umumnya. Namun, mereka tetap pada tingkat pemikiran ontologis, karena upaya teoretis mereka hanya meningkatkan "makhluk" teoretis. Abstraksi dan hipotesis telah terakumulasi. Wujud hanya dibedakan dari wujud dalam hal bahasa. Akibatnya, karakteristik makhluk telah dipindahkan ke makhluk. Makhluk diperlakukan sebagai makhluk, itu berteori terstruktur dan diartikulasikan menggunakan kategori logis yang dikembangkan oleh Aristotle. Pada akhirnya, berevolusi menjadi modifikasi makhluk yang lebih tinggi. Artinya, istilah-istilah itu diduplikasi, secara artifisial sebuah "tingkat" baru dibangun dalam sistem kategori tanpa mengenali fondasi kokoh yang "benar" (= "akar ontik eksistensial"). Itulah mengapa paradigma berpikir yang dibuat dengan bantuan logika dan rasio ini goyah, tidak stabil, dan asing bagi keberadaan.
KEMBALI KE ARTIKEL