Hermeneutika, 'seni penafsiran', awalnya adalah teori dan metode penafsiran Alkitab dan teks-teks sulit lainnya. Wilhelm Dilthey memperluasnya ke interpretasi semua tindakan dan produk manusia, termasuk sejarah dan interpretasi kehidupan manusia. Heidegger Being and Time (1927), memberikan 'interpretasi' tentang manusia, makhluk yang memahami dan menafsirkannya sendiri. Di bawah pengaruhnya, hermeneutika menjadi tema sentral filsafat kontinental. Hermeneutika melahirkan beberapa kontroversi. Dalam menafsirkan sesuatu, apakah kita menggali pemikiran dan niat penulis, membayangkan diri kita dalam posisinya? Atau apakah kita menghubungkannya dengan keseluruhan yang lebih luas yang memberinya makna? Pandangan terakhir memunculkan lingkaran hermeneutika: kita tidak dapat memahami keseluruhan (misalnya, sebuah teks) kecuali kita memahami bagian-bagiannya, atau bagian-bagiannya kecuali kita memahami keseluruhannya. Heidegger menemukan lingkaran lain: karena kita pasti membawa praanggapan pada apa yang kita tafsirkan, apakah ini berarti interpretasi apa pun itu sewenang-wenang, atau setidaknya dapat direvisi tanpa henti?
KEMBALI KE ARTIKEL